Mohon tunggu...
Muhammad HanifSudibyo
Muhammad HanifSudibyo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Teknologi Sains Data Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin Universitas Airlangga Surabaya

Mahasiswa Teknologi Sains Data yang berkutat pada dunia data dan Machine Learning, gemar tentang teknologi dan bermain serta memantau kabar terbaru mengenai game digital

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Kecerdasan Buatan Sebagai Pengambil Keputusan Dalam Sidang

27 Mei 2023   17:19 Diperbarui: 27 Mei 2023   17:24 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Artificial Intelligence. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Gerd Altmann

Dengan perkembangan teknologi yang pesat saat ini, teknologi kecerdasan buatan pun mulai dilirik khalayak umum sebagai pengganti subjek dalam berbagai hal, salah satunya dalam pengambil keputusan hukum. Namun, muncul pertanyaan besar terhadap hal tersebut, apakah dengan hanya menggunakan pemikiran logika, kecerdasan buatan tersebut dapat dianggap mencukupi untuk melaksanakan tugas sebagai pengambil keputusan utama dalam persidangan?

Indonesia sebagai negara hukum memegang teguh keberadaan hukum sebagai entitas yang berfungsi untuk mengatur kehidupan masyarakat, dan dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, hanya menunggu waktu saja untuk diterapkannya teknologi baru seperti kecerdasan buatan untuk diterapkan pada kehidupan masyarakat Indonesia (Yudoprakoso, 2019).

Kehadiran teknologi baru dalam industri hukum dapat menjadi potensi yang besar dalam meningkatkan efisiensi proses pengambilan keputusan hukum, namun juga dapat mengambil kesempatan bekerja bagi penduduk lokal (Kurniawijaya dkk., 2021).

Kecerdasan buatan telah diintegrasikan dengan kemampuan untuk mengolah big data dan pembelajaran mesin sehingga dapat mengerjakan tugas seperti identifikasi dan analisis dokumen yang penting dalam proses berjalannya hukum secara otomatis dan akurat, tanpa perlu intervensi manual, sehingga dapat menghemat waktu, tenaga, dan budget yang dapat dialokasikan pada tugas lain yang membutuhkan interupsi manusia.

Selain itu, kecerdasan buatan juga dapat melakukan drafting kontrak sesuai skema yang diinginkan oleh perusahaan, serta manajemen kontrak seperti perbaruan, pemutusan, serta transaksi kontrak yang memerlukan banyak waktu kerja bagi orang yang melakukan, sehingga dapat menghemat banyak sumber daya jika diaplikasikan dengan benar (Kurniawijaya dkk., 2021).

Tidak hanya sebagai pengambil keputusan, kecerdasan buatan yang dilengkapi dengan sistem pakar, yaitu program simulasi penilaian dan perilaku manusia atau organisasi, dapat pula dimanfaatkan sebagai penyusun undang-undang negara. Dengan sifatnya yang logis dan tidak bias, kecerdasan buatan dapat membuat rancangan undang-undang yang lebih adil.

Namun, keadilan saja bukan merupakan solusi dari permasalahan hukum di Indonesia, maka dari itu kecerdasan buatan dapat digunakan sebagai asisten dalam proses perancangan undang-undang, dan manusia tetap menjadi pengambil keputusan berdasarkan pengalaman mereka dalam menghadapi kasus hukum di lapangan (Yudoprakoso, 2019).

Namun dengan visi bahwa hakim utama dalam sebuah sidang kasus digantikan dengan kecerdasan buatan, akan menyebabkan dampak yang besar bagi manusia sebagai pemegang tanggung jawab tugas tersebut sebelumnya.

Karena kecerdasan buatan dapat ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan hukum, maka seluruh pekerjaan hakim akan hilang, menyebabkan berkurangnya lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia (Azis, t.t.).

Selain itu, sisi moralitas dari kecerdasan buatan juga patut dipertanyakan, dengan semakin berkembangnya zaman, kehidupan manusia juga ikut berkembang dan memunculkan sesuatu hal baru di mata hukum. Kecerdasan buatan dengan prinsip logikanya yang tegak lurus akan kesusahan dalam membuat sebuah nalar tentang bagaimana untuk menyikapi kasus baru tersebut, mengingat belum ada data mengenai kasus tersebut sebelumnya.

Selain itu, terdapat pula kasus dengan tema umum yang tergolong unik dalam situasinya, dimana hukum yang mengatur tentang kasus tersebut akan dirasa terlalu memberatkan terdakwa, jika dilihat dari sisi moralitas manusia. Kecerdasan buatan memerlukan data tentang situasi spesial ini untuk dapat mengambil keputusan, mengingat jumlah kasus spesial yang berjumlah sedikit, kemampuan kecerdasan buatan dalam mengambil keputusan pun patut untuk dipertanyakan (Azis, t.t.).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun