Mohon tunggu...
M GilangRamadhan
M GilangRamadhan Mohon Tunggu... Novelis - penulis Novel, Pecandu Sastra, seorang Santri

Sebuah Platform bagi kaum Millenial dalam meraup gagasan dan bertukar informasi terkini terkait Pemuda, Ekonomi dan Politik. #PemudaagenperubahanBangsa Email:mgilangramadan20@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Inkonsistensi Pemerintah, "Golden Ticket" bagi China

10 Mei 2021   00:07 Diperbarui: 10 Mei 2021   00:11 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1: bersumber dari sulses.suara.com yang dikutip dari sulsel.suara.com

Memasuki penghujung bulan suci Ramadhan ini masyrakat pun masih dihantui oleh fluktuasi penyerbaran COVID-19 yang terus semakin tidak terkendali dan tentunya meningkat. Hal tersebutpun yang pada akhirnya membuat budaya mudik yang senantiasa menjadi sebuah tradisi haruslah ditiadakan karena terbenturnya oleh pandemi. Jika kita berkaca kepada tahun 2020 yang lalu, tatkala aktivitas mudik pun memiliki nasib yang sama. Yaitu dicetuskannya regulasi yang membuat masyarakat Indonesia harus gigit jari dikarenakan tidak bisa berkumpul dengan kelurga di kampung halaman.

Lebaran Idul Fitri 2021 pemerintah pun mengambil langkah cepat guna memutus mata rantai penyebaran COVID-19. Dari mulai pemerintah daerah sampai pusat senada untuk memberlakukan larangan mudik Lebaran pada 6-17 Mei 2021. Terbukti hingga detik ini pihak berwajib telah berhasil memutar balikan ribuan kendaraan yang akan melaksanakan mudik di sejumlah titik-titik daerah di Indonesia. Meskipun sebagian masyarakat merasa sedih akan kebijakan ini, namun di satu sisi menilai bahwa ini adalah salah satu bentuk implementasi komitmen bersama dari pemerintah guna membasmi pandemi yang hinggap di Indonesia.

Namun penilaian itu pun sepertinya seketika langsung hancur tatkala masyarakat mendapatkan kabar bahwa ketika di tengah berlakunya regulasi pelarangan mudik, sementara di waktu yang bersamaan sejumlah TKA China pun dengan bebas nya memasuki Indonesia dengan menggunakan Pesawat sewaan. Meskipun diketahui bahwa TKA yang berjulah 85 orang tersebut telah lolos uji kesehatan yang super ketat serta memiliki kepentingan yang urgensi untuk bertamu di Indonesia. Akan tetapi kebijakan pemerintah pusat pun dinilai "Inkonsistensi" dalam keputusan yang berakibat fatal tersebut. Kendati demikian, hal ini pun dianggap sangat keliru. Bagaimana tidak, ketika seluruh komponen di ibu pertiwi setengah mati berjuang untuk memutus mata rantai COVID-19 melalui kebijakan pelarangan mudik, sementara pemerintah justru "Memberikan karpet merah" kepada warga China/asing untuk dengan mudahnya singgah di tanah air.

Bukan perkara masyarakat Indonesia yang seolah-olah "Anti" terhadap China. Melainkan dalam kasus ini pemerintah dinilai secara tidak langsung "Dikriminatif" terhadap warganya sendiri. Memberikan hak serta akses yang bisa dikatakan istimewa kepada WNA dan malah menekan masyarakat Indonesia. Adanya seperti perlakuan khusus ini yang sejatinya menimbulkan rasa amarah sekaligus pertanyaan besar terhadap pemerintah. Tidak heran bilamana sampai detik ini tidak sedikit masyarakat yang cenderung enggan untuk mendengarkan pemerintah (Azzanela, 2021).

Kita pun tentu memahami bahwa salah satu tujuan ataupun alasan dari 85 TKA memasuki Indonesia ialah untuk mengerjakan salah satu mega proyek di sejumlah kota-kota besar di Indonesia dan di lain sisi sudah penandatangan kontrak kerja. Akan tetapi terdapat salah satu poin yang sejatinya membuat masyarakat Indonesia cukup geram. Yaitu pemerintah laksana lebih mengutamakan perekonomian negara dibandingkan nilai kesehatan bangsa dan dengan munculnya dalih bahwa yang mampu melakukan pekerjaan tersebut hanyalah para petugas warga negara China yang memiliki keahlian khusus pada bidangnya. Apakah mungkin para masyrakat Indonesia begitu terbelakang? Sehingga menimbulkan beragam spekulasi bebas dari para warga asing yang kian menyudutkan sekaligus meremehkan kemampuan yang dimiliki oleh Indonesia.

Dengan polemik tersebut pada dasarnya membuat "Catatan merah" pemerintah Indonesia semakin banyak. Ketidaklogisan serta inkonsistensi dalam pengambilan kebijakan menjadi tugas besar yang perlu segera untuk diperbaiki bersama. Tidak hanya dari pihak pemerintah saja, melainkan seluruh masyarakat  selaku aktor pada ibu pertiwi dituntut untu turut andil dalam mengontrol sekaligus memberi solusi guna mencapai kebaikan bersama. Jika demikian sudah kita laksanakan bersama-sama. Maka yakinlah bahwa Indonesia ini kelak akan semakin baik dan maju.

 

Azzanela, L. A. (2021, Mei 7). Mudik Dilarang tapi WNA Boleh Masuk, Pemerintah Diminta Konsisten. Retrieved Mei 9, 2021, from KOMPAS.com: https://www.kompas.com/tren/read/2021/05/07/190000665/mudik-dilarang-tapi-wna-boleh-masuk-pemerintah-diminta-konsisten?page=all

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun