Mohon tunggu...
Mia Rosmayanti
Mia Rosmayanti Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

Menulislah dan jangan mati.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cantikku

14 Juni 2022   21:59 Diperbarui: 14 Juni 2022   22:08 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini cantikku berpulang ke pelukan bumi. Tanah masih basah diguyur hujan dan tangis-tangis tak berkesudahan. Sepertinya, hujan memang menyukainya, sebesar rasa sukanya pada hujan. 

Pernahkah kamu melihat seseorang yang justru menadahkan tangannya di tengah hujan saat sebagian besar orang berlarian menghindari hujan? Adalah Si Cantik Manis kesayanganku yang melakukannya. Gaunnya yang basah terlihat seperti kelopak bunga yang baru saja disiram oleh pemiliknya.

Benar. Cantikku adalah bunga terindah yang pernah kutemukan di tengah hujan dalam kehidupanku. Saat ini, Ia sedang bersakit-sakit menahan proses mekar. Wajahnya terlihat terlalu pucat, dengan bibir membiru, dan napas berembun. Aku tidak ingin melihatnya membusuk sebelum Ia benar-benar mekar. Karena itulah, aku akan merawatnya dengan sepenuh hati.

Aku tidak pernah tahu hari seperti ini akan tiba. Padahal baru saja kemarin, di tengah perjalanan menuju rumah sakit, untuk pertama kalinya dia terlihat begitu bersemangat. Aku bisa merasakan kemauan besarnya untuk hidup. Sepasang bola mata bulat miliknya itu berkilat-kilat, sambil berkata padaku, "Aku janji akan melakukan semuanya dengan baik, agar bisa segera sembuh. Jadi kita bisa segera menikah, memiliki sepasang bayi kembar, rumah mungil di pinggir danau dengan perpustakaan lengkap dengan toko bunganya juga. Seperti impian kita. Kita akan menua bersama anak-anak kita dan mendapatkan akhir yang sempurna."

Matanya yang bulat saat sedang bersemangat itu mengingatkanku pada anjing kesayanganku saat aku masih kecil. Begitu polos sekaligus terlihat penuh bergairah. Aku tidak bisa berhenti tersenyum menatap pipinya yang mengembang. Kebahagiaannya adalah segalanya bagiku.

Tapi entah bagaimana semua berubah dengan begitu cepat. Layaknya meja yang dibalik secara paksa dan menumpahkan semua yang ada di atasnya ke lantai, berhamburan tanpa ada yang bisa diselamatkan satu pun. Kebahagiaan itu, rona merah di wajahnya, cahaya kehidupan di sepasang matanya, semuanya pudar begitu saja. Nyaris tak ada yang tersisa dari kehidupannya selain sendi-sendi yang menopang seluruh kebencian, kekecewaan, dan kesedihannya. 

Dia keluar dari pintu konseling itu hanya setelah beberapa detik masuk di dalamnya. Aku merasakan semua kekalutannya saat berkata, "Aku tidak sudi disembuhkan oleh seorang pembohong yang sedang memainkan peran sebagai seorang penyelamat."

Aku tahu semua hal yang berhubungan dengan Cantikku. Tentang semua sosok-sosok yang pernah ditemuinya dan membentuk luka-luka di dalam hatinya, termasuk sosok dengan profesi 'spesialis orang-orang dengan gangguan jiwa', tapi aku sama sekali tidak pernah menyangka Cantikku justru bertemu lagi dengannya di sini.

Aku cukup penasaran. Aku ingin tahu seperti apa sosok yang sebenarnya bisa sampai membuatnya Cantikku mengatakan hal-hal seperti itu, tapi aku tak kuasa. Dadaku sedang teriris melihat sepasang mata yang kini terlihat sembab dengan bulir-bulir yang tak kunjung berhenti berjatuhan.

Aku hanya bisa menariknya dalam pelukanku sambil berkata, "Maafkan dia. Dia hanyalah manusia yang pernah melakukan salah, sama seperti kita. Dia juga pernah menjadi bagian terindah dalam hidupmu. Dia berhak dikenang sebagai orang yang baik dan kamu juga berhak untuk hidup lebih bahagia dari ini."

Saat ini aku hanya bisa menertawakan perkataanku sendiri. Setelah melihat kematian dengan benang merah yang melingkar di pergelangan tangan milik Cantikku, aku jadi meragukan ucapanku sendiri.

Apakah seseorang yang merebut semangat hidup dan membuat orang lain harus kehilangan nyawanya benar-benar masih layak disebut dengan 'manusia'?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun