Mohon tunggu...
Mia Nurkamila
Mia Nurkamila Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

@mianurkamila_

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Malaikat Pelindungku Tak Kembali

12 November 2020   21:53 Diperbarui: 19 November 2020   08:41 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namaku Mia Nurkamila. Aku lahir di Bandung,08 April 2003 dari keluarga yang  bahagia. Saat ini aku berusia 17 tahun dan masih duduk dibangku SMA. Aku mempunyai ibu yang super hebat,kakak yang ganteng juga. Aku punya banyak cita cita sebenernya. Aku pengen jadi guru,jadi sikolog,jadi ahli gizi,jadi penyanyi,bahkan pernah pengen jadi penulis juga.

Sejak SD -- SMP aku selalu diantar ke sekolah oleh ayahku. Ia tidak pernah cape untuk mengantarku ke Sekolah. Bahkan,jika pulang kerja masih sempat untuk menjemputku,ia selalu menjemputku. Padahal aku tau mungkin saja ia cape karena baru pulang kerja,tapi ya itulah ayahku. Hebat ya Malaikat Pelindungku ini?.

Ayahku adalah pria pertama yang paling aku cintai. Ia selalu menginginkan aku nilai pelajaran yang baik. Ia jago banget,pokonya hebat banget. Ia bisa masak,bisa nyanyi,ia juga suka adzan. Setiap hari,tidak pernah ada hari tanpa candaannya. Selalu aja ada hal yang membuat aku tertawa. Ia mencintai dan menyayangi aku dan keluargaku. Ia pekerja keras,suka ngajak tertawa Bersama,dan sampai -- sampai Ia jarang sakit.

Dua tahun yang lalu,Ketika aku berumur 15 tahun,saat aku kelas 9 SMP yang dimana sedang sibuk -- sibuknya dengan sekolah,sedang sibuk sibuknya dengan ujian di Sekolah. Ayahku tiba-tiba sakit. Ia merengek sambal berkata "Ayah sakit. Ini kenapa tiba-tiba pegel ya?." Begitu katanya. Sejak saat itu,aku dan yang lainnya pun tidak menggubris berlebihan tentang sakit yang di deritanya. Aku dan keluarga hanya memberikan perawatan biasa untuk kesembuhannya karena aku sendiri pun tau,bahwa Ayah Ketika sakit selalu sakit yang biasa biasa aja. Akhirnya,ayah bisa sembuh dengan pengobatan dan perawatan sederhana saja. Ia bisa Kembali melakukan aktivitasnya kembali.

Ternyata engga sampai disitu aja,beberapa minggu setelahnya,Ayah kembali sakit. Dari situ udah mulai bingung,perasaan udah engga enak,udah ga menentu. Sering banget malah bicara sama diri sendiri "ini sebenarnya ada apa ya?" mungkin saat itu kaget juga karena Ayah sampai di bawa ke Rumah Sakit. Emang ga seberapa,tapi rasanya sedih banget. Gabisa bayangin gimana sedihnya kalo Orang Tua sakit. Ayah pun tidak perlu dirawat di Rumah Sakit dan dikembalikan ke rumah saat itu. Tidak lama dari situ,Ayah sembuh dan memulai aktivitasnya kembali.

Seperti biasa,Ayah selalu antar aku sebelum kerja. Ia selalu rajin untuk menanyakan bagaimana hariku,menanyakan apa saja hal yang aku lalui di sekolah,apa kesulitan yang aku hadapi hari itu. Bahkan ayah selalu tau kalau akua da ujian di Sekolah. Pulangnya,ayah pasti selalu bertanya seperti ini "Neng,gimana ulangannya? Bisa engga? Soalnya seperti apa? Terus orang lain gimana?" apapun pertanyaannya selalu ia lontarkan dan aku harus menjawabnya.

Ternyata masih engga sampai disitu. Ayah sakit lagi dan yang lebih parahnya ia harus dibawa ke Rumah Sakit lagi. Masih terbayang jelas rintihan kesakitannya seperti apa. Wajah ibu yang terlihat bersedih,kebingungan,yang membuatku semakin sedih dan engga tau harus gimana selain berdo'a. Hari itu,ayah harus dirawat. Ayah mulai tidak bekerja saat itu. Ibu yang menjaga Ayah pun harus meminta izin untuk tidak mengajar dulu. Aku dan Kakak yang ikut menjaga pun harus membawa peralatan sekolah dan kuliah untuk esok harinya. Kami berangkat Sekolah dan Kuliah dari Rumah Sakit,pulang ke rumah hanya mengambil peralatan yang diperlukan untuk esok harinya,dan kembali lagi ke Rumah Sakit. Engga lama,ayah sembuh dan bisa pulang ke Rumah.

Ayah melakukan aktivitas lagi. Aku kembali menemukan senyumnya lagi setelah hilang beberapa saat. Tapi ternyata masih engga sampai disitu saja. Ayah sakit lagi dan harus ke Rumah Sakit lagi,sampai sampai ia harus dirawat dan didonorkan darah secepatnya. Hatiku menjerit kesakitan ditambah dengan Air mata yang sudah tidak bisa ku bendung lagi. Jujur,aku sendiri bingung dengan diagnosa Rumah Sakit mengenai penyakit Ayahku.

Ayah jadi sering keluar masuk Rumah Sakit. Sedih,takut banget rasanya. Belajar pun jadi tidak fokus. Aku dan ibu sering juga mengantar berobat jalan ke Rumah Sakit besar di Bandung. Itupun aku mencuri waktu Ketika libur sekolah saja. Ibu berkata "Neng,hari ini Ayah berobat jalan ke RSHS di Bandung. Sekolah libu engga?kalau libur antar Ibu ya." Akupun menjawab "Iya ibu. Kalau aku libur Sekolah pasti aku antar".

Disana banyak sekali orang,mereka dating dari berbagai daerah. Orang sakit,orang sehat banyak sekali disana. Sesampainya disana kursi untuk duduk penuh banget sudah terisi oleh orang-orang. Sampai -- sampai Ayah jongkok sembari bersadar ke tembok. Aku lihat wajah ayah yang sudah menahan kesakitan,pegal,ditambah jengkelnya. "Neng,Ayah pegel banget pengen duduk". Denger itu,hatiku sakit sekali,rapuh sekali. Aku terdiam sebentar,kemudian menjawab "Ayah sabar ya. Neng cariin dulu kursi atau kursi roda yang kosong ya." Begitu kataku sambal menahan tangis. Aku mencari -- cari kursinya,bertanya tanya kepada setiap perawat yang aku lihat. Sepanjang pencarian aku bergumam "Yaa Allah,tolong bantu aku. Kasian Ayahku . Ia sedang menahan kesakitan." Akhirnya setelah lama aku mencari,aku menemukannya. Ayah menuju ruang pemeriksaan dengan menggunakan kursi roda. Setelah selesai pemeriksaan pun kami semua langsung pulang.
   Setelah beberapa bulan,Aku dan Ibu kembali ke RSHS tanpa Ayah karena dokter pun menyarankan untuk tidak dibawa takut kecapean. Aku dan Ibu berbincang banyak dengan Dokter mengenai Ayah. Harusnya hari itu keputusan Dokter agar Ayah harus di Operasi dan Dokter malah meminta agar Ayah dibawa. Sedangkan yang dibicarakan waktu bulan lalu pun Ayah tidak perlu dibawa. Kami pulang dengan lapang dan berencana untuk kembali dengan Ayah.
   4 Januari 2018. Hari itu,merupakan hari pembagian hasil belajarku. Aku diantar ibu untuk mengambilnya. Ayah dititipkan ke saudara dekat rumah. Aku mendapat hasil yang baik,aku mendapat peringkat 4. Cukup baik untuk aku beri tahu ke Ayah. Ketika di jalan pulang,Aku melihat ada penjual buah-buahan. Aku teringat Ayah yang ingin memakan anggur. "Ibu beli anggur dulu. Kemarin Ayah bilang ingin makan anggur." Ibu menjawab "Iya sok beli dulu buat Ayah."
   Sampai dirumah,Ayah kesakitan. Nafasnya mulai tidak beraturan tapi Ia sempat memakan buah anggur yang dibawa. Aku tidak sempat memberi tahu hasil belajarku. Ayah langsung dibawa ke Rumah Sakit lagi hari itu. Ayah diberi oksigen di salah satu RS yang ada di Padalarang. Namun,RS tersebut habis ruangan jika mengharuskan ayah untuk rawat inap. Akhirnya,Ayah pindah RS. Ayah berangkat dengan Ibu. Aku pulang terlebih dahulu ke rumah untuk mengambil berkas berkas hasil berobat dan langsung pergi menuju RS lagi.
  Sesampainya disana,Ayah sudah mendapatkan ruangan. Kakak pun sudah menemui Ayah dan Ibu. Namun,Ketika aku pergi menuju kesana,Kakak menuju pulang dahulu untuk menyelesaikan tugas kuliahnya. Ruangan di Rumah Sakit yang sekarang berbeda. Ruangan yang gapernah kita kunjungi,tempati. Ya,Ayah ada di ruangan Jantung. Aku masuk mencari Ayah. Ketika masuk ruangan,aku dikagetkan dengan mesin EKG untuk detak jantung. Aku sudah tidak bisa berpikir apa -- apa lagi. Aku simpan barang bawaanku,Aku lihat dengan jelas wajah Ayah yang pasrah dengan semua ini. Ayah bilang "Neng,Ayah tidak mau memakai semua alat ini." Sambil mencoba melepas alatnya. Aku terdiam. Sakit hatiku,sakit sekali mendengar itu,hatiku ingin menjerit saat itu. Aku menjawab "Ayah sabar. Ayah gaboleh lepas alat alatnya biar ayah cepet sembuh dan pulang ke rumah. Ayah harus lawan. Ayah gaboleh takut. Ayah mau sembuh kan?." Kataku sambil menahan tangis. Ayah menuruti perkataanku. Aku melihat Ibu,melihat wajahnya Ibu. Aku hampiri Ibu sambil berkata "Buuuuuuu." Aku tidak bisa menahan air mata lagi. Bodohnya,aku malah menangis sejadi -- jadinya sambil Ibu peluk di depan Ayah yang sedang berjuang untuk sembuh. Jujur aku marah sama diri aku sendiri,tapi akupun tidak bisa menahan tangis lagi. Setelah beberapa jam kemudian,Dokter meminta Aku dan Ibuku untuk ikut ke ruangannya. Perasaanku tidak enak sama sekali. Setelah masuk ruangannya,Dokter selalu menatapku yang masih menangis. Dia ingin mengatakan sesuatu,tapi selalu melihat ke arahku. Akhirnya ia berbicara "Ibu sama teteh banyak banyak berdo'a ya. Semoga Allah kasih keajaiban." Dari situ aku makin menangis. Dokter selalu melihat ke arahku. Aku langsung kabari semua keluarga dan menyuruh kakak untuk segera kesini.
   4 Januari pukul 22.30,Ayah dipasang alat bantu agar kondisi detak jantungnya tetap baik. Aku melihatnya dari sisi jendela sambil menangis. Aku sempat memohon kepada Dokter agar bisa sembuhkan Ayahku "Dokter,tolong aku. Tolong bantu sembuhkan Ayah." Dokter pun segera pergi ke ruangan.
   Pukul 23.30 ayah dinyatakan sudah tiada. Aku menangis sekali sejadi -- jadinya. Aku memeluk Ibu dan dipeluk Ayah. Suster mulai melepas alat -- alat bantunya. Aku memohon kepada susternya untuk tidak melepaskan alat -- alatnya. "Suster,jangan dilepas alat -- alatnya. Suster ayah masih hidup,jangan dilepas dulu alat -- alat bantunya." Aku sangat memohon kepada Suster,tapi Suster tidak mendengarkan permintaanku dan tetap melepaskan alat -- alat bantunya. Ayah benar -- benar sudah tidak ada hari itu. Kami pun mulai beres beres dan langsung pulang sekitar pukul 2 subuh.
   Sampai disini,aku lari dari depan gang menuju rumah. Di rumah sudah banyak saudara yang menunggu. Ibu pingsan dan Aku dipeluk bibi dan diajak ke kamar terlebih dahulu untuk beristirahat sebentar. Sesudah sholat subuh,aku masih kaget kenapa banyak orang -- orang dirumah. Aku dan keluargaku langsung ikut mensholatkan Ayah.
  Pagi harinya,kami semua langsung berangkat ke Tasik untuk memakamkan ayah. Keluargaku bilang,aku tak sadarkan diri berkali -- kali sehingga aku tidak ikut proses pemakamannya. Sampai di gerbang pemakaman pun aku jatuh tidak sadarkan diri. Hari itu,aku seolah menjadi orang yang paling menyedihkan. Aku kehilangan malaikat pelindungku. Aku kehilangan orang yang sangat aku cintai.
   Ayah,aku dan keluarga ikhlas. Aku melepas dirimu pergi. Berat memang. Sampai saat ini pun masih terasa berat. Setiap pagi aku harus memulai hari -- hari tanpamu itu sangat berat sekali. Aku kebingungan,engga tau harus melangkah kemana. Ayah,tak perlu khawatir dengan Ibu. Ibu akan aku selalu aku jaga apapun keadaannya. Aku ikhlas Ayah. Maaf jika selalu menangis Ketika merindu. Semoga Allah menjagamu disana. Aku tidak pernah berhenti mendo'akanmu dan akan selalu merindukanmu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun