Mohon tunggu...
Mia Aruka
Mia Aruka Mohon Tunggu... Freelancer - ♥

Suka membaca, sekali-sekali menulis

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Tantangan Terbesar Seorang Penulis, Apalagi Newbie

31 Mei 2021   19:52 Diperbarui: 31 Mei 2021   20:13 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(gambar ilustrasi di inspirensis.id)

Apakah sulit menjadi seorang penulis? 

Jawaban versi pertama adalah “ya”.

Sedangkan jawaban versi berikutnya adalah “tidak”. Versi kedua ini biasanya bila yang menjawab adalah orang yang sudah biasa menulis. Bagi mereka, bolpoin dan kertas punya daya magnet yang tinggi. Begitu dekat-dekat dengan bolpoin, kertas, buku notes, laptop, atau ipad, atau bahkan smartphone, kalimat demi kalimat langsung mengalir deras menjadi sebuah tulisan.

Coba tebak, diriku termasuk kelompok yang mana?

Belum terbayangkan olehku, bagaimana rasanya menjadi orang yang menjawab versi kedua itu. Aku pernah mengalami pengalaman magnetis seperti itu, ketika kepalaku ini dipenuhi ide, yang rasanya seperti sedang kebelet. Buru-buru nyari kertas atau laptop, agar segera bisa “keluar”. Tapi itu jarang-jarang saja. Seringnya aku ngga secemerlang itu.

Pengalamanku, bila sudah kagok basah ngeluarin isi kepala, memang biasanya cukup deras. Bila paragraf pertama sudah terlalui, biasanya paragraf-paragraf selanjutnya lebih lancar. Yang paling makan waktu adalah membungkus ide dan mengeluarkannya menjadi kalimat yang enak ditulis, dan enak dibaca. Satu hal lagi yang masih terasa sulit adalah menemukan waktu yang tepat untuk mulai menulis.

Kenapa Menulis?

Sepertinya mudah ditebak, tulisanku di situs ini (dan di beberapa situs lain yang aku baru mulai juga) belum banyak. Sampai dengan hari ini masih hitungan jari, belum komplit sebelah tangan pula. Belum lama aku memberanikan diri menulis seperti ini. Gabung di sini pun masih baru juga. Padahal, aku adalah penikmat tulisan. Menjelajahi bacaan (gratis) di web sudah menjadi makanan sehari-hari.

Dulu, sebelum marak yang online-online, aku bisa menghabiskan waktu seharian nongkrong piknik di Gramedia. Bukan belanja buku, tapi “meninjau” buku-buku display di sana. Bagiku saat itu, Gramedia adalah surga bacaan. Sama surganya dengan Perpustakaan Daerah, perpustakaan di kampusku dulu, dan kios rental buku dekat rumahku saat aku kecil. Sekadar informasi, dulu aku sering terkena denda di situ karena telat mengembalikan buku yang kusewa. Catat, aku bukan kutu buku, hanya penikmat tulisan (dan barang gratisan).

Natgeo, Intisari, dan Kompasiana termasuk situs favoritku. Apalagi Intisari, sebelum situsnya lahir pun aku udah sering baca. Aku masih menyimpan beberapa edisi cetaknya terbitan belasan tahun lalu (yang ini bukan gratisan, dulu belinya nabung dari uang jajan). Bahkan, aku juga masih menyimpan beberapa tabloid Nova yang sudah menguning kertasnya. Dulu aku sangat penasaran dan kagum terhadap tulisan-tulisan dan para penulis di majalah-majalah dan tabloid masa itu.

Tulisan Hantu

Padahal berikutnya, sebetulnya aku sudah cukup sering menulis. Sayangnya, tulisan-tulisan yang pernah kubuat, kebanyakan tulisan untuk orang lain. Mulai dari naskah surat, pidato sambutan, laporan-laporan, materi presentasi, resensi, advertorial, ads copy, hampir semuanya pesanan, yang celakanya membuatku menjadi kehabisan waktu. Lalu kapan aku punya tulisan personal yang memang curahan hati dan pikiran sendiri? Ternyata aku baru menemukan jawabannya setelah sekian lama. Telat sih memang. Harusnya dari dulu aku memberanikan diri menulis di sini.

Cukup telat, tapi aku tidak menyesal. Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Walaupun masih terasa berat dan mungkin ngga bisa sering-sering menulis di sini, setidaknya sekarang ini hidupku harusnya lebih balance. Setidaknya saat ini tidak semua tulisanku merupakan tulisan “hantu”, yang ditulis seorang ghostwriter.

Lepas Baju dan Tantangan Sampah

Pengalamanku menyamar sebagai penulis bermodus hantu, salah satunya adalah menyinkronkan tulisan dengan kemauan dan karakter pihak yang sedang kutuliskan untuknya itu. Saat menulis pun, aku harus lepas baju, dan ganti kacamata, ditukar dengan baju dan kacamata yang bukan diriku sendiri. Kadang-kadang, koridornya sempit dan tidak bisa bermain terlalu banyak. Tulisanku kali ini beda, rasanya lebih bebas, tidak ada yang merevisi, tidak ada koridor yang membatasi.

Ada satu hal yang menurutku tantangan besar, yaitu tanggung jawab kepada para pembaca. Karena tidak ada koridor spesifik, tidak ada yang mengarahkan, tidak ada yang merevisi, berarti tulisanku ini sepenuhnya tanggung jawabku sendiri. Idealisme sebagai penulis yang baik, sangatlah diuji. Tidak mungkin aku menulis sesuatu yang salah dan tidak bermanfaat. Tidak mungkin juga aku menulis hal yang hoaks. Apa pun yang akan kutulis, aku tidak tau akan dibaca oleh siapa, karena siapa pun bebas membacanya. Jadi aku harus menjaga, jangan sampai tulisanku menjadi tulisan sampah. “You are what you write”, konon katanya.

Yah, mungkin itu hanyalah idealisme yang terlalu muluk, idealisme seorang newbie yang mungkin masih lugu. Nyatanya ada juga yang bilang, “Nulis mah nulis aja. Ngapain mikirin idealisme ini-itu. Bleh… Itu mah loe aja yang kurang niat nulis…”

Jleb…!

(@mia.aruka)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun