Mohon tunggu...
Fadli
Fadli Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peminat sejarah dan budaya

Menyukai dunia sejarah dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Tradisi Tujuh Likur di Daik

11 Mei 2021   08:16 Diperbarui: 11 Mei 2021   15:18 2425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tradisi tujuh likur yang pada awalnya hanya memasang pelita, selanjutnya terjadi perubahan ke arah suatu acara yang mirip perayaan atau pun festival yang lebih meriah. Khususnya di Kelurahan Daik, dikirakan era tahun 70-an agar dirasakan lebih meriah, pelita bukan saja dipasang disekeliling rumah penduduk namun masyarakat mulai mendirikan pintu gerbang kayu yang berbentuk masjid dengan dinding kertas yang telah diberi rangka buluh atau kayu. Gerbang yang berbentuk masjid dibuat pintu,  tingkap, dan ukiran dengan cara ditebuk pada bagian dinding kertas. Hasil tebukan, selanjutnya ditempel kertas layang-layang berwarna warni. 

Pada siang menyambut malam tujuh likur, bagian dinding dipasang pada rangka pintu gerbang. Setelah semuanya selesai dipasang, malamnya di dalam pintu gerbang dipasang dengan lampu pelita. Karena disinari pelita, kertas warna-warni yang menutupi bagian pintu, tingkap, dan ukiran  dipintu gerbang menjadi bercahaya indah. Pintu gerbang yang bercahaya indah, menarik perhatian masyarakat kampung untuk datang melihat. Tradisi ini terus dilakukan sampai masa kini dan diikuti oleh beberapa tempat di luar Daik.

Pembangunan pintu gerbang, yang dibangun di kampung-kampung di Kelurahan Daik, dalam ruang lingkup wilayah Rukun Tetangga (RT). Masyarakat yang di motori para pemuda, menggerakkan pembangunan pintu gerbang dengan biaya sumbangan dari masyarakat di wilayah RT masing-masing. Untuk memungut sumbangan, akan dibuat surat permintaan sumbangan yang ditandatangani oleh RT dan ketua panitia atau pemuda. Untuk mengumpulkan kayu-kayu membuat pintu gerbang, dilaksanakan gotong royong oleh masyarakat kampung. Selanjutnya pintu gerbang dikerjakan oleh para tukang yang berada dikampung secara bergotong-royong.

Kegiatan gotong royong membuat pintu gerbang, lebih banyak dikerjakan pada malam hari. Hal ini dilakukan karena pada siang harinya, masyarakat sibuk mencari nafkah. Hampir tiap malam sebagian masyarakat bergotong royong sampai larut malam membangun pintu gerbang. Untuk konsumsi gotong royong, seperti minuman dan makanan ringan, kadang disumbangkan oleh masyarakat yang berdekatan dengan pintu gerbang. Berbeda dengan memasang pelita di halaman rumah masing-masing, pembangunan pintu gerbang pada setiap tujuh likur, tidak dilakukan semua wilayah RT. 

Kadang ada satu wilayah RT yang bertahun-tahun tidak membangun pintu gerbang. Hal ini terjadi akibat beberapa hal, seperti tidak adanya tokoh penggerak yang mengajak masyarakat untuk melakukan pembangunan dan tidak tertariknya masyarakat karena disibukkan dengan urusan mereka masing-masing. Untuk memasang pelita di halaman rumah, masih tetap dipertahankan oleh sebagian besar masyarakat.

Dalam menyambut malam tujuh likur di sebagian tempat yang mendirikan pintu gerbang diadakan juga buka bersama dan menyediakan makanan gratis bagi orang-orang yang datang berkunjung. Tradisi ini mulai populer sejak tahun 2002, di Kampung Tanda hulu, dan kemudian berkembang ke kampung-kampung di Kelurahan Daik dan bahkan kebeberapa desa lainnya. 

Walau pun tradisi malam tujuh likur telah menjadi suatu perayaan atau festival pintu gerbang indah, namun tujuannya perlu untuk selalu diingat oleh masyarakat. Tujuannya awalnya memasang lampu pelita ialah untuk mengingatkan kita kepada malam-malam ganjil di sepuluh akhir bulan Ramadhan, yang salah satunya terdapat malam Lailatul qadr. Pada malam-malam itu hendaknya ditingkatkan lagi kegiatan ibadah agar mendapatkan manfaat dunia dan akhirat, yang di dalam hadis disebutkan,

Barang siapa tegak beribadah di malam kemuliaan berlandaskan iman dan berharap pahala Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang terdahulu  (HR. Bukhari-Muslim)

Di malam-malam ganjil sepuluh hari terakhir Ramadhan yang salah satunya terdapat malam Lailatul qadr, perlu banyak berdoa sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah saw,

 Dari Aisyah r.a bahwa ia bertanya kepada Rasulullah saw., bagaimana jika saya dapat mengetahui malam qadar itu, apakah yang baik saya katakan pada malam itu ?Rasulullah saw bersabda, katakan olehmu, ya Allah, sesungguhnya Engkau pengampun, suka mengampuni kesalahan maka ampunilah kiranya kesalahanku (HR. Turmudzi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun