Mohon tunggu...
MUHAMMAD REZA SETIAWAN
MUHAMMAD REZA SETIAWAN Mohon Tunggu... Mahasiswa - forester I practitioners I learners I reader I traveller I adventurer !

Jalanmu mungkin tidak cepat namun percayalah rencana Allah selalu tepat! Sabar, ikhlas, ikhtiar. ~ Sajak Salaf

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mendorong Transformasi Kelembagaan DAS Berbasis Outcome

24 Juni 2021   17:19 Diperbarui: 15 Oktober 2022   09:57 1161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Daerah Aliran Sungai (Dok. nurturenaturecentre.org)

Bogor, Jawa Barat - Penurunan kualitas Daerah Aliran Sungai (DAS) dan berbagai bencana alam yang terjadi seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, dan pencemaran air seringkali dianggap sebagai dampak dari kegiatan pengusahaan hutan non kehutanan (pertanian, perkebunan, pertambangan dsb.), illegal logging, kebakaran hutan, dan deforestasi.

Namun, jika menelisik lebih jauh, sesungguhnya akar masalah terletak pada lemahnya kinerja lembaga pemerintah yang berdampak terhadap ketidak-pastian hak atas hutan negara, implementasi undang-undang yang tidak sinkron, ketidak-tegasan upaya pemberdayaan masyarakat lokal dan lemahnya penegakan hukum. Hal itu menyebabkan munculnya free riders–seseorang yang mendapat manfaat dari suatu produk tanpa biaya–dan pelaku KKN, konflik pemanfaatan hutan negara, tumpang tindih kewenangan, dan lemahnya implementasi sistem pengelolaan hutan yang dikelola masyarakat lokal sehingga menyebabkan menurunnya kualitas DAS dan mendorong terjadinya beragam bencana alam.

Keberadaan regulasi tentang pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) hakikatnya merupakan bentuk aturan dalam mengatur dan mengendalikan perilaku manusia yang berkaitan dengan DAS secara terencana, lintas sektor, terpadu, dan utuh. Namun faktanya, hal itu tidak berjalan sesuai dengan s pembuatannya. Permasalahan paling mendasar adalah ukuran indikator kinerja di ukur melalui kinerja administrasi bukan pada output/outcome. Dengan kata lain, pencapaian program hanya dalam bentuk administrasi tetapi tidak sampai pada keberhasilan program di lapangan.

Penetapan rumusan masalah oleh lembaga/instansi terkait umumnya dilaksanakan tanpa adanya koordinasi dan tanpa mengetahui masalah sesungguhnya yang terjadi di lapangan, sehingga menyebabkan pengelolaan DAS seringkali amburadul atau tidak memberikan perubahan apapun karena kurangnya pengetahuan. Di saat yang sama, ego-sektoral dan ego-kewilayahan masih menjangkit dan mengakibatkan lembaga-lembaga perencananya tidak mempunyai tujuan bersama, sehingga lembaga itu cenderung berjalan sendiri-sendiri (tidak terkoordinasi).

Transformasi Kelembagaan DAS

Banyak pekerjaan rumah yang perlu dibenahi kembali sebagai upaya penguatan kelembagaan DAS. Penataan itu diantaranya (1) memastikan ukuran kinerja program dan kegiatan pemerintah/pemda berbasis output/outcome dan bukan sekedar kebutuhan/formalitas administrasi, (2) perbaikan fakta-fakta lapangan penting dilakukan sebelum menyusun regulasi, (3) perubahan mindset (pola pikir) yaitu dengan mengenali subyek dan obyek secara langsung (pemetaan sosial), (4) prosedur pelaksanaan Rehabilitasi Kawasan Lindung/Konservasi (RHL) harus disesuaikan dengan tujuan pelaksanaan dengan tujuan membangun modal sosial untuk menghasilkan cita-cita masyarakat, (5) penguatan komunikasi secara intensif antar instansi, serta (6) inovasi kegiatan.

Dalam hal ini, dukungan pemerintah (political will) secara konsisten menjadi faktor kunci dalam peningkatan kapasitas jaringan kerja, penyediaan infrastruktur ekonomi, dan mewujudkan pengelolaan DAS sesuai tujuan perundang-undangan. Disamping itu, perlu adanya komitmen kuat pemerintah dalam penegakan hukum (sanksi) bagi pelaku perusakan sumber daya alam terutama di wilayah sekitar DAS.

Untuk itu, transformasi kelembagaan mutlak diperlukan dalam menciptakan inovasi yang mengarah pada perbaikan kelembagaan meliputi transformasi peran pemerintah, masyarakat, dan teknologi. Pemerintah daerah berperan untuk memastikan orientasi penguatan kelembagaan DAS berada pada hasil (output/outcome), tidak hanya formalitas administrasi, memberikan kepastian hak atas sumber daya alam kepada masyarakat, dan juga orientasi penguatan modal sosial dengan partisipasi masyarakat lokal. Keterlibatan masyarakat lokal berperan untuk meningkatkan koordinasi, pengawasan, advokasi dan lain-lain. Sedangkan teknologi berperan untuk menunjang kegiatan dan mengukur kinerja (air, limbah, sosek, potensi, bencana, dll.). Dengan demikian, transformasi ini dapat mendorong terciptanya aksi kolektif dalam pengelolaan DAS yang efektif dan efisien.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun