Mohon tunggu...
M. Faizal Zaky M
M. Faizal Zaky M Mohon Tunggu... Petani - Pribadi

Menulis sebelum lenyap

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Natuna Beserta Problemnya

10 Januari 2020   11:11 Diperbarui: 10 Januari 2020   11:49 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I (Pangkogabwilhan l) Laksamana Madya (Laksdya) TNl Yudo Margono melaksanakan Patroli Udara di perairan Natuna dengon menggunakan pesawat Boeing 737 Al-7301 Skadron Udara 5. Wing 5 Lanud Sultan Hasanuddin Makasar, Ranai, Natuna, Sabtu (4/1/2020) sore kemarin.(DOK TNI AL) s

Pro-kontra perang belakangan ini menjadi santer disoroti serius para pemangku kebijakan negara. Ragam argumentasi yang bermunculan diwarnai dengan aksi dilematik pemerintah dalam mengambil kebijakan untuk mengamankan kedaulatan di wilayah yang kini disoroti publik secara bersamaan---karena China adalah negara terbesar ke-3 yang menanamkan modal secara besar besaran di Indonesia.

Luhut Binsar Panjaitan Menko-Kemaritiman yang membawahi Kementerian Kelautan dan Perikanan menghimbau agar tidak membesar-besarkan soal Natuna---begitu pun hal serupa diikuti oleh Prabowo Subianto sebagai juniornya di kesatuan Kopasus yang hari ini diamanahi menjadi Menteri Pertahanan memberikan sikap agar menempuh jalur soft (diplomatik). Kedua sikap senior-junior nyaris tidak ada bedanya yang penuh kehati-hatian dalam mengambil sikap. 

Jika diamati, sikap dua orang petinggi eks Tentara Nasional Indonesia yang cukup berpengaruh pada masanya secara tidak langsung berbeda jauh dengan sikap satuan TNI yang ditugaskan dalam mengamankan perairan Natuna. 

Jika Luhut dan Prabowo memilih jalur diplomatik untuk penyelesaian masalah ini, maka TNI sudah bergegas berdiam diri di area perairan Natuna pertama pengamanan kedaulatan negara serta hak berdaulat (ZEE) atas instruksi atasannya.

Belakangan, sikap Menhan dipertanyakan soal pengamanan yang marak dibincangkan, termasuk kalangan PA 212 sebagai basic pendukung di kontestasi helatan pemilihan presiden tempo lalu yang cukup tegang, mereka meragukan dan menyarankan agar Presiden Jokowi mencopot Menhan jebolan satuan Kopassus itu. Berbeda dengan Menlu Retno yang berani bertindak tegas menyikapi soal Natuna sesuai tugas dan fungsinya. 

Perang adalah rangkaian yang tengah diwaspadai oleh berbagai pihak mana pun itu---dan sering kali diasumsikan sebagai langkah akhir dalam menangani konflik yang tidak bisa diselesaikan secara diplomatik. Jika mengukur kekuatan kedua negara antara Indonesia dana China, tentu kedua negara mempunyai kelebihan dan kekurangan yang terdapat pada dua negara tersebut. 

Gonjang-ganjing perang hari ini hangat diperbincangkan banyak orang. Kebanyakan publik menilai bahwa demi mempertahankan kedaulatan dan aset negara yang kini dengan secara sengaja menjadi tema populer; ZEE.  Publik gereget dengan istilah perang yang menjadi bahan pertimbangan pemerintah. Sayangnya kebiasaan masyarakat kita tidak terlalu memikirkan pada dampak hingga hal yang lebih detail. 

Dalam tatanan yang lebih teknis, kedua negara dalam kepemilikan alat utama sistem pertahanan (Alutsista) secara terang-terangan berbeda jauh. Jika mengukur aspek ini, tentu Indonesia tidak lebih lengkap peralatannya ketimbang negara yang dijuluki Tirai Bambu itu. Selain Alutsista, jumlah kuantitas SDM Pertahanan Indonesia tidak jauh lebih banyak ketimbang negara China yang memiliki satuan pengamanan tentara di kisaran angka 2 juta orang---dibanding Indonesia yang hanya memiliki 800 ribuan tentara aktif dan cadangan.

Jika bertumpu pada asumsi kejayaan kualitas TNI yang sering kali mendapatkan penghargaan dan pengakuan yang cukup berarti di level internasional. Tentunya Indonesia tidak kalah saling ketimbang negara-negara lain, terlebih China secara spesifik. 

Sehingga secara kasat mata sangat diwajarkan bila mana Prabowo Subianto seketika lunak menyikapi Natuna---berbagai pertimbangannya pun diasumsikan banyak orang sebagai tindakan tindakkan yang  cukup berarti dan tepat---terlebih para pendukung fanatiknya.

 Mungkin hal yang jauh lebih paling penting ketimbang kata perang adalah memikirkan dampak yang akan terjadi jika negara kita berseteru tegang dengan China; negara yang sudah lama berhubungan baik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun