Mohon tunggu...
Miarti Yoga
Miarti Yoga Mohon Tunggu... Penulis - Konsultan Pengasuhan

Mengenal Diri, Mengenal Buah Hati

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Jujur, Syukur, Mujur

30 Agustus 2021   06:50 Diperbarui: 30 Agustus 2021   07:05 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membentuk anak supaya menjadi manusia yang pandai bersyukur, tentu akan sulit jika dilakukan oleh orangtua yang  sangat hobi mengeluh. Jika diibaratkan, mungkin seperti seorang ibu yang "keranjiangan" nonton tayangan gosip menyuruh anaknya belajar plus melarangnya nonton TV.

Kira-kira, logikanya bagaimana? Anomali, bukan?

Hmmmm.... Rupanya kita perlu mengulang kembali pemahaman. Kita pelajari kembali bahwa karakter itu transformatif. Karakter itu terkirim dan terserap. 

Karakter itu memiliki model aksi-reaksi. Semakin lingkungan berwacana  tentang kelemahan, maka semakin kecil kemungkinan bagi anak kita untuk bisa berkata "kuat". 

Semakin orangtua berkata "bodoh" makan semakin mengikislah kemungkinan mereka untuk bisa hebat. Semakin sering kita menyebarkan virus-virus pesimistis, maka semakin banyaklah kata "mustahil" mereka ucapkan.

Sering kita merasa serba kurang dengan fasilitas yang ada atau dengan fasilitas yang kita dapat. Saat orang lain memiliki handphone baru -sementara handphone kita masih jadul dan kondisi fisiknya pun sudah usang-, betapa dramatisnya kita mencerna kondisi tersebut. Sampai kita membuat sebuah keyakinan di mana tiada hari tanpa berharap handphone baru yang lebih cangih dengan aplikasi super lengkap.

Keinginan yang hampir tak bisa ditunda itu  mengalir tanpa melirik sisi kanan dan kiri. Kita tak sadar bahwa banyak sekali orang di sekitar kita yang mungkin tak punya uang satu rupiah pun untuk sekadar membeli satu kiogram beras. 

Kita lupa bahwa masih banyak orang yang garis kesulitannya jauh di atas kita. Kita juga lupa bahwa penghasilan bulanan tetangga atau teman kita hanya seperberapa penghasilan yang biasa kita dapat.

Suatu siang, saya merasa tertohok dengan kisah kehidupan seseorang yang baru saya kenal. Dia bersuamikan seorang lelaki super jujur yang hanya berijazah SMP, namun kini menjabat sebagai kepala divisi aset di sebuah perusahaan terkemuka. Bisa dibayangkan, sebuah jabatan yang tak bisa diamanahkan begitu saja secara asal.

Dan ternyata, bagian dari kunci keberhasilannya adalah jujur dan syukur. Hal yang kadang-kadang dianggap ringan padahal sangat tak sederhana dalam menjalaninya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun