Mohon tunggu...
Michael D. Kabatana
Michael D. Kabatana Mohon Tunggu... Relawan - Bekerja sebagai ASN di Sumba Barat Daya. Peduli kepada budaya Sumba dan Kepercayaan Marapu.

Membacalah seperti kupu-kupu, menulislah seperti lebah. (Sumba Barat Daya).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hak Asasi Hewan: Sebuah Basa-Basi?

29 April 2022   13:30 Diperbarui: 30 April 2022   09:43 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kekuatan terbesar yang ada pada manusia bukanlah pada ototnya yang besar, bukan juga pada suara teriakannya yang keras. Kakuatan terbesar manusia terletak pada kemampuannya mengimajinasikan masa depannya dan mendorong dirinya untuk hidup sesuai dengan apa yang diimajinasikan itu.

Beberapa tahun silam sering kita dengar himbauan-himbauan yang sudah tidak asing bagi kita bahwa kita harus menghemat penggunaan minyak bumi. Alasannya sederhana saja. Kita sama-sama takut kehabisan sumber utama energi mesin yang ada di planet Bumi. Bahwa minyak bumi hanya bisa dihasilkan dari fosil-fosil tumbuhan dan hewan yang sudah terkubur di bawah lapisan kulit bumi beribu-ribu tahun lalu. Tidak ditemukan cara lain untuk memperbaharuinya.

Namun kenyataannya bumi tidak pernah kekurangan energi. Yang kurang adalah pengetahuan kita untuk mempelajari dan mengubahnya sesuai kebutuhan manusia. Jumlah energi yang tersimpan dalam bahan bakar fosil jauh lebih kecil dibandingkan jumlah energi yang bisa diperoleh dari Matahari. Yang bisa diakses oleh setiap orang secara gratis.

Sayangnya, kemampuan yang dimiliki manusia kerap juga mengabaikan tatanan alam semesta. Untuk meningkatkan produksi kebutuhan bahan makanan, banyak hewan didomestifikasi dan dibantai secara brutal. Di sisi lain, kita dipertontonkan dengan sikap arogansi manusia yang demi sekadar memperoleh kesenangan memaksa hewan melakukan hal-hal yang tidak disukainya baik lewat sirkus, pacuan kuda dan lain sebagainya.

Ada arena sabung ayam menggunakan pisau. Kedua  ayam yang dipertandingkan tetap sama-sama menderita. Bedanya, ada yang mati dan ada yang tetap hidup namun tubuh penuh luka pisau. Burung yang dikurung hanya untuk sebagai pajangan dan berkicau di teras depan rumah. Di daerah-daerah tertentu di Provinsi NTT, ada juga yang menjadikan anjing sebagai makanan khas dengan harga mahal yang biasa disebut RW.

Banyak orang mungkin beranggapan bahwa hewan ternak adalah makhluk hidup yang tidak bisa merasakan nyeri dan stress. Kini hewan-hewan itu kerap diproduksi secara massal di fasilitas-fasilitas industrial. Kelihatannya saja hewan-hewan tersebut dirawat dengan hati-hati, diberi makan yang cukup dan disuntikkan obat, namun itu semua bukan karena perhatian dan kepedulian terhadap kebutuhan biologis si hewan. Tubuh dan bobot hewan-hewan tersebut dibentuk hanya agar sesuai dengan permintaan pasar.

Sebagai makhluk hidup, hewan tidak hanya memiliki kebutuhan makan minum yang mesti dipenuhi, tetapi juga memiliki kebutuhan sosial dan psikologis. Sejak jaman purba kala ayam sudah terbiasa dengan mencari makan di area terbuka dan babi sudah terbiasa saling berkejaran di hutan luas dengan kawanannya.

Namun sekarang, ayam sudah dikurung. Ayam dibatasi kegemarannya untuk mencari makanan dan mematuk-matuk. Lima sampai lima belas ekor ayam bahkan lebih dipaksa masuk dalam satu kandang yang sempit. Bahkan ada kandang yang sedemikian sempit sehingga untuk menggepakkan sayap atau berdiri tegak saja tidak bisa.

Mirip dengan nasib ayam, babi pun demikan. Peternakan babi biasa mengurung babi betina yang sedang menyusui di dalam kandang-kandang yang sempit sehingga mereka menghabiskan seluruh hidupnya hanya dengan makan dan tidur. Lalu anak-anak babi yang masih membutuhkan induknya diambil paksa dan dipisahkan untuk mempercepat proses pertumbuhan. Mimpi akan berkejar-kejaran dengan sesama anak babi lain pun dipaksa terkubur dalam-dalam.

Cerita dari si sapi perah pun tidak kalah jauh berbeda. Sepanjang hidup yang dialaminya hanya berdiri, duduk, makan, dan tertidur berselimutkan air kencing dan tahinya sendiri. Mereka hidup hanya untuk memenuhi kebutuhan manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun