Mohon tunggu...
Agatha Mey
Agatha Mey Mohon Tunggu... Freelancer - agathamemey@gmail.com / agathamey.com - Menulis sesuka hati

Ibu satu anak, yang suka mempelajari berbagai hal tanpa harus menjadi ahli karena hidup sejatinya adalah sesederhana untuk menjadi bahagia.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dunia Maya, Dunia Berkata-kata

23 Oktober 2014   17:16 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:00 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1414033195386481986

[caption id="attachment_349358" align="aligncenter" width="498" caption="Foto : despair.com"][/caption]

Banyak fenomena terjadi akhir-akhir ini akibat dari status-status yang di blow up keluar dari ranah pribadi akun media sosial masuk kedalam ruang publik dunia maya yang berujung ramai hingga dijadikan obyek bullying. Eksesnya bahkan sampai diproses oleh pihak berwajib. Walaupun kemudian berakhir baik ataupun hilang begitu saja, namun berita dan bullyingnya akan tetap membekas di dunia maya. Entah apa yang terjadi dalam masyarakat sekarang ini. Mungkin jamannya sudah berubah ? Atau orangnya sudah berubah ? Atau banyak yang belum menyadari kecepatan dan kemasifan media sosial sehingga kecerdasan emosi, budi pekerti dan etika menjadi seolah ketinggalan?

Menulis status di media sosial milik pribadi tentunya di anggap sah-sah saja. Bisa hanya karena candaan atau karena sedang kesal atau karena ingin dianggap terhadap “sesuatu”. Ada baiknya setiap pemilik akun media sosial mencoba berpikir ulang jika ingin menuliskan sebuah status yang agak “miring” dan “berbahaya”. Katanya, mata adalah jendela jiwa dan tulisan adalah curahan hati. Terlepas yang ditulis benar atau tidak, rasanya setiap penulis tetap wajib menjaga rasa tanggungjawab, minimal dapat menjawab alasan di balik penulisan tersebut, walau banyak juga yang merasa tidak perlu bertanggungjawab dan punya alasan untuk menulis itu…

Tidak perlu belajar bagaimana menulis termasuk menanggapi status di media sosial. Ukurannya hanya hati nurani saja, sehingga semua dapat di pertanggungjawabkan. Bagi sebagian orang, status media sosial milik teman adalah hak masing-masing. Kalaupun beberapa mengganggu, ada yang hanya membawanya menjadi bahan pengamatan, pembelajaran dan uji kesabaran. Beberapa memberi komen dengan canda, beberapa akan chatting di kotak pesan dan mencoba mengerti alasan mereka, untuk memberikan juga pandangannya pada status terkait, yang untuk selanjutnya lebih baik dilewatkan begitu saja, jika masih melakukannya. Tetapi banyak juga di sekitar kita yang memilih untuk mem bully orang lain, yang kadang bahkan tidak dikenalnya.

Ada baiknya belajar bagaimana memberi komentar pada “status buruk” yang mendukung pada arah perbaikan perilaku pemilik status. Dan tidak memperburuk situasi dan kondisi penulis karena harus dimengerti juga, apa alasan penulisannya.

Banyak yang menulis status buruk ternyata karena kesal diputusin pacar
Banyak yang menulis status buruk ternyata karena kehilangan uang dollar
Banyak yang memberi komen pedas ternyata iseng untuk mengisi hari…
Banyak yang memberi komen pedas ternyata habis diomelin istri…
Banyak yang memberi komen pedas ternyata habis ditilang polisi…

Biar bagaimana, itulah indahnya bahasa tulisan di media sosial…
100 kepala 100 isi pikiran 100 komentar…
Yang penting media sosial tidak mengembalikan kita ke pepatah lama…
Buruk muka cermin dibelah… Buruk komen gadget dibelah :p

Alangkah seringnya kita meng upgrade program dan perangkat gadget kita agar tetap up to date dan lebih baik. Tetapi seberapa sering kita ingin “naikkelas” dengan mulai berpikir lebih positif dan berbagi kebaikan dalam berbagai situasi kehidupan ?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun