Mohon tunggu...
Mex Rahman
Mex Rahman Mohon Tunggu... Wiraswasta - Son-Brother-Friend

Bermimpi tiduri Monica Bellucci

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tania

19 Januari 2015   18:01 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:49 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1421638817948852671

“Apa dia bertambah tua?”

Aku bingung dengan maksud pertanyaannya, “Dia masih sangat muda dan cantik.”

“Ternyata dia benar-benar menepati janjinya??”

Semakin bingung aku dengan ucapan nenek itu.

Nenek itu tersenyum lalu kembali berceloteh, “Dia tidak pernah berubah, sejak dulu memang dia yang paling cantik.”

Nenek itu diam sejenak lalu melanjutkan perkataannya, kali ini dia menyampaikannya penuh dengan perasaan, “Tania adalah sahabatku sejak masih kanak-kanak. Dia adalah keturunan campuran, ayahnya seorang Belanda dan ibunya seorang Cina. Dia sangat cantik, baik dan periang. Namun serdadu-serdadu Jepang yang berhasil menduduki kota merenggut keceriaan mas mudanya dan banyak pemudi lainnya. Tania dan yang lain dijadikan tentara Jepang sebagai wanita penghibur disini termasuk aku. Aku selalu bersamanya, mengalami nasib yang sama, menjadi wanita penghibur prajurit-prajurit Jepang.  Tania meninggal di usianya yang masih muda, 24 tahun. Sebuah peluru tentara Jepang menembus keningnya sesaat setelah dia menolak bercinta dengannya.”

Aku hanya diam mendengar penuturan nenek. Dan kemudian aku baru menyadari bahwa selama ini aku bercinta dengan hantu.

Nenek itu melanjutkan ceritanya, “Beberapa hari sebelum dia meninggal, dia mengatakan bahwa dia akan selalu disini, menghibur laki-laki yang sedang merasa sepi. Meski tak semua lelaki kesepian yang dia temaninya, namun kamu bukan lelaki pertama yang ditemuinya. Seingatku sudah sekitar 12 pria menanyakannya kepadamu sebelum kamu menanyakan hal yang sama itu.”

Aku mencoba mengingat kembali pesan terakhir Tania di depan gedung tua MARBA, “Tania hanya bayangan. Bahagiamu hanya kamu sendiri yang bisa buat. Kamu sendirilah yang mampu hapuskan sepimu” Kini aku baru mengerti maksud pesan itu. Dia benar-benar telah memenuhi janji yang dibuatnya sebelum meninggal, menghibur lelaki kesepian dan lebih dari itu kini aku lebih bisa menghargai keberadaanku di dunia ini. Aku bangkit dari dudukku dengan hati seringan kapas. Bergegas membayar makanan yang belum habis kusantap lalu berjalan keluar dari warung.

Belum sepenuhnya tubuhku meninggalkan warung, nenek itu memanggilku, “Anak muda, kalau kau bertemu lagi dengannya tolong sampaikan salamku padanya. Aku sangat rindu dengan dia.”

Aku menoleh dan tersenyum sambil menganggukkan kepala.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun