Mohon tunggu...
Miarti Yoga
Miarti Yoga Mohon Tunggu... Penulis - Konsultan Pengasuhan

Mengenal Diri, Mengenal Buah Hati

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tausyiah Bocah

17 Juni 2020   23:25 Diperbarui: 18 Juni 2020   10:20 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

oleh: Miarti Yoga

Tulisan ini sebagai lanjutan dari satu artikel yang berjudul "Kehidupan Adalah Mata Pelajaran". Isi dari tulisan tersebut, tentang sebuah tafakur atas proses belajar anak, di mana seisi rumah dengan segala konteks dan dinamikanya merupakan sumber belajar yang murah dan berharga.

Nah, suatu pagi, saya tertegun (atau lebih tepatnya melongo), saat si bungsu Zidni yang baru akan menginjak dua setangah tahun, berujar dengan spontan. "Miii, kalau orang meninggal itu bakal hidup lagi ga Mi?" Pertanyaan dengan intonasi menggemaskan, plus dikuatkan dengan aksen ekspresi yang lepas.

Saya pun terjeda alias tak langsung menjawab. Lalu berpikir tentang kalimat yang tepat sebagai jawaban untuk "bayi" 29 bulan.

(Dalam hati). Hakikatnya setiap manusia akan dihidupkan kembali (dibangkitkan). Tapi saya berusaha menakar maksud dari pertanyaan anak saya. Dan asumsi yang saya taksir adalah "apakah orang yang sudah meninggal bisa bangun lagi?"

Lalu saya menjawabnya dengan pelan. "Orang meninggal itu, tidur selamanya, Ziid. Gak mungkin datang lagi. Nah, kalau kita-kita nih yang masih hidup. Ketika kita tertidur, walaupun tidurnya pulaaaas, itu akan bangun lagi". 

Demikian jawaban saya, sambil hati-hati mengemas kalimat, agar bocah dengan pertanyaan di luar dugaan itu tetap berada dalam "track" ketauhidan plus berkembang logika sebab akibatnya.

Sebagai orang tua dengan segala kekurangan, saya sangat menikmati segala proses alamiah yang tanpa sadar MENUMBUHKEMBANGKAN kemampuan anak, baik dari sisi spiritual, pemahaman, emosional, dan lain-lain. Maka "budaya mengobrol" pun saya masukkan ke dalam kurikulum kehidupan kami di keluarga.

Artinya, sesederhana bangunan dialog antara kita dengan anak-anak, tanpa sadar kita sedang mengantarkan visi misi kehidupan (maaf jika istilahnya terlalu kaku). Dan ketika dengan alamiahnya kita berkumpul dalam satu waktu dan satu tema obrolan, hakikatnya adalah sebuah HALAQAH (lingkaran pertemuan) di mana kita saling berbagi "insight". 

Bahkan sesederhana berbicara masa lalu kita kepada mereka, tanpa sadar kita sedang mempersuasi pentingnya KETANGGUHAN, pentingnya ENDURANCE, pentingnya HIDUP TAHAN BANTING (lebih enak ketika pengucapan kalimat tersebut sambil diberi latar lagu yang heroik hingga menyerupai monolog).

Dan bila pada tulisan sebelumnya saya mengangkat hakikat life skill sebagai seni bertahan hidup, lalu saya juga bercerita tentang kedua anak saya yang biasa menjadi asesten membantu saya mengetik di smartphone hingga akhirnya mereka terbiasa menulis sesuai kaidah, pada tulisan ini pun saya ingin membuktikan bahwa terhampar luas MATA PELAJARAN di ruang-ruang terdekat kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun