Mohon tunggu...
MICHELLE FELICIA
MICHELLE FELICIA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Antropologi, Universitas Airlangga

Hai! Saya menyukai kegiatan menulis dan membuat desain grafis. Konten sosial-humaniora adalah topik favorit saya. Selamat membaca!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Nilai Mitos dalam Transformasi Dongeng Menurut Teori Fungsionalisme Bronislaw Malinowski

26 November 2022   09:19 Diperbarui: 26 November 2022   18:19 752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia merupakan negara dengan bentuk kekayaan sumber budaya yang berlimpah bagi masyarakatnya. Negara dengan 200 juta lebih penduduk yang tersebar dari Sabang sampai Merauke dengan setiap daerah yang menghasilkan kebudayaan dengan nilai tinggi sesuai dengan eksistensinya. Adanya kekayaan dalam penghasilan mengenai kebudayaan lantas tidak dapat langsung diartikan bahwasannya pola pikir terdidik masyarakat dinilai mengalami kemajuan. 

Perkembangan dan pemerataan pendidikan yang masih jauh dari skala prioritas pembangunan menyebakan adanya asupan pendidikan dan ilmu belajar bagi setiap masyarakat di Indonesia yang tidak merata. Bagi mereka, kendala yang paling umum adalah kurangnya dana/biaya pendidikan yang seharusnya diberikan oleh pemerintah setempat kepada sejumlah masyarakat tidak mampu untuk memeroleh keadilan dalam belajar. Hal tersebut menyebabkan beberapa warga kemudian masih memiliki pola pikir yang kuno dan dianggap menghambat adanya proses globalisasi ke dalam negara. Oleh sebab itu, beberapa warga Indonesia masih dalam status masyarakat/populasi dengan pendidikan yang rendah.

Pada masyarakat pedalaman, mereka jauh lebih memercayai keberadaan mitos yang berfungsi sebagai bentuk penghormatan terhadap nenek moyang leluhur maupun Sang Penjaga Alam. Mereka seringkali mengaitkan peristiwa-peristiwa alam dengan mitos yang tumbuh dan beredar. Eksistensi mitos yang berkenan dalam pemikiran masyarakat pedesaan/pedalaman pada umumnya menyebabkan proses pembaharuan zaman menjadi sedikit terhambat karena adanya gaya hidup yang tidak sesuai dengan konsep globalisasi. Karenanya, masyarakat pedalaman dinilai tidak memiliki pendidikan yang cukup dan keterlambatan dalam menerima proses arus global.

Sebaliknya, konsep mitos dianggap sedikit banyak mulai luntur khususnya pada masyarakat perkotaan yang tidak lain disebabkan adanya proses globalisasi. Selepas masa pandemi COVID-19, masyarakat mulai bergegas menyeimbangkan gaya hidup mereka yang tertahan selama dua tahun. Pada masyarakat perkotaan, mereka lebih akrab dengan gaya hidup yang bersifat hedonisme karena adanya arus global yang terjadi secara cepat. Orang perkotaan cenderung melakukan aktivitas menggunakan akal dan logika. Sebagian besar dari mereka melakukan persaingan dalam mempertahankan hidup daripada saling mengayomi dan membantu layaknya yang orang pedesaan umumnya lakukan.

Pengaitan antara kedua belah pihak (masyarakat kota dan masyarakat pedesaan) dilakukan sebagai pertimbangan yang relevan terhadap budaya belajar dan pola pikir masyarakat. Pembelajaran yang didapatkan masyarakat hingga tumbuh dengan konsep pola pikirnya masing-masing dilakukan dengan pengenalan budaya sejak dini. 

Mulanya, kategori mitos yang dikenalkan kepada anak-anak adalah dongeng. Semua orang tua di setiap kalangan umumnya membacakan dan mengenalkan dongeng kepada anak mereka. Sekalipun mereka menempuh kehidupan di sekolah, mereka dikenalkan dengan dongeng-dongeng yang terkenal seperti Malin Kundang, Timun Emas, serta Bawang Putih dan Bawang Merah. Dongeng yang dikenalkan bersifat ringan sehingga pengartian dari dongeng tersebut dapat diterima melalui kapasitas otak untuk anak-anak belajar.

Dongeng hidup di berbagai penjuru dunia karena alur ceritanya yang mudah diterima oleh semua kalangan teutama anak-anak. Fungsi dongeng untuk diambil pesan moralnya menciptakan sebuah transformasi baru adanya konsep dongeng sebagai alat media belajar anak-anak sebelum masuk ke dunia persekolahan. Di Indonesia, dongeng merupakan bentuk dari karya sastra yang beberapa jenisnya masuk ke dalam folklor karena tidak diketahui siapa pengarangnya dan beberapa dibentuk secara sengaja untuk mendidik anak sesuai zamannya.

Anak-anak adalah konsumen utama dalam dongeng yang berkembang. Anak-anak baik usia bayi maupun usia sekolah dasar lekat dengan dongeng-dongeng Indonesia maupun luar negeri. Dongeng merupakan suatu cerita khayalan yang didalamnya terdapat sebuah pesan moral baik tersirat maupun tidak tersirat yang dianggap suci karena beberapa dari dongeng tersebut masih berkesinambungan dengan mitologi-mitologi terdahulu. Dongeng dibuat dalam bentuk karakter manusia maupun hewan (fabel) dan beberapa yang lain dibentuk dalam bentuk benda, kendaraan, dan lain-lainnya. Dongeng merupakan suatu sarana awal pendidikan pada anak tentang pendidikan moral yang dilakukan baik secara lisan maupun non-lisan.

Dongeng memiliki nilai fungsi yang positif bagi anak. Beberapa dongeng dibuat untuk membuat anak-anak memiliki kepribadian yang positif sejak ia dini. Fungsi lain dongeng adalah sebagai hiburan bagi semua kalangan. Dongeng yang dibukukan seringkali memikat masyarakat tanpa rentang usia dan kalangan. Anak-anak semakin menyukai dongeng apabila dongeng tersebut disajikan dalam bentuk fabel seperti Kelinci dan Kura-Kura, Bebek yang Buruk Rupa, dan Si Kancil Pencuri Timun. Anak-anak juga terpikat dengan dongeng yang didalamnya terdapat hewan yang mereka sukai. 

Tradisi mendongeng kepada anak-anak pada diri masyarakat perlahan luntur. Orang tua dan anak dianggap dapat memiliki keterikatan sosial apabila mendongeng kepada anak mereka sebelum tidur. Dalam beberapa kasus, anak-anak memang lebih suka tidur saat dinyanyikan sesuatu daripada diceritakan sebuah dongeng. Mendongeng dianggap memiliki sisi positif karena adanya keterikatan dan pembelajaran untuk mengenali warna dan gambar (pada dongeng yang dibukukan). 

Selain itu, mendongeng juga membantu anak untuk menerapkan khayalan dalam pikiran mereka yang baik dan terstruktur. Anak-anak juga dapat melatih pengucapan mereka dan menambah kosakata baru dari dongeng yang dibacakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun