Mohon tunggu...
Miarti Yoga
Miarti Yoga Mohon Tunggu... Penulis - Konsultan Pengasuhan

Mengenal Diri, Mengenal Buah Hati

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tobat dari Menyalahkan Latar Pendidikan

6 Juni 2020   13:16 Diperbarui: 6 Juni 2020   13:33 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

oleh: Miarti Yoga

Salah satu yang cukup sulit diredam pada diri adalah menyalahkan keadaan. Termasuk, menyalahkan masa lalu. Bahasa slebornya, "susah move on". Atau kalau meminjam istilah yang biasa dipakai di dunia hypnoterapi, semacam "rekaman bawah sadar". Pun untuk kita-kita yang hari ini masih relatif sulit "melupakan mantan".

Hal demikian biasanya akan berbanding lurus dengan unproduktivitas.

Hari ini, di zaman ini, bahkan di tengah kondisi istimewanya dampak Covid-19, kita memiliki sekian tuntutan untuk sekadar DAPAT BERTAHAN. Dan kalau kita "mengobrak-abrik" (baca: mempelajari) teori pembelajaran life skill, maka salah satu albumin (inti) dari pembalajaran life skill adalah kemampuan bertahan hidup.

Dan ini berlaku di setiap ranah aktivitas. Di dunia perdagangan, di dunia pendidikan, kesehatan, kepenulsan, atau di ranah bisnis kreatif dan di ranah lainnya. Setiap kita BERJIBAKU dalam persaingan.

Maka sangat wajar bila, semakin banyak muncul KETIDAKBAKUAN pekerjaan. Atau dalam istilah sederhana, BANTING SETIR. Dengan kondisi dirumahkan, maka banyak orang dengan secepat kilat banting setir mencari mata pencaharaian baru di bidang tertentu. Bahkan ada orang yang awalnya cukup dengan beraktivitas  sebagai pegawai kantoran, lantas melakukan diversifikasi mata pencaharian dengan nyambi berjualan atau memproduksi produk makanan, misalnya.

Untuk sebuah upaya mempertahankan kehidupan, setiap manusia pada akhirnya BERKREATIVITAS, mencari solusi yang diharapkan, bahkan ditargetkan.

Namun persoalannya, tak sedikit di antara kita yang kemudian membenturkan diri dengan KELUHAN. Keluhan yang paling khas adalah "merasa bukan ahlinya", atau "merasa tidak cocok", "merasa bukan passion", atau bahkan dalam istilah yang lebih ringan, "merasa nggak dapet feel aja gitu". Atau ada juga keluhan yang relatif lebay seperti "ah da aku mah capeeee. Gak kuaaat."

Pun tak sedikit yang hingga hari ini masih saja menyalahkan latar pendidikan. Misalnya, ketika kita tidak mahir atau ada banyak kekurangan menjalani aktivitas pekerjaan, secara spontan menyalahkan latar belakang pendidikan.

  • "Ah, da saya mah, disiplin ilmunya juga nggak tepat."
  • "Ah, da tentang itu mah, waktu di bangku kuliah juga, nggak pernah diajarkan."
  • "Ah, da saya mah beda latar pendidikan. Beda sama yang lain. Wajar dong kalau saya nggak bisa."

Hidup adalah pilihan. Tak sedikit, terjadinya pertukaran antara DISIPLIN ILMU dengan BIDANG atau PASSION yang kemudian digeluti. Sarjana teknik mesin yang mantap membuka lembaga pelatihan public speaking. 

Lulusan kedokteran dari universitas terkemuka yang kemudian memilih bisnis kuliner. Lulusan tata boga yang kemudian membuka bisnis sitem informasi. Lulusan informatika yang pada alhirnya memilih untuk membuka sekolah. Dan seterusnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun