Mohon tunggu...
Michael Christian Budianto
Michael Christian Budianto Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

The only wisdom is in knowing you know nothing

Selanjutnya

Tutup

Politik

#2019GantiOtak

8 Januari 2019   10:16 Diperbarui: 8 Januari 2019   11:24 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semakin mendekati kontestasi politik tanah air, penulis semakin menyadari betapa ruwetnya kehidupan politik tanah air. Seharusnya, menjelang kontestasi politik, diadakan adu gagasan, adu program dan saling mengkonfrontir fallacies yang kerap dilontarkan pihak-pihak yang berkompetisi.

 Setidaknya, hal inilah yang penulis harapkan, melihat proses politik praktis ideal di negara demokrasi yakni mengedepankan humanisme dan rasionalitas.

Miris, suasana kontestasi politik tanah air kerap diwarnai konflik horizontal. Mulai dari menggunakan ayat kitab suci untuk mendukung calon pemimpin, 'menjual' isu-isu SARA hingga mengadakan kontes membaca kitab suci. Tentu saja, hal ini bukanlah perkara baru, komoditas politik semacam ini sudah sering 'diolah' elit elit politik, serta dengan mudahnya 'ditelan' oleh mayoritas masyarakat Indonesia yang illiterate.

Sehingga, masyarakat tidak memiliki sebuah 'state of mind' yang rasional dalam memutuskan pilihan politknya. Mereka mudah terindoktrinasi oleh nilai-nilai yang tidak logis dan relevan dalam memilih calon pemimpin bangsa.

Oleh karena itu, masyarakat mudah jatuh kedalam penggiringan opini yang dilancarkan elit politik. Persis seperti pernyataan Machiavelli bahwa, "Semakin bodoh masyarakat, maka semakin mudah pemerintah melancarkan propagandanya." Tentu saja, ujung dari kesemerawutan ini jelas, pendidikan yang  mengedepankan 'prestasi' di atas 'literasi'.

Kehidupan berpolitik tanah air berada di titik yang memprihatinkan. Masyarakat kita masih buta terhadap politik ideal di negara demokrasi. Hal ini disebabkan cacat logika di kalangan masyarakat awam serta kebobrokan literasi. Masyarakat tidak mampu membuat keputusan yang benar. Padahal, keputusan yang benar adalah konsepsi dasar untuk mewujudkan masyarakat yang sehat dalam mazhab demokrasi.

Ketidakmampuan mayoritas masyarakat Indonesia untuk memahami suatu pernyataan dengan baik (reading comprehension skills yang rendah), mengakibatkan mudahnya menlontarkan tuduhan-tuduhan yang out of context bahkan out of the galaxy. Misal, sebuah unggahan di media sosial mengenai complain terhadap oknum tertentu, yang 'menggoreng' isu PKI untuk kepentingan politik. 

Namun, respon terhadap unggahan tersebut justru tidak nyambung, misalnya "adminnya kafir ya?", "admin pro PKI/liberal?", dan berbagai tanggapan ngawur lainnya. Hal itu jelas out of context dari premis atau argumen yang dituju dalam pernyataan tersebut. Padahal, pengunggah ingin menunjukan keresahannya atas hoax yang mengatakan bahwa PKI bangkit, serta menggunakan isu palsu tersebut untuk menggiring opini dan memusuhi kubu oposisi. Padahal, PKI sendiri sudah ditetapkan sebagai organisasi terlarang.

Namun, sebelum bergerak lebih jauh, mari kita telaah pengertian tekstual dari demokrasi. Sehingga, kita mampu memahami bagaimana seharusnya peran masyarakat dan elite politik di dalam negara demokrasi. Menurut Abraham Lincoln (darimane nih?), demokrasi adalah sebuah sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Artinya, sistem pemerintahan yang ada harus mengembalikan tatanan kekuasaan kembali ke tangan rakyat. Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana kekuasaan tersebut dapat berada di tangan rakyat apabila mayoritas masyarakat tidak dapat membuat keputusan yang benar? Serta tidak bisa memahami suatu pernyataan dengan baik?

Tentu saja, hal ini akan merusak mazhab dari demokrasi itu sendiri, masyarakat seharusnya tidak buta dan dapat memanfaatkan setiap hak nya dengan baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun