Senandung lagu “Indonesia Pusaka” yang selalu di nyanyikan bapakku begitu menyentuh nuraniku yang dalam. Lelaki tua dengan tubuh menghitam terkena sengatan matahari itu adalah pelindung dan ksatriaku. Cangkul ditangannya adalah senjata pusaka anugrah pertiwi. Dengan tenaganya yang perkasa dia merubah tanah lumpur becek menjadi istana Dewi Sri. Tidak pernah kudengar keluh kesah dari bibirnya yang selalu menyungingkan senyum ramah. Dan setiap kali aku merunggut, bapak dengan arifnya akan berkata, “Ini tugas kita, nduk. Dulu bapak berjuang untuk kemerdekaan! Kini kita berjuang untuk menghasilkan pangan. Agar kita bisa makan dan tidak kelaparan.” Sejak dulu, bapak bermimpi ingin melihat negara ini menjadi negeri yang makmur, aman, sejahtera, gemah ripah loh jinawi, toto tentrem kerto raharjo. Baginya, kedamaian, ketentraman dan kemakmuran hanya bisa di capai jika rakyat cukup pangan dan tidak kelaparan. Karena itu beliau berusaha menjadi petani yang baik dilahannya yang sempit, mengembangkannya secara Intensifikasi dan Ekstensifikasi dengan metode pertanian yang ramah lingkungan dan modern demi terciptanya Swasembada Pangan. Ini merupakan salah satu caranya untuk menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk pertiwi tercinta. Dan beliau yakin pada suatu saat nanti, impiannya akan menjadi impian orang banyak juga. Tak perduli dengan apapun mereka mewujudkannya, hanya satu yang pasti jika kita mau berusaha dengan semangat pantang menyerah impian itu akan menjadi nyata.