Tepat di tengah Mei 2025, tatkala udara mulai menghangat menjelang pertengahan tahun dan geliat ekonomi kota-kota besar kian terasa, Bank Indonesia merilis hasil survei konsumen yang banyak ditunggu pelaku ekonomi.Â
Seperti secangkir kopi di pagi hari, laporan ini tak hanya membangunkan kesadaran para pengambil kebijakan, tetapi juga membuka mata kita semua tentang apa yang sebenarnya dirasakan oleh masyarakat.
Angkanya jelas dan tegas: Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) April 2025 berada di angka 121,7, naik tipis dari Maret 2025 yang tercatat 121,1. Masih optimis, memang. Bahkan cukup tinggi jika melihat standar 100 sebagai batas antara optimisme dan pesimisme.Â
Tapi angka bukanlah segalanya. Ada dinamika yang lebih menarik terjadi di balik deretan data itu---yaitu soal ekspektasi.
BI mencatat, Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) justru turun dari 131,7 ke 129,8 poin. Ini bukan penurunan drastis. Tidak ada alasan panik. Tapi cukup memberi sinyal bahwa harapan masyarakat terhadap kondisi ekonomi enam bulan ke depan mulai mengendur.
Kenapa bisa begitu?
Saat Harapan Mulai Diukur Ulang
Sejak pemerintah baru dilantik Oktober 2024 lalu, gelombang optimisme sempat naik tinggi. Wajar saja. Setiap pergantian tampuk kekuasaan membawa semangat baru, janji baru, dan harapan baru. Tapi waktu berjalan, dan realitas pelan-pelan berbicara.
Masyarakat mulai menimbang: sejauh mana janji itu mulai terlihat nyata? Apakah harga-harga mulai stabil? Apakah peluang kerja terasa lebih terbuka? Atau justru semuanya masih tampak sama, bahkan makin penuh tantangan?
Itulah sebabnya, indeks ekspektasi soal lapangan kerja dan kegiatan usaha mulai melandai. IEKLK turun dari 125,9 menjadi 123,5, dan IEKU dari 132,2 ke 128,5.Â
Angka ini masih di zona positif, tapi menunjukkan bahwa masyarakat mulai realistis. Bukan berarti mereka kehilangan harapan, hanya saja kini mereka tidak mudah percaya sebelum melihat bukti.
Generasi Produktif Tetap Percaya, Lansia Mulai Ragu
Yang menarik, jika ditelisik lebih dalam, usia juga memainkan peran penting dalam cara orang membayangkan masa depan. Kelompok usia 51--60 tahun justru mencatatkan lonjakan ekspektasi tertinggi---mereka masih percaya bahwa enam bulan ke depan bisa membawa angin segar.Â
Akan tetapi, kelompok usia di atas 60 tahun mengalami penurunan paling tajam. Bisa dimaklumi, karena generasi ini biasanya lebih sensitif terhadap ketidakpastian, inflasi, dan perubahan sosial.
Begitu pula dari sisi pengeluaran. Kelompok dengan pengeluaran Rp 2,1--3 juta dan Rp 1--2 juta per bulan justru mencatat peningkatan ekspektasi penghasilan. Ini bisa dibaca sebagai tanda bahwa kelas menengah bawah masih melihat peluang tambahan pendapatan, mungkin dari sektor informal atau ekonomi digital. Namun kelompok dengan pengeluaran lebih besar mulai menahan diri---mereka seperti memilih untuk menunggu dan melihat.