Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Bisnis di Masa Pensiun, Antara Post Power Syndrome dan Ladang Pahala yang Terlupakan

16 Mei 2025   08:17 Diperbarui: 16 Mei 2025   10:35 11627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pensiun. (Shutterstock/Monthira via Kompas.com)

Saya masih ingat dengan jelas satu momen yang terjadi lebih dari satu dekade lalu. Seorang rekan kerja senior, yang dikenal berwibawa, berprestasi, dan dihormati di instansinya, memasuki masa pensiun. 

Hari perpisahannya penuh haru. Banyak yang memberikan pidato, memberikan cenderamata, bahkan istri dan anak-anaknya hadir penuh bangga. Kala itu, semua sepakat: beliau sukses secara karier, sukses secara materi, dan pasti akan menikmati masa pensiun dengan bahagia.

Namun, beberapa tahun kemudian, saya mendapat kabar yang cukup mengejutkan. Beliau jatuh sakit, cukup parah, dan kabarnya kesulitan membiayai pengobatan. Rekening deposito yang dulu gemuk, aset properti yang dulu mengesankan, bahkan beberapa unit usahanya yang sempat dibanggakan, semuanya perlahan lenyap. Kabar itu membuat saya termenung.

Apa yang terjadi?

Ilustrasi pensiunan,  Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal diolah dengan Generative AI 
Ilustrasi pensiunan,  Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal diolah dengan Generative AI 

Bukan Soal Uang Semata

Pengalaman itu menjadi pelajaran besar bagi saya. Ternyata, melimpahnya dana pensiun bukanlah jaminan hidup bahagia di masa pensiun. Ada hal yang sering dilupakan, namun justru sangat krusial: kesiapan mental dan spiritual.

Saat kita masih aktif bekerja, hidup terasa penuh. Jadwal padat, rapat di sana-sini, telepon tak berhenti berdering, dan banyak orang bergantung pada keputusan kita. Ada kebanggaan, ada rasa dihargai, dan tidak sedikit yang merasa identitas dirinya melekat erat pada jabatan atau perannya.

Ketika semua itu tiba-tiba hilang pada hari pertama pensiun, sebagian dari kita mungkin merasa seperti ditarik keluar dari panggung tanpa aba-aba. 

Tak ada lagi yang menanti perintah. Tak ada yang menyapa setiap pagi dengan "Siap, Pak!". Tak ada lagi staf yang dengan sigap mencatat setiap arahan kita.

Inilah yang dikenal dengan post power syndrome --- kondisi kejiwaan yang umum dialami oleh mereka yang kehilangan jabatan atau kekuasaan yang selama ini menjadi sumber harga diri dan eksistensinya. Dalam bahasa lain, disebut juga retirement syndrome. Dan meskipun tak terlihat secara kasat mata, dampaknya sangat nyata.

Post power syndrome bisa membuat seseorang merasa kosong, tak berguna, bahkan kehilangan arah. 

Rasa syukur menghilang, digantikan dengan penyesalan atau amarah tak berdasar. Yang dulu terbiasa sibuk, kini merasa sepi. Yang dulu dihormati, kini merasa diabaikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun