Mohon tunggu...
Mia Rosmayanti
Mia Rosmayanti Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

Menulislah dan jangan mati.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Surat Dari Surga

26 Juni 2020   01:20 Diperbarui: 26 Juni 2020   01:45 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Aku harus melepaskan hal-hal di luar kendaliku atau aku hanya akan ikut hancur bersama mereka."

Pagi masih bergulir seperti biasanya. Wajah langit yang tampak berseri-seri dengan cahaya mentari dan kicauan merdu tanpa henti. Embun pada dedaunan yang menetes bak air yang jatuh dari pelupuk mata seorang gadis yang baru saja ditinggalkan oleh kekasihnya.

Tidak ada yang berubah. Setidaknya itulah yang ada di pikiran seorang gadis yang kini tengah asyik duduk sendiri di depan pekarangan rumahnya. Earphone bergelayut di kedua daun telinga lengkap dengan melodi menyedihkan, segelas teh yang masih terlihat mengepul dan buku yang berada di pangkuan menemani gadis itu dalam diam.

Gadis itu kosong. Semuanya kosong. Dalam dada ataupun kepalanya, tidak ada yang tersisa. Seperti buah yang tampak sangat baik dari luar, tetapi membusuk karena digerogoti ulat-ulat dari dalam. Tidak ada yang bisa ia lakukan saat ini selain diam dan termenung. Mata sayunya itu menatap jalanan yang tepat berada di depan rumahnya, menghitung setiap orang yang melintas.

Orang pertama yang ia lihat dari pekarangan rumahnya pagi itu adalah cinta pertamanya. Pria itu berpawakan lebih kecil daripada pria seusianya. Rambutnya yang ikal hingga hampir mendekati keriting itu lebih panjang dari yang gadis itu lihat terahir kali. Bentuk hidung yang tinggi dan nyaris sempurna membuat pria itu berbeda dari orang-orang di sekelilignya. Ditambah lagi kulit sawo matangnya itu kini terlihat berkilauan akibat keringat dan cahaya matahari yang saling menyapa lembut. Ia berlari-lari kecil dan hanya melewati gadis itu begitu saja tanpa berusaha menyapanya.

Kecewa?

Mungkin saja tidak. Bagimanapun juga dia tidak merasakan apapun lagi sekarang. Tidak ada bunga yang bermekaran atau kupu-kupu yang terbang memenuhi dadanya seperti dulu. Yang ada di kepalanya saat ini adalah dia tahu pria itu akan tetap bersinar sampai beberapa tahun ke depan. Itu hanya tebakan, tapi entah kenapa dia merasa sangat yakin akan hal itu.

Kini giliran orang kedua...

Ketiga...

Keempat...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun