Mohon tunggu...
Michael Sendow
Michael Sendow Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writter

Motto: As long as you are still alive, you can change and grow. You can do anything you want to do, be anything you want to be. Cheers... http://tulisanmich.blogspot.com/ *** http://bahasainggrisunik.blogspot.co.id/ *) Menyukai permainan catur dan gaple. Menulis adalah 'nafas' seorang penulis sejati. I can breath because I always write something...

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Menulis Sebagai Jalan Hidup

24 Juli 2016   11:50 Diperbarui: 24 Juli 2016   11:59 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jikalau semua agama meyakini bahwa prinsip yang diajarkan dalam agama mereka adalah jalan hidup, way of life, maka bagi seorang penulis sejati writing is a way of life. Menulis itu adalah jalan hidup. Itulah sebabnya ungkapan-ungkapan bijak yang muncul menggema seperti writing is breathing, menulis adalah ibaratnya bernafas, tetap menjadi pegangan hidup bagi begitu banyak penulis. Hidup mereka akan terasa hampa dan kosong bila ada hari dimana mereka absen menulis. Tidak bernafas. Tidak ada ‘kehidupan’.

Menjadikan menulis itu way of life adalah keniscayaan bagi penulis sejati, karena itulah ‘jalan hidup’ yang sudah dipilihnya, atau bisa jadi sudah diberikan Tuhan baginya. Kemampuan menulis itu selain dapat dipelajari, ada juga kan apa yang disebut sebagai talenta menulis. Dia bisa jago menulis tanpa sekalipun pernah duduk di bangku sekolah jurnalistik. Orang desa bilang sebagai ‘bakat alam’, namun saya lebih suka menganggapnya sebagai karunia Tuhan, sebuah talenta yang diberikan bagi seseorang. Hadiah dari Tuhan. Seperti dalam hal bermain catur, ada yang jago oleh karena dia ikut sekolah catur, namun juga ada yang jago karena ‘bakat alam’ yang dimilikinya. Orang yang punya talenta menulis, tinggal dipoles sedikit saja, sudah jadi itu barang! Dia bisa menulis dengan daya magis amat sangat luar biasa. Begitu menggigit. Begitu menggoda. Dan, begitu merangsang. Tulisannya enak dilahap. Tak terasa panjang dan tak membosankan meskipun panjang. Enak-enak baca, eh tau-tau udah habis.

Sekarang kita mundur sedikit ke belakang dulu. Ada kaitan erat antara frasa writing is breating dan writing is a way of life. Orang yang tidak bernafas tentu nasibnya akan tragis, ya nggak? Mati. Sebagai sebuah jalan hidup, maka penulis itu harus tetap menulis untuk menjaga kehidupannya. Demi menjaga dunianya, yaitu dunia kepenulisan.

Ada yang sudah menjadikan menulis itu sebuah profesi utama, dia dapat uang, dapat penghargaan, dan dapat kepuasan batin. Itu way of life dia. Ada juga yang menulis bukan sebagai pekerjaan utama menghasilkan uang baginya, namun ia terus menulis saban hari oleh karena kerinduan dia untuk terus berbagi. Nah, itu juga adalah way of life bagi dirinya. Terlalu berlebihan? Sangat tidak. Bagi orang-orang yang gemar menulis dan kegiatan menulis sudah mendarah-daging dalam hidupnya, akan sangat mudah memahami ‘kebenaran’ ungkapan ini. Mungkin memang masih akan terdengar lebaybagi mereka yang masih memandang menulis sebagai kegiatan buang-buang waktu yang tak berarti apa-apa.

Menulis sebagai way of life sudah banyak membuktikan kebenarannya sendiri. Bisa saja jalan hidup kita memang ada dalam dunia kepenulisan. Penulis buku Laskar Pelangi sudah menemukan jalan hidupnya sendiri. Penulis kisah Harry Potter sudah menemukan jalan hidupnya. Pengarang novel terkenal semisal Sidney Sheldon, Agatha Christi, John Grisam, dan banyak lainnya sudah pula menemukan jalan hidup mereka. Dari segi kepuasan batin sampai kepada raupan uang yang sangat banyak pun sudah diperoleh. Karenanya, tentu tak berlebihanlah kalau menulis dijadikan way of life setiap mereka yang mengaku penulis sejati. Ditekuni sungguh-sungguh, dan dilakukan sepenuh hati.

Cara pandang setiap orang tentang kenapa dia menulis tentu juga berbeda-beda, ya pasti dong, tidak ada isi kepala yang sama bukan? Isak Dinesen berkata bahwa “Aku menulis saban hari tanpa berharap dan tanpa putus asa”. Kalau saya sedikit berbeda dengan Isak dalam hal ini. Saya memang selalu menulis tanpa putus asa, tetapi saya selalu menulis dengan menaruh harap. Saban hari saya punya banyak harapan yang terentang amat jelas dalam benak dan harap saya tatkala menuliskan sesuatu. Misalnya saja, supaya setiap tulisan saya memberi arti bagi orang lain yang membacanya. Supaya dari setiap tulisan saya ada hikmah yang dapat dipetik orang lain. Kalau petani menanam sesuatu supaya dapat dipetik dan dinikmati hasilnya, demikian pula perasaan saya sebagai penulis. Supaya apa yang saya tuliskan bisa dipetik poin-poin penting di dalamnya, dan dapat dinikmati hasilnya. Nikmatnya sampai di tulang kata sebuah iklan.

Saya suka membaca pengalaman hidup tokoh-tokoh hebat, termasuk kisah para penulis besar. Bagaimana mereka memotivasi diri dan orang lain untuk sukses. Di setiap kegamangan pasti ada jalan keluar. Di setiap keraguan pasti ada pengharapan. Dan di setiap kebuntuan ide pasti akan lalu kemudian secara tak terduga muncul ide-ide brilian, yak tak terpikirkan sebelumnya. Kita hanya perlu banyak membaca, dan banyak minum kopi hehehe.

Johann Wolfgang von Goethe sekali waktu pernah berucap, bahwa apapun yang Anda lakukan atau yang Anda rasa mampu lakukan, maka lakukanlah itu sekarang juga. Mulailah. Dalam keberanian itu terdapat kecerdasan, kekuatan, dan keajaiban. Saya sebetulnya pernah menulis tulisan pendek tentang ‘Miracle of Writing’ yang pernah dimuat di majalah Indonesia di Amerika, namun majalah itu sudah lama hilang. Isinya tentang keajaiban-keajaiban dan berbagai mujizat yang terjadi oleh karena saya menulis. Base on true story saya. Mungkin sekali waktu akan saya tuliskan.

Awal mula keinginan saya menulis itu sudah muncul jauh sebelumnya, sejak kelas satu SMP. Saya dulu punya niat banyak untuk menulis banyak-banyak, namun terlalu sering semua itu urung untuk saya tuangkan entah kenapa. Takut salah. Takut memulai. Takut ini dan itu. Padahal langkah paling awal adalah niat dan nyali memulainya. Sampai suatu ketika saya membaca tulisan Ernest Hemingway yang pada intinya mengajak kita untuk mulai menulis, dan jangan menundanya. Ernest berpesan.....jangan cemaskan dirimu. Kamu sudah mampu menulis sebelumnya dan kamu sekarang akan kembali menulis. Apa yang perlu kamu lakukan adalah menulis satu kalimat yang benar. Tuliskan satu kalimat paling benar yang kamu tahu. Dan, yakinlah semuanya akan mengalir bagaikan aliran air sungai yang tiada tertahankan derasnya.

Let the pen do the talking. Biarkan penamu yang berpikir dan berbicara. Dalam kecepatan ada kebenaran. Makin cepat Anda menulis, makin banyak kejujuran yang Anda dapatkan. Jangan terlalu sibuk mencari-cari gaya, karena jika kamu bisa melompati mendekati kebenaran itulah justru gaya yang akan memperkaya tulisanmu. So, jangan menunda tetapi mulailah...ya, mulailah menulis.

Sama seperti John keats yang begitu meyakini kebenaran imajinasi, kitapun harus punya imajinasi yang benar sebelum menulis. John Keats bilang: Aku tidak tahu apa-apa selain punya keinginan yang kuat dari dalam diriku untuk mulai menulis suatu kebenaran imajinasi. Your imagination knows the truth and the truth is eternal. Imaginasi Anda tahu tentang kebenaran, dan kebenaran itu abadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun