Mohon tunggu...
Metik Marsiya
Metik Marsiya Mohon Tunggu... Konsultan - Menembus Batas Ruang dan Waktu

Praktisi Manajemen, Keuangan, Strategi, Alternatif dan Spiritual. Kutuliskan untuk anak-anakku, sebagai bahan pembelajaran kehidupan. ... Tidak ada yang lebih indah, saat menemani kalian bertumbuh dengan kedewasaan pemahaman kehidupan.... ................ tulisan yang selalu teriring doa untuk kalian berdua....

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Aparat Keamanan Dibenturkan dengan Mahasiswa, Membela yang Salah?

26 September 2019   09:57 Diperbarui: 26 September 2019   10:04 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Indonesia membara dalam demo dari ujung timur sampai ujung barat. Korban demi korban berjatuhan, tuntutan demi tuntutan tapi tetap belum juga terpenuhi. Mahasiswa, mereka memperjuangkan negeri ini dengan hati. Mereka memperjuangkan idealisme mereka atas nama nurani demi negeri. Dan saat ini, satu demi satu berjatuhan karena berhadapan langsung dengan petugas, yang sebagian besar adalah aparat kepolisian. 

Mahasiswa memang masih muda, meledak-ledak dan sangat emosional. Tapi hal ini bukan berarti mereka tidak tahu apa yang terjadi di negeri ini. Justru merekalah yang masih murni, pikiran yang masih jernih belum tercemari oleh kekuasaan dan harta. Mereka masih bisa melihat mana yang benar dan mana yang salah. 

Beda halnya dengan mereka yang berpihak pada kepentingan, semuanya menjadi benar versus kepentingannya. Politisi yang sudah tidak tahu lagi mana benar dan mana salah, yang saat ini mereka tahu adalah bagaimana melakukan pembenaran pada sebuah keadaan atas nama kepentingan diri, kepentingan atasan, perintah atasan dan tentu saja pada tujuan besar kolektif politik. 

Membandingkan politisi dan mahasiswa memang tidak bisa apple to apple, tetapi membenturkan polisi dan mahasiswa untuk melindungi sebuah kepentingan kolektif atas nama penyelamatan politisi dari kepentingan korupsi apakah ini merupakan pilihan yang lebih baik? 

Polisi bertugas tegak lurus pada perintah atasan, maju ya maju, mundur ya mundur, perang ya perang. Tapi berperang dengan mahasiswa yang sedang membela negerinya, mahasiswa yang masih jernih hatinya, mahasiswa yang berjuang untuk kebenaran, apakah itu pilihan tepat yang harus dijalankan?

Mari kita tanyakan kepada diri, kali ini siapakah yang harus dibela, mereka yang ada di atas pucuk-pucuk pimpinan negeri ini yang telah menggunakan legitimasi dari rakyatnya untuk melemahkan sistem-sistem negeri ini. Menjadikan sendi-sendi kehidupan moral bernegara menjadi tumpul? 

Mahasiswa saat ini tidak mempunyai kepentingan pribadi, bergerak atas nama perjuangan rakyat banyak. Mereka mengorbankan dirinya sendiri, untuk menyuarakan kebenaran bagi rakyat banyak yang tak mampu lagi bersuara, apakah mereka ini layak untuk diperangi ? 

Rakyat banyak yang hanya mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, tetapi tidak bisa dan tidak tahu lagi bagaimana membela kepentingannya sendiri.

Harapan kami ada padamu anak-anak muda pemilik negeri. Kami sama dengan Bung Karno, yang banyak berharap kepada anak-anak muda, generasi penerus negeri. 

Dan kepada siapakah Polisi akan menggantungkan harapannya,  Pak Polisi mau menggantungkan harapan ini kepada siapa? Kepada mereka yang di atas, yang  melenggang bebas atas segala permainan di pucuk-pucuk negeri? Mereka yang berteriak penuh dengan kalimat yang diputarbalikkan, berputar-putar supaya semuanya tampak benar.

Mari kita tumpahkan air mata duka bersama-sama bagi negeri.  Tangisan panjang sebagai dukungan peperangan jiwa muda dalam berjuang untuk negerinya. 

Mereka rela harus jatuh,  satu demi satu untuk negeri. Darah membasah untuk tumpah darah ini, untuk tanah air tempat kita semua dilahirkan. Haruskah aparat negeri berperang melawan bangsa sendiri? 

Berperang melawan anak-anak bangsa yang memperjuangkan negerinya.  Siapakah yang harus kita bela? Anak-anak muda dengan kejernihan hati, atau sebuah tirani?

Bung Karno, lihatlah negerimu penuh dengan darah dan air mata sedang  berperang melawan kesewenang-wenangan para pemimpinnya. Bung Hatta, lihatlah, saat semua kerusuhan ini memperjuangkan agar pemimpin ini tidak hanya membagi kue-kue kekuasaan untuk kroni dan keluarganya saja. 

Menangislah para leluhur negeri, dan bersiaplah kita bersama-sama melihat satu demi satu kehancuran demi kehancuran negeri yang pernah kau merdekakan. 

Tidak ada lagi Bung Karno atau Bung Hatta disebutkan saat kekuasaan sudah dalam genggaman. Maaf nama besar kalian hanya laku dan sering kami dengar jika digunakan untuk mencapai kekuasaan. 

Tapi saat kemenangan telah dalam genggaman, nama itu tinggallah angin lalu yang disimpan di pojok ruangan yang akan dibuka kembali saat kampanye tiba. Nama kalian kembali disebutkan saat kekalahan demi kekalahan datang mendera. 

Bung Karno dan Bung Hatta, aku mengadu padamu atas nama negeri, karena mereka telah menari-nari di atas penderitaan rakyat negeri yang pernah kau perjuangkan.

Politik adalah menggalang kekuatan dan dukungan, memanfaatkan dan dimanfaatkan, membenturkan dan dibenturkan. Ketika kita punya mata hati dan pikiran kita bisa melihat, sekarang ini kita disuguhkan tontonan yang membuat perih, aparat keamanan dibenturkan dengan mahasiswa. Bapak dibenturkan dengan anak. 

Dan lagi-lagi, air mata di dalam hati semakin deras mengalir.

Bangga dengan mahasiswa, bangga dengan anak STM, bangga untuk semua yang mendukung perjuangan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun