Mohon tunggu...
SolemanD
SolemanD Mohon Tunggu... Pengacara - Ad Maiorem Dei gloriam - postgraduate

Proses pembelajaran adalah sebuah kisah cerita yang tak mengenal akhir. Menempah kita untuk terus mencari, menggali seni berpikir dan mencipta. Dan pengetahuan adalah laboratorium kekal yang mengajarkan kita untuk terus berkarya.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pemaksimalan data digital dan pengaturannya oleh BI untuk penciptaan model-model bisnis baru

5 Juni 2021   00:20 Diperbarui: 18 Juni 2021   23:38 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Praktek transaksi ekonomi keuangan digital di  Indonesia terus bertumbuh sejalan dengan adaptasi dan akseptasi masyarakat yang terus meningkat terhadap penggunaan platform digital apalagi dalam situasi pandemi covid 19 saat ini yang melanda dunia termasuk Indonesia. Berdasarkan data dari riset digital ekonomi menunjukan bahwa untuk Indonesia sendiri terkait dengan nilai ekonomi dan keuangan digital di tahun kemarin (2020) mengalami peningkatan mencapai 44.000.000.000,- USD, yakni kenaikan 11 % dan hampir nilai transaksinya berasal dari sektor e-commerce. Begitu juga dengan data merchant online yang juga meningkat hampir 5 (lima) kali lipat dari kondisi normalnya.  Lebih menarik lagi bahwa hasil riset ekonomi perdesaan menurut Riset Alpha JWC Ventures dan Kearney menunjukkan, ekonomi digital Indonesia akan ditopang oleh konsumen di kota tingkat (tier) dua dan tiga atau perdesaan dalam lima tahun ke depan. Sektor yang akan terdongkrak yakni e-commerce, pembayaran digital, pinjaman online, kesehatan, pendidikan, dan berbagi tumpangan (ride hailing). Perkiraan itu merujuk pada riset bertajuk 'Unlocking Next Wave of Digital Growth: Beyond Metropolitan Indonesia'. Ini berdasarkan survei terhadap 2.100 lebih konsumen akhir dan 1.100 retailer di 23 kota. Selain itu, wawancara dengan stakeholder di industri di 13 kota tier dua dan tiga. 

Catatan diatas  akan terus bertumbuh, dan diperkirakan akan terus meningkat jikalau dilihat segi infrastruktur maupun demografi dari konsumen Indonesia cukup ideal untuk pengembangan teknologi industrial yang lebih advance baik itu untuk keperluan bisnis, pemenuhan kebutuhan rumah tangga, hingga membantu pelaksanaan kebijakan Pemerintah. Semakin tinggi akses masyarakat kepada teknologi akan juga menimbulkan suatu premis yakni akan menimbulkan jejak digital. Dan ini  mencerminkan informasi semakin mendalam pada level industri,  sampai pada level individu. Pada akhirnya data menjadi sesuatu yang penting bagi pelaku usaha.   

Bahwa perkembangan teknologi dan pertumbuhan volume data dalam jumlah yang masiv di negara seperti Indonesia sangat menuntut kebijakan pengelolaan data yang tepat. Resiko terhadap konsentrasi dan monopoli data di era digital saat ini akan dapat bersumber pada penguasaan data dengan adanya monopoli maka persaingan usaha akan menjadi tidak sehat, dan pada akhirnya akan berorientasi pada akuisisi informasi dari konsumen. Sebaliknya data akan bermanfaat apabila domainnya diletakan dalam mendukung kebijakan publik. 

Inilah yang menjadi latar belakang bagaimana Perbankan mengatur melalui Bank Indonesia khususnya data  digital. Atas dasar tersebut Bank Indonesia melalui blueprint sistem pembayaran Indonesia (BSPI 2025) merumuskan inisiatif yang ke -4 (empat) dari 5 (lima) inisiatif yang terkait dengan pengembangan data yaitu sistem pengembangan data. BSPI 2025 adalah arah kebijakan sistem pembayaran Bank Indonesia untuk menavigasi peran industri sistem pembayaran di era ekonomi dan keuangan digital. Blueprint berisi 5 (lima) Visi Sistem Pembayaran Indonesia 2025 yang dilaksanakan oleh 5 (lima) working group yaitu Open banking, Sistem Pembayaran Ritel, Sistem Pembayaran Nilai Besar dan Infrastruktur Pasar Keuangan, Data dan Digitalisasi, dan Reformasi Regulasi, Perizinan, dan Pengawasan. Dengan demikian point-point di atas salah satunya mengenai aspek data digital akan sangat memberikan pengaruh pertumbuhan positif bagi penciptaan model-model bisnis baru yang sudah tentu akan memberikan kontribusi dari sistem perbankan terhadap program pemulihan ekonomi Nasional.

Bagaimana konsep regulasi Pengaturan dan Pengawasannya dalam kerangka hukum

Perumusan kerangka (framework) baru tentang pengaturan sistem pembayaran dilatarbelakangi oleh adanya perubahan lingkungan strategis terutama dalam menghadapi era digital. Oleh karena itu, kerangka pengaturan yang ada saat ini perlu diselaraskan dengan perkembangan tersebut. Kerangka pengaturan sistem pembayaran baru akan memuat struktur, pendelegasian pengaturan dan pendekatan pengaturan (regulatory approach) yang menjadi dasar bagi penyusunan dan penerbitan ketentuan sistem pembayaran ke depan. Kerangka pengaturan akan menata kembali ekosistem pengaturan sistem pembayaran yang terdiri dari instrumen, kelembagaan, infrastruktur, mekanisme dan cross border. Berdasarkan review terhadap kerangka pengaturan dan ruang lingkup pengaturan di beberapa negara, terdapat beberapa penguatan lingkup regulasi yang dapat diterapkan di Indonesia. Pertama, diperlukan pengaturan definisi dan ruang lingkup instrumen dan kanal pembayaran yang komprehensif untuk mengakomodir perkembangan instrumen dan kanal dalam ekosistem ekonomi dan keuangan digital. Kedua, diperlukan penataan ulang kelembagaan sistem pembayaran dengan pendekatan activity based dan pihak yang dilayani, termasuk mekanisme dan kriteria entry policy sesuai jenis kelembagaan penyelenggara. Ketiga, diperlukan pengelompokkan infrastruktur sistem pembayaran yang mengacu pada risiko atau sifat transaksi yang diproses, serta pihak yang dilayani oleh infrastruktur sistem pembayaran. Kerangka pengaturan sistem pembayaran akan ditata ulang dan diperkuat menuju ekosistem yang lebih terstruktur, proporsional, forward looking, dan agile. 

Kerangka baru tersebut diharapkan dapat mudah dipahami industri sehingga lebih mampu mengakomodir perkembangan industri ke depan. Kerangka pengaturan baru akan menjadi landasan bagi penerbitan ketentuan di bidang sistem pembayaran. Peraturan Bank Indonesia (PBI) sistem pembayaran yang memayungi seluruh jasa sistem pembayaran akan diterbitkan berdasarkan struktur baru tersebut. PBI sistem pembayaran juga akan didesain untuk mengakomodir kebutuhan pengaturan sistem pembayaran berdasarkan BSPI 2025, khususnya aspek-aspek yang belum dicakup dalam ketentuan saat ini. Langkah tersebut diharapkan mampu mendorong percepatan ekonomi keuangan digital sesuai visi SPI 2025. Dengan latar belakang tersebut, perumusan kerangka pengaturan sistem pembayaran akan didasarkan pada sejumlah tujuan. Pertama, menata kembali penyusunan dan penerbitan ketentuan sistem pembayaran agar lebih terstruktur, proporsional, forward looking, dan agile. Kedua, menyederhanakan ketentuan, terutama yang saat ini masih bersifat scattered dan rigid. Ketiga, mengoptimalkan peran asosiasi industri sebagai self regulatory organization. Keempat, menerapkan pendekatan principle based regulation agar ketentuan di bidang sistem pembayaran lebih adaptif terhadap perkembangan industri. Kelima, memastikan penyelenggaraan sistem pembayaran yang aman, efisien cepat, dan andal, mulai dari entry, penyelenggaraan, pengawasan, hingga  exit dengan mengedepankan praktik bisnis yang sehat disamping pemenuhan kewajiban penyelenggara sistem pembayaran. BSPI 2025 juga mengarah pada perumusan kerangka kerja untuk keamanan siber. Tren peningkatan ancaman siber perlu diimbangi dengan kerangka regulasi yang kuat. BSPI 2025 menargetkan implementasi kerangka kerja siber yang sejalan dengan strategi keamanan dan ketahanan siber Indonesia di bawah koordinasi Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Perumusan kerangka kerja siber bagi seluruh PJSP akan mengacu pada international best practices yang mengedepankan aspek Governance, Identification, Protection, Detection, Response dan Recovery. Terkait dengan proteksi data, arsitektur consumer consent, dan cloud policy, Bank Indonesia juga akan menetapkan landasan hukum bagi pengelolaan data transaksi pembayaran yang selaras dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 71 tahun 2019 (PP PSTE). Proteksi data konsumen dan arsitektur consumer consent akan berpegang pada PP PSTE yang mewajibkan ketersediaan mekanisme perlindungan data pribadi oleh penyelenggara sistem elektronik. Sementara itu, pengaturan terkait penempatan dan pemrosesan data menggunakan cloud (cloud policy) akan berprinsip pada ketersediaan jaminan akses informasi dari pelaku industri kepada otoritas dalam rangka pengawasan dan penegakan hukum (duty to adequately inform supervisors). Kerangka pengaturan sistem pembayaran ke depan akan diintegrasikan dengan mekanisme entry policy, pengawasan, dan pelaporan penyelenggara jasa sistem pembayaran yang sesuai dengan best practices dan praktik bisnis yang sehat. Rezim perizinan yang terintegrasi dan lebih sederhana akan diterapkan tanpa mengurangi aspek kehati-hatian. Perizinan PJSP akan didasarkan pada jenis aktivitas yang dilakukan (activity-based) dan diatur sesuai dengan size, scale dan scope. Lebih lanjut, persyaratan perizinan termasuk pengembangan produk baru dan kerjasama disesuaikan dengan tingkat kompleksitas atau risiko yang melekat pada jenis kegiatan yang akan dilakukan. Di samping proses perizinan untuk PJSP, proses penetapan (designation) juga akan diterapkan untuk operator sistem pembayaran. 

Pada sisi pengawasan, kerangka pengawasan akan diselaraskan dengan arah kebijakan dalam BSPI 2025 (Gambar 2). Sesuai dengan konteks kebutuhan dan dinamika tantangan di era digital, metodologi pengawasan yang akan diterapkan merupakan sinergi antara metode pengawasan berbasis risiko (risk based supervision) dengan pengawasan berbasis kepatuhan (compliance based supervision). Sejalan dengan perkembangan layanan keuangan digital, metodologi pengawasan juga akan diperkuat melalui pemanfaatan data granular. Dalam kaitan tersebut, pengawasan akan mengoptimalkan peluang yang dibuka oleh Data Hub dan BI-ANTASENA. Ketersediaan data granular melalui teknologi data collection dan data analytic membuka peluang penguatan implementasi perizinan dan pengawasan melalui pemanfaatan solusi regtech dan suptech. Dalam konteks tersebut, BSPI 2025 juga mengarah pada solusi tersebut untuk merespon kebutuhan efisiensi dalam proses perizinan, pengawasan dan surveilance serta pengambilan keputusan dan kebijakan. Potensi pemanfaatan regtech dan suptech dapat dilakukan secara kolaboratif dengan industri dan regulator dengan memanfaatkan fungsi sandbox. Fungsi sandbox Bank Indonesia akan di revitalisasi menuju konstruksi Sandbox 2.0 yang dititikberatkan pada inovasi teknologi dan model bisnis, termasuk regtech dan suptech. Desain baru Sandbox 2.0 akan dimanifestasikan ke dalam tiga fungsi. Pertama, Innovation Lab sebagai sarana eksplorasi teknologi dan model bisnis inovatif sekaligus alat deteksi peluang dan risiko dibalik inovasi tersebut. Kedua, Industrial/Developmental Sandbox sebagai sarana untuk mensinergikan inovasi digital dengan kebutuhan kongkritnya di sektor riil. Fungsi ini juga akan diintegrasikan dengan program elektronifikasi melalui penguatan engagement pelaku ekonomi tradisional dan kalangan akademisi. Ketiga, Regulatory Sandbox sebagai sarana pengujian kesesuaian teknologi dan model bisnis inovatif dengan ketentuan yang berlaku. 

REFERENSI

Antara news.com, hasil riset: ekonomi digital indonesia tetap tangguh saat pandemi, (24 November 2020), terdapat di situs .

Bank Indonesia, Bank Indonesia: Menavigasi Sistem Pembayaran Nasional di Era Digital, Jakarta, Bank Indonesia, 2019.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun