Mohon tunggu...
Michael Sendow
Michael Sendow Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writter

Motto: As long as you are still alive, you can change and grow. You can do anything you want to do, be anything you want to be. Cheers... http://tulisanmich.blogspot.com/ *** http://bahasainggrisunik.blogspot.co.id/ *) Menyukai permainan catur dan gaple. Menulis adalah 'nafas' seorang penulis sejati. I can breath because I always write something...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ibu, Bagaimana Kabarmu Hari Ini?

22 Desember 2015   13:34 Diperbarui: 4 April 2017   16:39 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Happy Mother's Day"][/caption]

Menghormati dan menghargai seorang ibu adalah mutlak menjadi milik setiap anak. Tidak pernah ada seorang anak yang terlahir hanya untuk menciderai hati ibu yang melahirkannya dengan susah payah, dan tentu dengan curahan air mata.

Ibu akan tetap menjadi seorang ibu bagi anaknya sampai kapanpun, meski sang anak sudah beranjak dewasa dan ketika rambutnya sendiri sudah mulai memutih.

Maka adalah benar ketika seorang Karl Lagerfeld menyuarakan ungkapan berikut, “The only love that I really believe in is a mother’s love for her children.” Ibu akan tetap mencintai anaknya, kendatipun kerap kali sang anak justru berulang kali menorehkan kepahitan dan membuat mata sang ibu bengkak oleh karena tangisan yang tak kuasa ia tahan. Anak adalah bagaikan anak panah yang sangat tajam, selalu akan terbang cepat menuju tujuannya. Menuju masa depannya sendiri. Namun, ibu sebagai sang busur tidak akan pernah lepas pengaruhnya bagi sang anak. Busur itulah yang akan terus menemani sang anak panah, supaya dia dapat melesat cepat di setiap kesempatan. Tanpa busur, maka anak panah itu bukan apa-apa.

***

.....Di suatu senja, ada seorang anak yang sementara adu mulut dengan ibunya. Lalu, sang anak tiba-tiba berargumentasi dengan amat keras. Perdebatan itu berlangsung cepat namun keras. Tiba-tiba, di ruangan makan itu, sang anak memukul meja makan sampai beberapa piring makanan jatuh berserakan. Ia membentak kasar. Ia berteriak. Ia lantas kemudian melangkah pergi keluar rumah, tak lupa membanting pintu sekeras-kerasnya. Rupanya perdebatan sengit itu adalah menyangkut beberapa hal prinsipil yang tak bisa disatukan antara pendapat sang ibu dan sang anak.

Dalam kekesalan luar biasa, sang anak ini (yang sudah mau lulus kuliah) bertahan untuk tidak pulang rumah sampai lewat tengah malam. Sampai akhirnya ia mesti ditelpon bapaknya yang amat sangat bijaksana. Terlontar kalimat ini dari mulut bapaknya, "Kamu boleh saja marah. Kamu boleh saja kesal. Kamu boleh saja punya pendapat sendiri yang kamu anggap benar. Tetapi kamu jangan bersikap seperti itu, memukul meja dan membanting pintu, bicara kasar kepada ibumu.....Itu tidak baik. Pulanglah kamu sekarang." Anak itu pun pulang, menuruti kata-kata ayahnya. Waktu sudah menunjukkan pukul dua tengah malam.

Lalu sang anak membuka pintu rumah yang tidak dikunci, dan berjalanlah ia perlahan-lahan menuju kamarnya. Langkahnya agak terhenti ketika melewati kamar dimana ibunya biasa tidur. Pintu tidak ditutup rapat. Ia lantas seketika itu juga berhenti melangkah. Langkahnya terhenti oleh karena saat itu terdengar tangisan ibunya.  Rupanya sang ibu belum bisa tidur. Sang anak melirik apa yang terjadi di dalam kamar.

Olehnya nampak jelas ibunya saat itu sementara terisak-isak sambil memukul-mukul dadanya. Ini adalah pertanda bahwa ia sangat sakit hati atas apa yang terjadi di meja makan tadi. Perlahan masih terdengar ia berkata lirih, lebih tepat bergumam pada dirinya sendiri, "......Oh anak....apapun yang kamu lakukan, ibu akan tetap sayang kamu. Ibu ndak pernah bermaksud mengecilkan usaha-usahamu. Aku akan selalu mendoakanmu, nak...." Sambil menatap cermin dan menyeka air matanya. Habis itu ibu ini berdoa pelan untuk anaknya itu. Hampir di setiap kalimat anak itu mendengar namanya disebut berulang kali. Ia lalu melanjutkan langkahnya menuju kamar tidurnyanya, dan tanpa terasa air matanya turut menitik.

Penyesalan memang selalu datang di belakang. Dan penyesalan itu akan sangat menyesakkan dan perih. Anak itu sadar sesadar-sadarnya bahwa ia telah begitu rupa mendukakan hati ibunya. Orang yang sudah merawat, membesarkan, dan mengasihinya dengan tulus. Orang yang tidak mungkin diduakan kasih dan cintanya. Sesungguhnya berbeda pendapat tidak usah menjadikan dirinya bersikap kasar dan membentak-bentak ibunya. Sungguh tidak tau malu.

Rasa itulah yang akan terus membekas di hati saya sampai kapanpun, dan terus berusaha saya 'bayar' dengan cara apapun, untuk membahagiakan ibu saya. Karena apa? Karena sang anak dalam cerita di atas itu adalah saya sendiri. Anak tak tau diri yang pernah membentak-bentak, bicara kasar, memukul meja makan dan membanting pintu rumah itu belasan tahun yang lalu. Anak yang kemudian menjadi sangat rapuh sehingga tak berdaya sampai terjatuh sujud di kaki ibu untuk sekedar meminta maaf darinya, dan meminta restu darinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun