Mohon tunggu...
Metik Marsiya
Metik Marsiya Mohon Tunggu... Konsultan - Menembus Batas Ruang dan Waktu

Praktisi Manajemen, Keuangan, Strategi, Alternatif dan Spiritual. Kutuliskan untuk anak-anakku, sebagai bahan pembelajaran kehidupan. ... Tidak ada yang lebih indah, saat menemani kalian bertumbuh dengan kedewasaan pemahaman kehidupan.... ................ tulisan yang selalu teriring doa untuk kalian berdua....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Diriku, dalam Batas Ruang dan Waktu

4 Juni 2020   09:32 Diperbarui: 4 Juni 2020   09:34 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Aku menyadari sepenuhnya akan garis kehidupan, bahwa kejadian dalam kehiduapan manusia telah ditakdirkan. Demikian juga dengan kehidupanku. Aku lahir di sebuah keluarga kaya raya, tetapi saat aku dewasa, aku menyadari bahwa sesungguhnya aku tumbuh dengan kasih sayang bukan dari keluargaku. Keluargaku menyayangi dengan caranya sendiri, dengan kebebasan yang aku dapatkan, dengan fasilitas yang aku peroleh, walaupun bukan dengan uang tunai. Tetapi aku memiliki banyak materi yang bisa menunjang kehidupanku. 

 Aku tumbuh di ketiak orang-orang tua miskin yang menjadi tetanggaku, atau saudara-saudara jauhku. Aku sering merebahkan di balai-balai bambu rumah mereka, dan tertidur hingga keesokan harinya. Dengan sarapan seadanya. Bahkan di usia remajaku, aku mengikuti banyak sekali kegiatan yang membuatku jarang di rumah pada siang hari dan hampir pulang tengah malam setiap hari, dengan berbagai macam kegiatan yang positif. 

Rumah dan keluargaku, hadir dengan kasih sayang versi mereka tanpa pernah mampu membuatku tinggal di rumah. Lagi-lagi aku harus bersyukur, bahwa aku tidak terjebak dalam dunia negatif, tetapi Tuhan menyambutku di rumahnya, aku ada dalam kegiatan-kegiatan rohani, kegiatan pecinta alam, kegiatan teater, belajar, les, olah raga dan semua hal yang menyibukkanku. Waktu itu Tuhan sangat menjagaku,  yang aku baru sadari setelah aku dewasa. 

 Dari kecil, aku suka sekali membaca, satu hari satu buku. Sampai SMA masih berlanjut. Buku-buku perpustakaan selalu habis di tahun pertama aku sekolah. Dan di tahun-tahun berikutnya aku hinggap di taman-taman bacaan komersial yang harus mengambil uang jajanku yang terbatas, tetapi aku selalu saja tenggelam dalam bacaan, bahkan sampai hari ini. Aku masih suka membaca, apapun. Aku belajar banyak filosofi dari buku-buku yang aku baca, kebijaksanaan, kata mutiara, kehidupan. 

Atau mungkin saja, karakterku terbentuk dari buku-buku itu. Bisa jadi, dan sangat bisa. Karena aku tidak pernah dekat dengan ibuku dan bapakku, apalagi dengan kakak-kakakku. Kita punya dunia sendiri-sendiri dengan berbagai macam ragam kehidupannya. Dan aku bersyukur bahwa kehidupan menuntunku untuk belajar banyak hal-hal baik yang membuatku lebih baik dari hari ke hari. Aku tumbuh menjadi pribadi berbeda dengan keluargaku, yang sama sekali tidak pernah kusesali, karena aku tumbuh dalam kesendirianku.  

Aku tidak tahu darimana energiku berasal, tapi aku merasakan mampu melakukan banyak hal yang orang lain tidak sempat lakukan. Aku kuat melakukan beberapa hal sekaligus, dan bisa menyelesaikan semuanya dengan baik. Aku bisa belajar dan beraktivitas dengan sama baiknya, aku bisa sangat sibuk tetapi tetap bisa mengerjakan pekerjaan di rumah dengan baik. Aku mempunyai kemampuan mengatur waktu dan diriku dengan baik, tersistematika,  terjadwal, dan tidak ada kata meleset.

Dan sekarang, setelah 46 tahun kehidupanku, di sinilah aku. Ada di kota kelahiranku, tinggal di tempat yang berbeda dari tempat aku dibesarkan. Sebenarnya aku pernah mencoba bertahan di rumah tempat aku dibesarkan selama 12 tahun setelah aku kembali dari Jakarta, tetapi hatiku memang tidak pernah ada di rumah, dan aku memilih untuk pindah. Setahun sudah aku tinggal di tempat baruku. Jauh lebih kecil, jauh lebih sederhana, sangat sederhana, seadanya, tetapi di sinilah aku menemukan diriku yang sesungguhnya. Kemerdekaan dan ketenangan, kreatifitas dan kebahagiaan. 

Aku memulai hidup baru, berusaha melepaskan kenangan demi kenangan. Semua pedih dan lara, sengsara dan kesepian, pelecehan, penghinaan, iri dan dengki yang senantiasa menjadi teman dalam perjalananku. Tetapi, bukankah keinginan itu jika dibahasakan sama saja mengundang untuk datang, dan bukannya melupakan, justru tanpa kusadari semakin kuat aku merajut kesedihan demi kesedihan yang berubah menjadi lautan air mata yang menggerogoti seluruh kekuatan hidupku. 

Menghisap seluruh energi kehidupanku. Perpindahan rumah yang kuanggap sebagai sebuah hijrah, sebagai metamorfosa menuju ketentraman, tampaknya hanya menjadi ketentraman lahiriah. Tetapi fisikku tidak bisa berbohong, dari hari kehari tubuhku semakin tidak bercahaya, aura keceriaanku meredup, dan tanpa kusadari hatiku telah mati. Padam sudah semangat membara bagaikan panas bumi yang dulu pernah ada di hatiku, pernah ada di jiwaku, menjadi arang, menghitam dan muncul di wajahku dalam sebuah kekelaman kehidupan. 

Aku menatap wajahku sendiri di cermin, adakah yang tersisa? Memang sepertinya tidak ada, tetapi selalu saja kehidupan berpihak kembali kepadaku. Saat aku hampir menyerah dengan kehidupanku, dengan diriku sendiri, kehidupan selalu mampu memberikanku kesempatan berikutnya. 

Walaupun dengan energi yang sangat sedikit, minimalis, tetapi aku selalu bisa bangkit dan perlahan tapi pasti aku bisa melewati kesulitan demi kesulitan. Terkadang sampai hancur, tetapi aku masih hidup. Terkadang sampai nyaris mati, tapi sampai hari ini aku masih ada. Melelahkan, penuh dengan berbagai macam tantangan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun