Mohon tunggu...
Siti Mahmudah
Siti Mahmudah Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Walisongo Semarang

Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Walisongo Semarang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Guru Matematika terhadap Perkembangan Psikologi Anak Sekolah Dasar

18 April 2021   22:25 Diperbarui: 18 April 2021   23:09 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Cara guru dalam mengajar matematika dapat mempengaruhi psikologi perkembangan anak usia sekolah dasar. Pengertian psikologi perkembangan adalah cabang psikologi yang mempelajari perkembangan perilaku manusia. Psikologi perkembangan mempelajari perubahan yang terjadi dalam diri, seperti struktur, jasmani, perilaku, fungsi mental manusia selama hidupnya. Salah satu masa psikologi perkembangan pada seseorang yaitu usia 6-12 tahun (sekolah dasar). 

Anak-anak usia sekolah dasar memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak yang lebih muda. Anak senang bermain, bekerja dalam kelompok, dan melakukan sesuatu secara langsung. Seorang guru harus bisa memadukan pelajaran dengan bermain. Melalui kegiatan bermain, anak akan dapat mencapai tuntutan dan kebutuhan perkembangan dimensi dari motorik, kognitif, kreativitas, bahasa, emosi, sosial, nilai, dan sikap hidup (Jurnal Hascita Istiqomah dan Suyadi, 2019).

Salah satu tahapan perkembangan psikososial menurut Erik Erikson adalah anak usia 6-12 tahun (anak sekolah dasar) yang mempunyai istilah Industry versus Inferiority (kerajinan dan ketidakmampuan). Pada tahap ini, anak-anak belajar untuk memperoleh kesenangan dari menyelesaikan tugas sekolah. 

Penyelesaian yang sukses akan membuat anak dapat mencari solusi dan memiliki kebanggaan terhadap prestasinya. Ketrampilan ego yang diperoleh adalah kompetensi. Di sisi lain, anak yang tidak mampu untuk menemukan solusi positif dan mencapai apa yang diraih teman-teman sebaya akan merasa inferior (Jurnal Scania, Unud). 

Jika guru matematika memberikan tugas kepada anak terlalu berlebihan dan menyulitkan, maka anak akan frustasi jika tidak bisa menyelesaikan tugasnya, apalagi tekanan orang tua yang memaksa anak harus pandai matematika. Sehingga dalam hal ini, anak bukan memperoleh kesenangan dan kepuasan dari menyelesaikan tugas, melainkan merasa tertekan dari banyak pihak. 

Dan saat pembelajaran, guru selalu mengagung-agungkan anak yang pandai matematika dan memojokkan serta menekan anak yang tidak pandai matematika, maka anak akan merasa inferior karena minder dengan temannya yang pandai matematika. Hal ini seperti yang dikatakan Erik Erikson anak tidak bisa menemukan solusi positif sehingga mental anak tetap ngedrop tanpa dampingan guru dan orang tuanya.

Cara mengatasi problematika yang sudah disebutkan pada pendahuluan di atas. Pertama, anak didik sering menganggap matematika adalah momok yang menakutkan. Anggapan buruk ini teratasi jika guru bisa menciptakan suasana kelas yang menyenangkan sesuai anak usia 6-12 tahun. Misalnya diselingi dengan bermain, bergurau, dan tidak tegang saat pembelajaran. Kedua, persepsi guru bahwa anak pandai adalah yang mahir matematika. 

Pernyataan ini bisa dipatahkan jika guru mengetahui pentingnya memahami masing-masing potensi anak. Potensi yang dimiliki oleh anak SD hanya sebatas aktivitas yang disukai dan tidak dapat dibatasi. Seperti ketika anak melakukan sesuatu seperti bermain bola maka dia pasti akan mencari jalan untuk bisa bermain bola setiap saat. 

Selain itu, anak merasa nyaman untuk mempelajari aktivitas yang hanya disukai saja. Bakat dapat diketahui dari beberapa faktor, salah satunya anak merasa nyaman untuk mempelajari lebih lanjut tentang aktivitas yang disukainya tanpa tekanan. 

Oleh karena itu, anak tidak akan memiliki bakat matematika jika guru menekannya (Jurnal Dea Rakhimafa, 2019). Dengan cara ini, guru tidak akan menekan anak yang sulit belajar matematika. 

Ketiga, lemahnya kompetensi guru dan metode yang digunakan dalam pelajaran matematika. Dampaknya seperti guru galak, anak tidak memperhatikan pelajaran sehingga anak kesulitan mengerjakan ujian. Empat kompetensi yang wajib dimiliki oleh guru matematika antara lain, yang pertama yaitu kompetensi pedagogik. Seorang guru matematika perlu memahami anak didik yang mempunyai kelemahan dan kesulitan dasar dalam matematika. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun