Mohon tunggu...
Meutia Santika
Meutia Santika Mohon Tunggu... -

Workaholicgirl.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Aksi Solidaritas Para Dokter

30 November 2013   00:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:30 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hampir seluruh dokter di Indonesia melakukan aksi mogok praktik pada Rabu (27/11/2013) lalu. Aksi solidaritas ini dilakukan menyusul adanya kasus tuduhan malpraktik yang menimpa tiga dokter di Rumah Sakit Kandau Manado terhadap pasien Siska Makatey. Ketiga dokter tersebut yaitu dr. Ayu, dr. hendry dan dr. Hendy. Dua dari dokter tersebut sudah mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) Manado.

Ketiganya mendapat vonis 10 bulan penjara. Namun vonis ini dianggap kriminalisasi terhadap profesi dokter. Kecaman pun terus mengalir dari masyarakat. Pasalnya, jika terus melakukan demo, bagaimana dengan pelayanan pasien.

Menanggapi hal ini, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Bandung, Dr Tri Wahyu Murni mengatakan aksi unjukrasa yang dilakukan oleh dokter terlalu dibesar-besarkan dantidak bermaksud mengabaikan pelayanan kepada pasien. Menurutnya, hal ini dilakukan supaya masyarakat tak menilai efektifnya pelayanan dokter hanya dari hasil akhir kinerja saja.

"Jika kemudian pasien meninggal, apa disebut malpraktik?. Dokter selalu berupaya agar pasien tidak meninggal. Ini bukan merupakan suatu kesengajaan. Esensi inilah yang harus dipahami.” Tuturnya

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pun menjamin tidak ada penelantaran terhadap pasien akibat aksi solidaritas yang dilakukan, sehingga masyarakat diminta untuk tidak khawatir berlebihan. Dukungan datang Ketua Komisi IX DPR RI, dr. Ribka Tjiptaning Proletariyati.Menurutnya, aksi ini merupakan yang pertama kalinya dilakukan kalangan dokter. Dia menilai mayoritas para dokter cenderung berfikir lebih individualistik.

“Demo sih boleh saja, yang penting solidaritas, hanya persoalannya jangan sampai mengganggu pelayanan. Dalam bentuk kepedulian dari rekan yang terkena musibah.”jelasnya

Meski demikian, Dia memahami bahwa tidak ada seorang pun yang kebal hukum. Sama halnya dalam kasus ini, dokter yang bersangkutan harus menghormati dan mengikuri proses hukum yang berlaku. Hal serupa diutarakan Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi. Siapapun boleh melakukan aksi ini, kata Tulus, karena mendapat jaminan dari Undang-Undang. Disatu sisi

“Disatu sisi dibolehkan undang-undang, disisi lain harus ada jaminan kalau aksi ini tidak melanggar aturan yang ada. Hanya saja jika dilakukan oleh dokter, ini menjadi tidak elegan, padahal seharusnya bisa melakukan dengan cara yang lebih elegan dan secara ekstrim ini juga melanggar sumpah dokter.” Tandasnya

Lantas, apa yang terjadi dibalik semua ini?. Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDIP, Eva Kusuma Sundari mengaku tidak kaget dengan peristiwa ini. Eva menuturkan, setiap kali ada malpraktik, IDI selalu pasang badan, mereka membuat MOU dengan pihak kepolisian untuk membela kepentingan para dokter. Selama ini, kata Eva, jumlah kasus malpraktik yang tidak bisa masuk ke proses hukum ada sebanyak 265 kasus. “Ini karena IDI sangat protektif, powerfull membela dokter yang bermasalah”

Komisi III pernah meminta pihak kepolisian untuk mencabut MOU yang sudah disepakati dengan IDI dibeberapa provinsi. “Ini aneh, jika MOU bisa mengalahkan KUHP dan Undang Undang Kesehatan. IDI itu kan ada untuk membela dokter, jadi dalam sebuah penuntasan kasus, yang boleh menjadi saksi dalam persidangan hanya dari IDI.”paparnya saat berbincang di PRFM

Dia menyarankan jika tidak puas dengan keputusan Mahkamah Agung, silahkan mereka mengajukan Peninjauan Kembali (PK), jangan sampai ini menjadi preseden buruk bagi para dokter. “Mari kita buka fakta dengan logika hukum bahwa dokter juga bisa melakukan kesalahan.”tandasnya

Pandangan kritis dilontarkan Psikiater terkemuka Prof . Dr. dr.Dadang Hawari. Dia melihat sikap pemerintah terlalu lamban menanggapi kasus ini. Padahal ini merupakan masalah serius. “Mahkamah Agung seperti tuhan saja, sebaiknya tunda dulu pelaksanaan penahanan. Kita tidak bisa salahkan dokternya. Menteri Kesehatan juga harus tegas dan peka, karena merupakan suara rakyat. ”jelas Dadang

Seorang dokter diberikan perlindungan hukum, agar tidak ada gugatan dari pihak lain. Dalam peristiwa ini, Dadang berharap siapapun harus lebih peka terhadap semua gejolak yang terjadi di masyarakat.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun