Mohon tunggu...
Adik Manis
Adik Manis Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

*A simple girl* *Penikmat & pelajar fenomena kehidupan*

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menegur

12 Juni 2015   05:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:05 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Habis baca status tentang sahabat yang memilih memusuhi saat ditegur.

Kalau saya sih, secara pribadi, untuk menegur orang meskipun itu orang terdekat saya, saya berpikir panjang dulu dengan pertimbangan:

1. Saya juga belum beres dan baik untuk menegur orang.

2. Walaupun saya tahu yang dilakukannya tidak baik, tapi belum tentu saya tahu duduk perkara masalahnya dan apa yang melatarbelakanginya. Kadang, kebenaran yang sesungguhnya tidak seperti apa yang terlihat.

3. Dan jika pun saya tahu konteks masalahnya, belum tentu jika saya berada di posisinya saya juga bisa mengatasinya dengan baik.

4. Dia punya alasan sendiri dalam mengatasinya dengan caranya dan punya ukuran kemampuan sendiri dalam menanggung konsekuensinya. Bagi saya, saya tidak harus perlu merasa menegur seseorang jika dia kuat mental dan dapat menghadapi konsekuensinya. Terkecuali untuk kesalahan yang dia tidak sadari. Hanya perlu untuk diingatkan akan bahayanya.

5. Secara pribadi, saya memperlakukan seseorang sesuai dengan standarnya. Setiap orang yang saya kenal benar, saya sikapi sesuai dengan pembawaannya. Kalau saya tahu dia orang yang terbuka dengan teguran, saya akan tegur langsung. Kalau saya tahu dia orang yang tidak suka dicampuri urusannya tanpa diminta, saya menghargai pilihan hidup dan sikapnya. Dan kalau saya tahu dia orang yang sensitif dan lebih suka menyimpan masalahnya sendiri, saya membiarkannya nyaman dengan caranya sendiri. Dan jika saya tahu, orangnya suka curhat dan terbuka ke saya, saya menunggu momen itu tiba untuk mengutarakan pendapat saya.

Karena bagi saya, segala sesuatunya, bahkan hal yang kita anggap baik pun seperti menegur, juga punya dampak positif dan negatif. Maka secara pribadi, saya cocok-cocokkan dengan kondisi orang yang akan saya tegur, teguran seperti apa yang cocok untuknya, yang tidak akan menimbulkan masalah baru setelahnya. Karena ada orang yang baru bisa menerima pesan dari teguran ketika disampaikan dengan cara bercanda dan santai. Ada juga yang bisa terima ketika disampaikan secara blak-blakan. Yang terpenting, tidak mengintimidasi, merendahkan, dan memojokkan, kecuali kita tahu dia cocok dan baru bisa sadar dengan cara itu. Atau memang kondisinya memang perlu ditegur atau tidak.

Apalagi jika orang yang ingin kita tegur itu adalah sahabat. Sungguh terlalu jika orang yang kita sebut sahabat tidak dikenali benar. Makanya banyak orang terdekat marah ketika ditegur. Bukan karena masalah ditegurnya, tapi dia kecewa karena ternyata kita tidak benar-benar mengenalnya.

Yang menjadi pertanyaan, mau tunggu sampai dia mengalami hal buruk dulu baru menegur? Suka atau tidak, ada orang yang jika ditegur makin terpuruk dan menjadi. Bisa mengambil tindakan yang lebih ekstrim setelah ditegur sebagai ekspresi kemarahannya. Karena dia beranggapan bahwa tidak ada orang yang bisa mengerti dia, termasuk orang terdekatnya. Untuk tipe orang seperti ini, lebih baik menemaninya saat dia menghadapi masalahnya daripada menjadi tukang ceramahnya. Biasanya tipe orang seperti ini, akan menaruh kepercayaan yang besar terhadap orang yang tinggal bersamanya. Tidak akan terlalu sulit dia mendengarkan dan mempercayai perkataan orang yang membuatnya merasa berarti ketika dia sudah merasa nyaman.

Di sisi lain juga, ada tipe orang yang memang baru bisa belajar dari kejatuhan dan kegagalannya daripada mendengarkan ceramah. Kalau saya tahu dia tipe orang seperti itu, sebagai orang terdekatnya, saya lebih memilih membiarkannya jatuh dulu. Toh, kata-kata yang indah dan bijak sekali pun tidak akan mampu dicernanya sebelum dia merasakan sendiri dampak dari pilihannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun