"Budal'o, rapopo."
Kalimat singkat yang begitu membuatku diam dan memandang wajahnya yang sudah hampir 8 tahun bersama. Sosok lelaki yang sangat kental memegang komitmen dan prinsip hidupnya, tanpa harus berpikir panjang memberikan izin untuk saya ke Jakarta.
"Temenan ta, Yah? Aku isone gowone Shanum tok lho."
"Rapopo, Nda. Salfa wis gede. Insya Allah anteng arek'e." Â
Setelah percakapan ini, saya kemudian memikirkan kondisi perjalanan karena harus membawa bayi yang baru berusia 3,5 bulan. Jakarta memang bukan kota baru bagi saya karena punya kenangan. Di ibu kota ini juga ada keluarga paman. Namun, namanya khawatir selalu ada, bukan?
Saya sendiri sebenarnya tidak pernah menyangka akan terpilih sebagai Finalis karena murni menulis untuk berbagi. Tetapi, saya percaya bahwa jalannya rezeki tak satu pun yang bisa memahami. Dari 1.700-an konten yang masuk ke BI, terpilih 175 finalis dan saya salah satunya, sudah tidak sanggup membahasakan sebahagia apa saya.Â
"Jakartaaa... Saya kembali! Terima Kasih BI..."Â
Teriak saya dalam hati. Sudah dua kali saya ke Jakarta dalam kondisi seperti ini. Perjalanan dari bandara yang menurut aplikasi peta di ponsel pintar hanya berkisar 45 menit saja. Ternyata harus dihabiskan hampir 1 jam lamanya. Biasalah ya, arus transportasi di Jakarta memang tak pernah bisa diperkirakan pasti dengan angka.
Lalu, bagaimana dengan bayi saya?
Inilah kebahagiaan saya juga karena si kecil sama sekali tidak menunjukkan ketidaknyamanan. Tadinya sudah memikirkan berbagai macam kemungkinan yang bisa terjadi saat pesawat berada di atas awan.
