Mohon tunggu...
Meti Irmayanti
Meti Irmayanti Mohon Tunggu... Lainnya - senang membaca, baru belajar menulis

Dari kota kecil nan jauh di Sulawesi Tenggara, mencoba membuka wawasan dengan menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Museum Negeri Sulawesi Tenggara, Dibiarkan Mati Suri

9 Oktober 2021   20:45 Diperbarui: 9 Oktober 2021   20:59 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Museum Negeri Sulawesi Tenggara (bisnisjakarta.co.id)

Sejatinya kita harus melihat museum sebagai rumah kebudayaan tertinggi serta rumah peradaban yang mulia, sebagai ruang interaksi untuk mengetahui, merawat dan menjaga nilai-nilai kebudayaan serta peradaban agar tetap bertahan dalam perkembangan jaman.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 1995, Museum adalah lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan dan pemanfaatan benda-benda bukti materiil hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa. (Sumber)

Sedangkan menurut Intenasional Council of Museum (ICOM) : dalam Pedoman Museum Indonesia tahun 2008. Museum adalah sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk umum, memperoleh, merawat, menghubungkan dan memamerkan artefak-artefak perihal jati diri manusia dan lingkungannya untuk tujuan studi, pendidikan dan rekreasi. (Sumber)

Dari uraian sebagaimana yang disebutkan di atas, sudah selayaknya bila keberadaan Museum haruslah menjadi prioritas perhatian dan tanggungjawab pemerintah dan juga masyarakat, sudah seharusnya Museum menjadi tempat teraman untuk menyimpan, merawat dan mengamankan segala bentuk koleksi cagar budaya dan peninggalan masa lampau sebagai lambang kebudayaan dan peradaban agar bisa tetap lestari.

Namun sungguh miris dan sangat mengecewakan pada yang terjadi dengan Museum Negeri Propinsi Sulawesi Tenggara. Beberapa bulan yang lalu, Museum ini "kemalingan" ratusan benda koleksi etnografi yang tidak ternilai harganya, digondol maling yang hingga kini belum terungkap dan koleksi etnografi bersejarah tersebut tak ketahuan lagi dimana rimbanya.

Kejadian kemalingan ini sangat disayangkan oleh banyak pihak. Betapa tidak, barulah setelah kejadian kemalingan ini, masyarakat tahu bahwa perhatian pemerintah daerah provinsi Sulawesi Tenggara terhadap operasional Museum ini amat sangat minim.

Bisa dibayangkan, Museum yang merupakan tempat tersimpannya benda-benda antik, spesifik dan historis yang nilainya tentu saja tidak bisa diukur dengan materi. Ternyata tidak dijaga dengan pengamanan yang jangankan tertinggi, pengamanan standar saja tidak ada. 

Tanpa CCTV (rusak), tanpa petugas pengamanan, lampu penerangan yang minim, serta ruang penyimpanan seadanya.

Dikutip dari kompas.com. Kepala Museum dan Taman Budaya Sulawesi Tenggara, Dodhy Syahrulsah, mengklaim pihaknya tidak mampu mengganti video pengintai dan membayar tenaga pengamanan museum, karena "tidak ada anggarannya."

"Yang mengamankan, ya, pegawai sendiri. Kalau sempat ronda, ya ronda," kata Dodhy kepada wartawan untuk BBC News Indonesia, Kamis (4/2/2021).

Benda-benda koleksi Museum Sulawesi Tenggara menurut catatan yang ada berjumlah 5334 koleksi, 739 diantaranya merupakan koleksi yang dipamerkan, sisanya 7605 tersimpan di gudang. Dan yang digasak maling lebih kurang 500 koleksi dari benda yang dipamerkan.

Persoalan pengamanan bukanlah satu-satunya masalah yang dihadapi oleh Museum ini, Museum yang berdiri di pusat kota Kendari ini terlihat kumuh dan terkesan tidak terawat.

Menurut kepala UPTD Museum, anggaran yang dianggarkan untuk pemeliharaan pagar, halaman, dan taman Museum dan taman budaya adalah Rp. 4 juta tiap tahunnya. Sementara itu anggaran untuk pemeliharaan gedung Museum yang berlantai tiga ini, hanya dihitung 60 meter persegi, padahal luasan gedung yang ada tentu saja jauh lebih luas.

Dan yang lebih memprihatinkan lagi bahwa semua koleksi Museum (baik yang digondol maling maupun yang tidak) belum terdaftar sebagai benda cagar budaya. 

Dengan demikian koleksi benda-benda peninggalan ini hanya berstatus barang pajangan semata, namun meski demikian secara materil harga barang koleksi Museum ini tentulah sangat mahal. 

Dan lebih daripada itu, ini tidak bisa dinilai harganya karena nilai kesejarahan dan kebudayaan yang tidak bisa diukur dengan uang/materi.

Kondisi yang dialami oleh Museum Negeri Sulawesi Tenggara ini jelas menunjukkan kepada kita tentang bagaimana minimnya perhatian dan kepedulian serta penghargaan atas peninggalan kesejarahan benda-benda kebudayaan dan peradaban masyarakat Sulawesi Tenggara, ini sangat memiriskan.

Kekurang pedulian ini, bukan saja telah menyebabkan terjadinya kehilangan akibat pencurian di Museum, kekhawatiran yang paling mendasar adalah kehilangan benda-benda sejarah yang tidak terkoleksi, yang tidak terdata sebagai benda cagar budaya yang mungkin masih banyak berada ditangan masyarakat.

Walaupun sampai sejauh ini, saya belum melihat ada perubahan mendasar dan signifikan dalam pengelolaan Museum Negeri Sulawesi Tenggara, tetapi saya berharap kejadian yang terjadi ini menjadi pelajaran bagi semua stakeholder daerah, stakeholder budaya untuk mulai serius mengelola Museum sebagai wujud tanggung jawab bersama dalam rangka pelestarian budaya dan peradaban masa lalu masyarakat Sulawesi Tenggara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun