Mohon tunggu...
Michael Sendow
Michael Sendow Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writter

Motto: As long as you are still alive, you can change and grow. You can do anything you want to do, be anything you want to be. Cheers... http://tulisanmich.blogspot.com/ *** http://bahasainggrisunik.blogspot.co.id/ *) Menyukai permainan catur dan gaple. Menulis adalah 'nafas' seorang penulis sejati. I can breath because I always write something...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Belajar Menjadi Miskin

7 Januari 2013   11:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:24 871
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Setiap manusia dituntut untuk selalu belajar. Ada yang mengatakan bahwa hanya manusia bodoh dan pemalas yang tidak pernah mau belajar. Belajar adalah sebuah proses, dan proses tersebut tidak boleh putus. Orang Barat (kita menyebutnya bule-bule) mengatakannya sebagai lifetime learning atau juga never ending education.Kita mungkin bertanya sejenis makanan apaan sih itu? Sederhananya saya membahasakan itu sebagai belajar seumur hidup dan karenanya seumur hidup kita adalah untuk terus belajar. Kenapa harus terus-terusan belajar? Karena kita bukan Tuhan, maka kita harus belajar, dan belajar, dan teruslah belajar. Sepanjang kita meniti hidup ini, sampai suatu saat nanti ketika ajal datang menjemput kita, selama itu pula kita harus terus belajar.

Apa yang perlu kita pelajari selama itu? Banyak! Bukan hanya belajar pelajaran sekolah, tapi pelajaran-pelajaran yang tidak Anda temui di bangku sekolah. Belajar untuk sabar, belajar memahami dan menjalani hidup, belajar untuk mampu mensyukuri apa yang sepintas terlihat tak pantas disyukuri, belajar menahan amarah, belajar mencintai orang yang sepertinya tak layak dicintai, belajar mengasihi mereka yang berbeda dengan kita, belajar memberi dari segala kekurangan kita, dan masih banyak lagi. Termasuk belajar hidup secukupnya, tidak serakah dan berlebihan. Pelajaran yang kita terima dan peroleh tersebut akan membuat kita semakin kaya dalam hidup ini. Apapun jabatan dan status sosial yang kita sandang.

Kita memang hanyalah manusia biasa. Kita adalah ciptaan dan bukannya Sang Pencipta. Sebagai akibat dari kebukanan kita sebagai pencipta tapi kehanyaan kita sebagai manusia, serta merta menjadikan kita nisbi terhadap kesempurnaan dan absolut terhadap kelemahan dan ketidaksempurnaan. Kita punya bergudang-gudang kekurangan dan berkarung-karung kelemahan. Oleh karenanya jangan pernah ada yang memegahkan diri. Jangan pernah ada yang merasa paling pintar, paling berkuasa, paling maha tahu, paling sempurna, dan tidak pernah merasa berbuat salah. Serempak kita mesti semakin menyadari bahwa kita bukan siapa-siapa, dan bukan apa-apa tanpa campur tangan Tuhan dalam hidup kita.

So people, apa arti semuanya itu? Gampang. Artinya bahwa Anda dan saya tidak ada yang luput dari kesalahan. Lantas apa tindakan kita setelah mengetahui bahwa kita tidak sempurna? Yah koreksi diri masing-masinglah. Jangan terlalu arogan dan merasa diri begitu perfect sampai-sampai orang lain kita anggap so stupid. Anda dan saya, kita semua, harus terus belajar dan belajar lebih keras lagi di sepanjang hidup kita, selagi masih diberi kesempatan untuk itu (baca: selama hayat masih dikandung badan).

Lantas apakah kita juga boleh belajar dari kekurangan dan keterbatasan? Oh, sangat boleh saudara-saudara sekalian. Sangat boleh, bahkan harus. Begini sobat-sobat sekalian. Coba pejamkan mata kita barang sebentar saja. Nah, begitu dong. Sekarang buka matanya lebar-lebar. Apa perbedaan paling mendasar ketika mata kalian tertutup dan tatkala membukanya kembali? Apa…? Kurang keras jawabannya, saya tak begitu mendegarnya. Nah, begitu dong! Jawabannya tepat sekali. Terang dan gelap. Atau gelap dan terang. Ketika mata tertutup – gelap. Begitu mata dibuka – terang. Kenapa saya menanyakan ini? Sekaranglah waktunya Anda menunjukkan kemampuan hasil belajar Anda. Darimana Anda tahu bahwa yang gelap itu gelap dan yang terang itu terang? Bagaimana Anda membedakannya dan apa makna terselubung dari adanya gelap dan terang (habis gelap terbitlah terang)? He he he bingung? Iya, saya juga.

Saya pengen banget mengulangi sekali lagi, Mengulangi untuk mengatakan bahwa janganlah hendaknya kita berpikir berpikir bahwa belajar itu hanya diperoleh dari bangku sekolah. Sama sekali bukan itu yang saya maksudkan dalam hal ini. Belajar adalah setiap kali kita dapat mengambil hikmah dari apa yang terjadi di sekitar kita, maupun di dalam diri kita. Peristiwa dan kejadian-kejadian tersebut dapat saja melalui alam, orang-orang di lingkungan sekitar kita, keluarga terdekat kita, ataupun tetangga jauh yang tidak kita kenal sama sekali. Belajar yang demikianlah yang saya maksudkan wahai saudara-saudari sebangsa dan setanah air (kayak pidato Bung Karno aja….).

Sudah terlalu sering dan banyak contohnya kita disuruh, diminta, diajak, bahkan setengah dipaksa untuk belajar dari kelebihan-kelebihan, kehebatan-kehebatan, keberuntungan-keberuntungan dari orang-orang terbaik. Kita diminta untuk mengintip tips-tips dan ‘how to become’nya orang-orang terkenal tersebut. Bahkan saking penasarannya tak sedikit yang pengen menjelma secepat kilat menjadi seperti sang idola tersebut. Tak sedikit yang coba-coba untuk sesegera mungkin menjadi orang yang super duper hebat. Atau ada yang kepengen banget menjadi seseorang yang instantly rich.

Kita kemudian seperti terhipnotis untuk mangut-mangut, menerima, dan setuju banget terhadap berbagai ‘ajakan instant’ yang tidak pada tempatnya. Okelah kita tidak perlu munafik. Siapa sih yang tidak mau sukses? Siapa sih yang tidak pengen jadi kaya raya? Siapa sih yang tidak suka jadi orang terkenal dan disanjung-sanjung? Tapi sekali lagi, apapun yang kita kejar dan idamkan mesti diperjuangkan dan diusahakan. Tidak jarang, bahkan harus dengan darah dan air mata. Dan lagi, apa yang diperoleh secara instant biasanya akan hilang secara instant pula. Trust me on this one, folks!

Sekarang saya ingin menyentil sedikit tentang ketertarikan kita dan obsesi kita yang begitu menggebu-gebu untuk belajar dari mereka yang sudah sukses secara keuangan, mapan, dan memiliki harta melimpah. Mereka yang sudah berada pada daftar manusia-manusia paling kaya. Banyak penulis (termasuk penulis buku) yang menyarankan, dan bahkan menggugah Anda untuk menjadi seperti orang-orang kaya tersebut. Contoh orang-orang kaya ditampilkan, sebut saja Donald Trump, Bill Gates, Carlos Slim, Warren Buffet, Rockefeller, dan masih banyak lagi. Wah, siapa tidak kepengen jadi seperti mereka silahkan angkat kaki? Semuanya tentu kepengen banget jadi seperti mereka bukan? Hanya segelintir “orang gila” yang menolak mentah-mentah untuk jadi orang kaya. Apakah cita-cita menjadi orang kaya itu salah? Tentu saja tidak.

Keinginan menjadi orang kaya sah-sah saja. Tapi itu akan menjadi sangat berbahaya dan cenderung menjadi negatif ketika sudah berubah menjadi sebuah obsesi buta. Orang yang terlalu terobsesi menjadi kaya, bisa menjadi nekat dan timbul tekad untuk melakukan apapun, termasuk menghalalkan segala cara untuk mewujudkan obsesinya itu. Yang paling kentara adalah melakukan korupsi. Orang-orang ini sebetulnya sudah lebih dari cukup (baca: kaya), tapi karena obsesi buta mereka menjadi SERAKAH. Di negeri ini, pejabat dan penguasa sudah hafal betul bagaimana melakukan korupsi yang benar. Ini yang sangat berbahaya. Ini racun masyarakat modern. Ini bumerang bagi orang yang terlalu haus kekayaan. Dan orang-orang seperti itu perlu sekali belajar menjadi orang miskin. Belajar menjadi orang-orang gagal. Lebih tepatnya, orang-orang gagal yang sukses. Selamat Hari Senin, folks! ---Michael Sendow---

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun