Mohon tunggu...
Fadli
Fadli Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peminat sejarah dan budaya

Menyukai dunia sejarah dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Orang Bunian Kepercayaan Masa Lalu Orang Melayu Lingga

30 Mei 2021   22:40 Diperbarui: 13 Juni 2022   00:26 3092
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebelum masuknya ajaran Islam dalam dunia Melayu, orang Melayu mempunyai kepercayaan lokal yang berhubungan dengan animisme dan dinamisme. Disamping itu,  ajaran agama Hindu dan Buddha juga pernah menyebar di dunia Melayu. Setelah agama Islam menerangi dunia Melayu, sebagian sisa-sisa kepercayaan lama masih tinggal dan bertahan dtengah-tengah masyarakat. Sisa-sisa dari kepercayaan  lama itu diwariskan turun-temurun lewat cerita lisan dari generasi ke generasi yang dianggap suatu kebenaran oleh sebagian orang.

Sebagian karya sastra Melayu lama mempunyai pengaruh menyebarkan sebagian sisa-sisa kepercayaan lama. Kisah dalam karya sastra bisa mempengaruhi sebagian orang untuk percaya. Ditambah lagi orang semakin percaya dengan adanya keterangan-keterangan dari orang-orang yang mempraktikkan ilmu ghaib atau paranormal. Pengalaman-pengalaman masyarakat yang mengalami fenomena aneh seperti melihat hal yang tidak wajar mau pun mengalami mimpi, kadang dikaitkan dengan kepercayaan lama, sehingga memberi dorongan sebagian orang untuk semakin percaya.

Di Lingga, kisah orang bunian termasuk sisa-sisa kepercayaan lama pra Islam yang masih dipercayai oleh sebagian orang. Orang bunian disebut juga dengan orang halus, orang kecil, orang peri, dan orang kayangan. Orang bunian diceritakan bukan dari golongan jin dan iblis. Wujudnya menyerupai manusia dengan wajah tampan dan cantik. Kehidupan orang bunian seperti manusia namun mempunyai kesaktian. Orang bunian terdiri dari berbagai suku bangsa dan agama. Tinggal di gunung, bukit, hutan rimba, tanjung, pesisir pantai dan sebagainya. Kadang pemukiman orang-orang bunian terlihat dalam bentuk seperti pemukiman manusia dan jika malam di terangi kilauan lampu.

Orang bunian diceritakan bisa memberikan pertolongan dan mencelakakan manusia. Orang bunian bisa turun ke dunia manusia dan membaur bersama-sama masyarakat. Jika ada keramaian, orang bunian kadang hadir meramaikan acara. Jika terdapat ramai orang yang tidak dikenali menghadiri keramaian di suatu kampung, dipercaya yang hadir adalah orang bunian. Orang bunian yang turun ke dunia manusia beraroma harum semerbak yang bisa tercium hidung manusia. Orang bunian Lingga diceritakan suka berdagang kayu gaharu yang diambil dari hutan rimba.  Kayu gaharu dijual ke Singapura, dan para pembeli tidak mengetahui mereka bertransaksi dengan makhluk halus. 

Manusia bisa bersahabat dengan orang bunian. Mereka mendapatkan pertolongan jika mengalami kesusahan dan bahaya. Orang bunian bisa merasuki tubuh seseorang untuk mengadakan praktek pengobatan dan menjaga kampung dari bala bencana. Mereka yang bersahabat bisa dengan mudah masuk hutan tanpa tersesat dan berlayar seorang diri di laut sambil tidur karena ditolong orang bunian.

Seorang laki-laki bisa menikahi perempuan orang bunian. Mereka yang bersahabat dan menikahi perempuan orang bunian tidak mati di dunia nyata. Mereka hanya mengalami kematian palsu. Orang bunian mengelabui manusia dengan menggantikan jasad mereka dengan batang pisang. Mereka masih hidup dan pindah ke alam orang bunian. Di alam orang bunian mereka menemukan kehidupan baru dan bisa mendapatkan berbagai pekerjaan seperti di alam manusia. Di alam bunian mereka akan menemukan kematian sebenarnya.

Gunung Daik yang berada di Lingga dalam cerita rakyat merupakan tempat tinggal orang bunian. Kepercayaan adanya penunggu di gunung Daik pernah juga diceritakan oleh Christian Van Angelbeek seorang penterjemah bahasa Melayu pemerintah Hindia Belanda yang berkunjung ke Daik pada tahun 1819. Diceritakan penduduk tidak pernah mengunjungi puncak gunung Daik karena takut dengan roh-roh jahat. Mereka takut karena roh-roh jahat bukan saja mengganggu pengunjung tetapi juga membawa petaka terhadap seluruh negeri.

Cerita rakyat tentang penunggu gunung Daik dapat juga dilihat dalam karya sastra Melayu lama berupa Syair Sultan Mahmud Syah (Mahmud Muzzafar Syah, Sultan Lingga-Riau ke-3) yang dikarang oleh Encik Kamariah. Dalam syair diceritakan di gunung ada puaka naga bertanduk tujuh dan bersisik emas. Dipuncak gunung ada batu baiduri dan di sana ada tinggal seorang putri yang mempunyai taman indah yang dijaga oleh para peri. Pada masa kini pun dapat ditemui buku cerita rakyat yang mengisahkan legenda-legenda yang berhubungan dengan orang bunian dari Lingga.

Kepercayaan lama orang Melayu terhadap makhluk halus yang menyerupai manusia dapat ditemukan dalam karya sastra sejarah Sulalatus Salatin yang dikarang oleh Bendahara Johor Tun Sri Lanang. Dalam Sulatatus Salatin dapat ditemukan kisah tentang kepercayaan terhadap peri dan dewa dari keindraan. Diceritakan leluhur Raja Melaka Sri Tri Buana dan kedua saudaranya yang datang dari laut mendarat di Bukit Siguntang ditanyakan oleh Wan Empok saudara Wan Malini, apakah mereka keturunan anak raja jin, peri atau indra. Nila Pahlawan saudara dari Sri Tri Buana menjawab, mereka adalah anak manusia.

Dalam Sulalatus Salatin diceritakan Mahmud Syah Sultan Melaka yang terakhir berkeinginan menikahi putri Gunung Ledang. Putri Gunung Ledang bersedia untuk dinikahi tetapi mengajukan syarat yang sangat berat. Syaratnya Sultan Mahmud Syah perlu menyiapkan jembatan  emas dan perak dari Melaka ke Gunung Ledang, hati nyamuk tujuh dulang, hati kuman tujuh dulang, air mata setempayan, air pinang muda setempayan, dan darah Raja Ahmad anak Sultan Mahmud Syah semangkuk. Sultan membatalkan keinginannya karena tidak sampai hati untuk mengambil darah Raja Ahmad.

Putri Gunung Ledang yang dikisahkan bukan manusia biasa tetapi makhluk halus penunggu gunung yang bisa merubah dirinya menjadi seorang perempuan tua. Terdapat berbagai keanehan di tempat tinggal Putri Gunung Ledang karena burung bisa berbunyi seperti orang melantunkan syair, gurindam, seloka, dan pantun. Tumbuh-tumbuhan juga bisa berbicara seperti manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun