Mohon tunggu...
MFadhil Ramadhan
MFadhil Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar/Mahasiswa

Badminton

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kewirausahaan sosial (social entrepreneurship) sebagai gagasan inovasi sosial bagi pembangunan perekonomian

28 November 2022   01:39 Diperbarui: 28 November 2022   01:41 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada beberapa negara, terdapat banyak tantangan sosial yang masih perlu diselesaikan, yaitu kemiskinan yang parah, dan kurangnya akses umum untuk perawatan kesehatan atau pendidikan. Dalam keadaan global, kewirausahaan sosial memiliki potensi untuk memberikan beberapa solusi sosial, yaitu dengan menerapkan pendekatan kewirausahaan dan kekuatan inovasi sosial untuk menghadapi tantangan sosial yang ada. Tulisan ini mencoba untuk memberikan tinjauan literatur dari konsep kewirausahaan sosial, seperti latar belakang sejarah, karakteristik, dan model bisnis yang efektif untuk kewirausahaan sosial.

Masalah pengangguran merupakan masalah yang dihadapi oleh setiap negara, demikian pula yang terjadi di Indonesia, masalah pengangguran dan tenaga kerja di Indonesia masih menjadi persoalan yang perlu disikapi secara serius.

Terbaru, Badan Pusat Statistik (BPS) melansir data mengenai kondisi tenaga kerja di Indonesia. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Februari 2015 sebesar 5,81 persen meningkat dibandingkan TPT Februari 2014 (5,70 persen).  Dari data tersebut, pada Februari 2015, penduduk bekerja masih didominasi oleh mereka yang berpendidikan SD ke bawah sebesar 45,19 persen, sementara penduduk bekerja dengan pendidikan Sarjana ke atas hanya sebesar 8,29 persentase.

Tingginya angka pengangguran di Indonesia dipengaruhi juga oleh kualitas ketenagakerjaan di Indonesia yang masih memprihatinkan baik dilihat dari sisi kualifikasi maupun kompetensi. Pembangunan Sumber Daya Manusia belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. 

Indeks pembangunan sumber daya manusia (Human Development Index) yang dikeluarkan oleh United Nations Development Programme Indonesia menempati urutan ke- 110 dari 187 negara. Menurut catatan mereka, Indonesia masuk ke dalam kategori medium human development.  

Angka pengangguran yang cukup besar tersebut tentunya dapat menimbulkan masalah sosial yaitu kemiskinan.

Kondisi yang dihadapi akan semakin diperburuk dengan situasi persaingan global (misal pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN/MEA) yang akan menghadapkan lulusan perguruan tinggi Indonesia bersaing secara bebas dengan lulusan dari perguruan tinggi asing. Oleh karena itu, para sarjana lulusan perguruan tinggi perlu diarahkan dan didukung untuk tidak hanya berorientasi sebagai pencari kerja (job seeker) namun dapat dan siap menjadi pencipta pekerjaan (job creator) juga (Suharti dan Sirine, 2009).

Definisi social entrepreneurship  banyak dikembangkan di sejumlah bidang yang berbeda, mulai dari tidak untuk profit, untuk profit, sektor publik, dan kombinasi dari ketiganya. Menurut Bill Drayton (pendiri Ashoka Foundation) selaku penggagas social entrepreneurship terdapat dua hal kunci dalam social entrepreneurship. 

Pertama, adanya inovasi sosial yang mampu mengubah sistem yang ada di masyarakat. Kedua, hadirnya individu bervisi, kreatif, berjiwa wirausaha (entrepreneurial), dan beretika di belakang gagasan inovatif tersebut. Hulgard (2010) merangkum definisi social entrepreneurship secara lebih komprehensif yaitu sebagai penciptaan nilai sosial yang dibentuk dengan cara bekerja sama dengan orang lain  atau organisasi masayarakat yang terlibat dalam suatu inovasi sosial yang biasanya menyiratkan suatu kegiatan ekonomi

Social entrepreneurship merupakan sebuah istilah turunan dari entrepreneurship. Gabungan dari dua kata, social yang artinya kemasyarakatan, dan entrepreneurship yang artinya kewirausahaan. Pengertian sederhana dari social entrepreneur  adalah seseorang yang mengerti permasalahan sosial dan menggunakan kemampuan entrepreneurship untuk melakukan perubahan sosial (social change), terutama meliputi bidang kesejahteraan (welfare), pendidikan dan kesehatan (healthcare) (Cukier, 2011).

Hal ini sejalan dengan yang diungkap  oleh Schumpeter dalam Sledzik (2013) yang mengungkap entrepreneur adalah orang yang berani mendobrak sistem yang ada dengan menggagas sistem baru. Jelas bahwa social entrepreneur pun memiliki kemampuan untuk berani melawan tantangan atau dalam definisi lain adalah seseorang yang berani loncat dari zona kemapanan yang ada. Berbeda dengan kewirausahaan bisnis, hasil yang ingin dicapai social entrepreneurship bukan profit semata, melainkan juga dampak positif bagi masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun