Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Saat Eropa Menjerit karena Visa-Mastercard, Indonesia Justru Mulai Berdiri Mandiri

16 Mei 2025   20:24 Diperbarui: 16 Mei 2025   20:35 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi,  Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal diolah dengan Generative AI 

Di tengah arus digitalisasi global yang semakin deras, sistem pembayaran menjadi salah satu tulang punggung ekonomi digital. Tapi siapa sangka, di jantung Eropa yang selama ini dianggap sebagai mercusuar pasar bebas dan kemajuan digital, justru terdengar jeritan keras dari para pelaku usaha ritel.

Menurut laporan Reuters, 14 Mei 2025, para peritel di Eropa, baik online maupun offline, kini secara kompak mendesak regulator Uni Eropa untuk mengambil tindakan tegas terhadap dominasi dua raksasa pembayaran asal Amerika Serikat: Visa dan Mastercard. 

Keluhan utama mereka? Biaya transaksi kartu yang dianggap terlalu tinggi dan dikenakan tanpa transparansi yang memadai. Sistem yang semestinya mempermudah, justru dianggap menekan, dan pelan-pelan menjadi bentuk lain dari ketergantungan struktural ekonomi digital terhadap pemain global tertentu.

Saking geramnya, para pelaku industri ritel mendorong percepatan adopsi alternatif seperti euro digital dan sistem pembayaran non-kartu untuk mengurangi ketergantungan terhadap Visa dan Mastercard. 

Mereka menyadari, tanpa kedaulatan dalam sistem pembayaran, maka keberdaulatan ekonomi hanyalah ilusi.

Indonesia dan Jalan Mandiri

Di saat Eropa menjerit, Indonesia justru melangkah ke arah sebaliknya. Kita mulai berdiri lebih tegak dengan penguatan sistem pembayaran nasional melalui QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) dan GPN (Gerbang Pembayaran Nasional). 

Dua inisiatif ini bukan sekadar proyek teknologi, tetapi simbol dari semangat kedaulatan digital dan keuangan.

Sayangnya, langkah ini mendapat tentangan. United States Trade Representative (USTR) dalam laporannya menilai kebijakan QRIS dan GPN terlalu proteksionis karena menghalangi dominasi sistem pembayaran internasional seperti Visa dan Mastercard. 

Bahkan, kebijakan ini menjadi salah satu alasan diberlakukannya tarif bea masuk tinggi terhadap sejumlah produk ekspor Indonesia, dalam lanjutan "Tariff Reinstatement Policy" ala Trump 2025.

Namun, apakah kita harus tunduk?

Buku yang Lahir dari Keprihatinan

Dari keprihatinan ini, saya menulis buku "Menjaga Kedaulatan Digital dan Sistem Pembayaran Nasional", sebagai bentuk kepedulian sekaligus ajakan untuk memahami betapa pentingnya kemandirian di bidang ini. 

Buku ini membedah dinamika digitalisasi, penetrasi korporasi global, potensi ancaman terhadap sistem keuangan nasional, dan bagaimana langkah Indonesia bisa menjadi model pembangunan sistem pembayaran yang sehat dan inklusif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun