Mohon tunggu...
Mia ABZ
Mia ABZ Mohon Tunggu... -

Mahasiswi magister ilmu komunikasi Universitas Diponegoro

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Analisis Efek Debat

18 Februari 2019   15:31 Diperbarui: 18 Februari 2019   15:49 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Debat kedua sudah terlaksana. Lempar dan sambutan narasi berjalan cukup seru dibanding sebelumnya. Perubahan kebijakan KPU pada sistem debat kedua ini banyak mengubah iklim perdebatan. Walaupun keriuhan pendukung ala supoter bola tetap tidak terelakkan terjadi. 

Esensi dari debat adalah salah satu bentuk metode kampanye calon presiden dan wakil presiden untuk menawarkan visi, misi dan program pada pemilih. Debat juga merupakan upaya panitia penyelenggara pemilu untuk memberikan edukasi politik mengenai falsafah dan paradigma calon pemimpin baru. Hal ini berkaitan dengan perencanaan pembangunan negara dan bangsa lima tahun mendatang.

Mengingat betapa pentingnya debat bagi masyarakat luas, tentu keberhasilannya juga menjadi penting bagi para peserta debat. Baik bagi peserta pemilu, tim pemenangan, dan penasihat politik masing-masing. Perlu ada perhitungan yang sistematis mengenai efek debat bagi tiap kandidat.

Orientasi dan Koorientasi Khalayak

Sebagai arena yang secara resmi difasilitasi, para kandidat diberikan kesempatan untuk mengenalkan cita-cita dan rencana kepemimpinan dalam acara debat. Dalam proses pengenalan, dalam hal ini pengenalan program, terjadi dua tahap secara berurutan. Tahap pertama, saat proses debat berlangsung khalayak berada pada fase orientasi. Khalayak sedang memproses persepsi awal, namun belum menentukan tindakan.

Pada fase ini, penilaian khalayak akan debat masih sebatas pada kemampuan dari masing-masing calon untuk melemahkan calon lainnya. Khalayak belum membicarakan secara substansi pokok permasalahan debat. 

Setelah acara debat berakhir, akan terjadi diskusi baik secara langsung maupun melalui media sosial. Perbincangan pascadebat akan menghasilkan perenungan terhadap isu, gagasan, dan ide yang dilontarkan. Setelah itu, baru akan menghasilkan kesepakatan untuk menyikapinya. Pada tahap ini masuk pada fase koorientasi. 

Social Judgement Theory

Dalam toeri lain, ada beberapa bentuk kesepakatan dalam menyikapi narasi persuasif. Sherif bersaudara, Muzafer dan Carolyn, seorang psikolog dari Oklahoma University mengembangkan sebuah teori Pertimbangan Sosial atau Social Jugdement Theory. Teori ini menyatakan bahwa penentuan sikap seseorang terhadap isu dan objek sosial tertentu merupakan hasil pertimbangan (judgment) berdasarkan kerangka rujukan (reference point) yang dimilikinya. 

Reference point merupakan hasil dari pengalaman dan kognitif pada masing-masing orang. Hal ini yang akan menjadi "jangkar" dalam menentukan pesan persuasif atau penawaran yang diajukan padanya. Seseorang secara tidak langsung akan mensortir penawaran-penawaran yang dihadapi setelah proses persepsi pesan. Ada tiga garis lintang yang dijadikan ukuran seseorang dalam menentukan sikap menggunakan jangkar.

Yang pertama adalah latitude of acceptance, yakni ketika pesan persuasif yang disampaikan sesuai dengan judgment of reference point. Pertimbangan penerimaan pesan persuasif ini juga bisa berdasarkan ego-involvement yaitu kedekatan isu dengan kehidupannya karena pernah mengalaminya secara langsung. Sikap latitude of acceptance akan memberikan efek  asimilasi, ketika ada sedikit kedekatan dengan dirinya, maka akan semakin didekatkan meskipun pada relasinya ada jarak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun