Masih segar dalam ingatan ketika Pizza Hut Indonesia, di bawah naungan PT Sarimelati Kencana Tbk. (PZZA), mengalami tekanan berat sepanjang tahun 2024. Gempuran boikot global, menurunnya daya beli, serta pergeseran pola konsumsi membuat perusahaan ini harus menutup 20 gerainya dan menanggung rugi bersih sebesar Rp97,7 miliar pada kuartal III 2024---angka yang melonjak 148,5% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Namun memasuki Kuartal I 2025, babak baru dimulai. Sarimelati Kencana berhasil membalikkan keadaan dengan mencatat laba bersih sebesar Rp419 juta, berbanding terbalik dengan rugi Rp59 miliar yang dibukukan pada kuartal yang sama tahun lalu.Â
Kinerja ini juga didukung oleh pertumbuhan penjualan bersih sebesar 10,8% menjadi Rp707 miliar, sebagaimana diberitakan Emitennews dalam laporan keuangannya.
Menurut CEO Pizza Hut Indonesia, Boy Lukito, capaian ini tidak terjadi begitu saja. Ia menegaskan bahwa keberhasilan ini merupakan hasil dari strategi transformasi bisnis yang mulai dijalankan sejak akhir 2024. "Kami melakukan inovasi produk, memperkuat fundamental bisnis, dan meningkatkan kualitas layanan secara menyeluruh," ujarnya dalam wawancara yang dikutip Kontan.co.id (7 Mei 2025).
Salah satu inovasi yang menarik perhatian publik adalah peluncuran menu baru seperti "Seriously Musangking", yang menyasar selera pasar lokal. Tak hanya itu, produk andalan seperti Pizza L1MO dan QU4RTZA juga diperkuat dengan tambahan topping kekinian seperti "Dip n Crunch" yang menggoda lidah anak muda masa kini.
Perubahan juga terasa dalam pendekatan digital. Pelanggan kini bisa memesan melalui QR code langsung di meja, dan perusahaan tengah mengembangkan aplikasi resmi Pizza Hut Indonesia guna meningkatkan kenyamanan serta efisiensi layanan. Inisiatif ini menjadi salah satu langkah strategis untuk menyelaraskan diri dengan perilaku konsumen yang semakin digital-savvy.
Dari sisi operasional, langkah-langkah efisiensi turut dilakukan. Gerai-gerai yang tak lagi menguntungkan ditutup secara selektif. Pengelolaan sumber daya manusia pun lebih ditata ulang agar tetap efisien namun tetap menjaga kualitas layanan pelanggan.
Kebangkitan Pizza Hut Indonesia menjadi menarik karena terjadi di tengah kondisi ketika kompetitornya, seperti Domino's Pizza, justru terus berkembang pasca pandemi. Domino's dengan cepat beradaptasi pada tren digital dan layanan antar, memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya kecepatan dan relevansi dalam menyikapi perubahan pasar.
Lebih luas lagi, kondisi ini mencerminkan tantangan berat yang dihadapi banyak brand internasional di Indonesia, dari KFC hingga Starbucks, yang mulai kehilangan daya tarik akibat berbagai tekanan sosial, ekonomi, hingga sentimen geopolitik. Bahkan merek raksasa seperti McDonald's pun sempat terpukul akibat isu global seperti kasus E. coli di AS.
Di tengah dinamika ini, muncul peluang besar bagi brand lokal untuk tampil dan memimpin pasar dalam negeri.Â
Dengan kreativitas, pemahaman kultur lokal, dan inovasi yang tak kalah hebat, merek-merek asli Indonesia bisa bangkit dan menjadi raja di negeri sendiri. Kepercayaan konsumen yang mulai mengarah pada kebanggaan nasional juga memperkuat harapan ini.
Kisah Pizza Hut Indonesia adalah pengingat bahwa dunia bisnis selalu dinamis. Dalam waktu kurang dari setahun, dari kondisi yang nyaris kolaps, perusahaan bisa bangkit kembali dengan strategi yang tepat.Â
Kondisi ini bukan hanya kisah tentang laba dan rugi, melainkan pelajaran berharga tentang resiliensi, inovasi, dan pentingnya mendengar suara pasar.Â