Mohon tunggu...
Mia Ismed
Mia Ismed Mohon Tunggu... Guru - berproses menjadi apa saja

penyuka kopi susu yang hoby otak atik naskah drama. pernah nangkring di universitas negeri yogyakarta angkatan 2000. berprofesi sebagai kuli di PT. macul endonesa bagian dapor

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tanah Tembuni

1 Oktober 2019   09:15 Diperbarui: 1 Oktober 2019   10:08 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Tembuni yang menghubungkan nyawa manusia kini sudah terpotong. Hidung sudah mulai menghisap udara yang dipenuhi moLekul polusi manusia. Mata juga silau silap memandang dunia yang mudah berubah. Tanah sudah digali dan tembuni tembuni yang menghubungkan nyawanyawa bayi sudah siap ditanam. Tanah tembuni akan menjadi sejarah akad manusia  dengan bumi. Suatu hari nanti bumi juga akan menagih untuk didiami berkumpul dengan tembuni yang sudah ditanam ibu bapaknya. 

Babak 1

Rumah joglo berlantai semen itu seperti warung kopi tikungan desa. Meja panjang terisi cangkir-cangkir kopi beradu asap rokok yang mulai gaduh dalam penciuman. 

Guntoro               : bunyi telepon berdering. Terdengar suara wanita diujung telepon.

"Mas apa sudah dapat duitnya. Minggu ini uang itu sudah harus ada. Jika tidak, rumah kita yang jadi taruhan. Mas mau anak istri terlantar hidup di jalanan. Pokoknya aku nggak mau tahu. Kalau sampai rumah kita diambil oLeh bank muka kita mau ditaruh dimana Mas?!."

Guntoro menarik nafas berat mulutya berbisik. "Aku harus secepatnya membicarakan sama Emak."

Guntoro bergegas menghampiri Lemari yang berada di sudut ruangan. Ada beberapa tumpukan buku-buku almarhum bapak tersusun rapi. Diambilnya buku itu satu persatu seakan ada yang dicari. Dari arah dapur melintas sesosok laki-laki pincang dengan tongkat di bahu. Guntoro menoleh ke arah Lelaki itu.

Guntoro               :"Surat-surat tanah ada dimana Ru. Kamu tau Emak menyimpan dimana?"

Ndaru                   :"Surat tanah?, buat apa Mas?"

Guntoro jengkel dengan jawaban Ndaru yang seolah tak tahu kecamuk pikirannya. Ia menekan tombol handphone di tangannya. Terdengar suara Lelaki diujung telpon itu.

Bayu aji                :"Halo, Mas gun tumben menelpon, ada apa Mas?."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun