Malam itu langit Timur Tengah kembali mencekam. Di atas Teluk Persia, pesawat-pesawat pengintai dan jet tempur Amerika melintas, sementara Iran menggerakkan rudal-rudal pertahanannya.Â
Dunia menahan napas. Apakah ini detik-detik sebelum sebuah perang besar pecah?
Presiden Donald Trump  dengan lantang memperingatkan Iran bahwa "semua opsi ada di meja." Ucapan yang terdengar gagah namun mengandung bara api di baliknya.
Namun dunia tidak lupa. Kita pernah menyaksikan bagaimana kata-kata seperti ini, yang diucapkan tanpa kendali emosi dan nalar strategis, bisa memicu konflik berdarah yang panjang dan memilukan. Irak 2003. Suriah. Yaman. Dan kini, Iran kembali berada di bibir jurang itu.
Iran Tidak Takut Lagi
Ada satu kesalahan besar yang dilakukan banyak pemimpin dunia, dan Trump tampaknya mengulanginya:
Mengira bahwa tekanan dan gertakan akan membuat lawan tunduk.
Iran adalah negara yang telah hidup di bawah sanksi internasional selama puluhan tahun. Mereka terbiasa hidup dalam krisis, bahkan menjadikan tekanan sebagai bahan bakar ketahanan nasional.Â
Gertakan tak membuat mereka ciut, justru menyatukan mereka di bawah satu semangat: bertahan.
Seperti yang diulas oleh Andrew P. Miller dalam Foreign Affairs (21 Juni 2025), pendekatan konfrontatif dari Amerika membuat jalan damai kian jauh dari jangkauan. Alih-alih membuka ruang dialog, kebijakan Washington justru menutup semua jalur diplomatik.
Gagal Membaca Realitas Baru
Trump dan para pendukung garis kerasnya mungkin masih memandang Iran sebagai musuh klasik dari dekade lalu. Tapi mereka lupa bahwa dunia telah berubah.
Iran kini bukan sekadar negara yang dikucilkan. Mereka punya mitra dagang besar di Tiongkok, aliansi strategis dengan Rusia, bahkan hubungan tak langsung dengan beberapa negara Teluk.
Lebih dari itu, Iran juga membangun kapabilitas pertahanan regional yang luas --- dari Hizbullah di Lebanon, milisi di Suriah dan Irak, hingga pemberontak Houthi di Yaman. Serangan terhadap Iran bukan lagi tentang dua negara, tapi bisa memantik serangkaian respons yang memicu konflik regional yang lepas kendali.
Seperti yang dikhawatirkan oleh Sekjen PBB Antonio Guterres, dunia kini menghadapi risiko eskalasi yang sangat serius:
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!