Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Serial Kedaulatan Digital dan Sistem Pembayaran Nasional (Bagian 5)

26 April 2025   20:42 Diperbarui: 27 April 2025   05:15 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi,  Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal diolah dengan Generative AI 

Bagian 5 -- Menuju Masa Depan: Apa Langkah Strategis Indonesia?

Indonesia telah memulai langkah penting menuju kedaulatan digital dalam sistem pembayaran nasional. Melalui QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard), GPN (Gerbang Pembayaran Nasional), dan pengembangan Digital Rupiah, kita tidak hanya membangun sistem yang inklusif dan efisien, tapi juga menyusun pondasi bagi masa depan ekonomi digital yang mandiri dan berdaulat. 

Namun, perjalanan belum selesai. Di hadapan kita terbentang jalan panjang penuh tantangan, peluang, dan keputusan strategis yang harus diambil dengan bijak.

Refleksi: Di Mana Kita Saat Ini?

Hari ini, kita telah melihat QRIS menjangkau lebih dari 30 juta merchant dari berbagai lapisan ekonomi, dari pedagang pasar tradisional hingga UMKM digital. 

GPN telah memotong ketergantungan pada jaringan pembayaran global. Dan Digital Rupiah sedang memasuki tahap uji coba, membuka potensi penguatan peran rupiah di dunia maya.

Tapi capaian ini juga menimbulkan reaksi. Dari pujian sebagai langkah maju dalam inklusi keuangan, hingga kritik dari mitra dagang besar yang melihatnya sebagai bentuk proteksionisme terselubung. Kedaulatan digital, nyatanya, tidak bisa dilepaskan dari dinamika geopolitik dan persaingan ekonomi global.

Lantas, ke mana kita harus melangkah?

Terbuka, Tapi Berdaulat: Dua Prinsip Kunci

Kunci utama strategi Indonesia ke depan adalah keseimbangan antara keterbukaan dan kedaulatan.

1. Terbuka untuk Kolaborasi Regional dan Global

Indonesia tidak bisa berjalan sendiri di era ekonomi digital. Sistem pembayaran lintas negara, integrasi dengan negara ASEAN, dan kolaborasi dengan platform global tetap dibutuhkan agar masyarakat kita bisa bertransaksi dengan dunia.

Inisiatif seperti konektivitas QRIS dengan Thailand, Malaysia, Singapura, dan Filipina adalah langkah konkret ke arah ini. Melalui kerja sama regional, Indonesia tidak hanya menjadi pengguna, tapi juga pencipta standar baru. 

Bahkan, dalam forum-forum G20 dan ASEAN Summit, peran Indonesia kian strategis dalam mendorong interoperabilitas sistem pembayaran lintas batas.

2. Berdaulat atas Infrastruktur dan Data

Namun, keterbukaan tidak boleh berarti kehilangan kendali. Indonesia harus tetap menjadi tuan rumah di rumah sendiri---baik dalam aspek regulasi, infrastruktur, maupun data.

Artinya, pusat data sistem pembayaran harus berada di dalam negeri. Algoritma dan protokol keamanan harus tunduk pada hukum Indonesia. Dan yang terpenting, kontrol terhadap arus uang digital harus tetap berada di tangan otoritas nasional seperti Bank Indonesia dan OJK.

Tiga Langkah Strategis untuk Masa Depan

Agar prinsip terbuka namun berdaulat ini bisa terwujud, setidaknya ada tiga langkah strategis yang perlu ditempuh:

1. Memperkuat Ekosistem Teknologi Nasional

Langkah pertama adalah memastikan bahwa pelaku teknologi lokal, baik fintech maupun penyedia infrastruktur pembayaran, mendapat ruang untuk berkembang.

  • Pemerintah bisa mendorong insentif pajak dan pendanaan untuk startup teknologi finansial yang mengembangkan solusi lokal.
  • Pendidikan dan riset di bidang teknologi pembayaran, AI, dan keamanan digital juga perlu didorong melalui kemitraan universitas dan industri.
  • Proyek strategis seperti cloud nasional, jaringan komunikasi terenskripsi, dan pusat sertifikasi digital harus dijalankan secara berkelanjutan.

Dengan demikian, Indonesia tidak hanya menjadi konsumen teknologi, tapi juga produsen yang kompetitif secara global.

2. Menyusun Kerangka Regulasi yang Adaptif dan Tegas

Teknologi berkembang cepat, dan regulasi tak boleh tertinggal. Indonesia perlu membangun kerangka regulasi yang:

  • Fleksibel dalam mengadopsi inovasi,
  • Tapi tegas dalam perlindungan konsumen, keamanan data, dan kedaulatan nasional.

Contoh nyata adalah bagaimana Bank Indonesia mengatur sandbox inovasi untuk fintech. Ke depan, kerangka semacam ini harus diperluas, termasuk untuk mata uang digital, teknologi blockchain, dan sistem AI dalam pembayaran.

Regulasi juga harus memperhatikan dampak sosial-ekonomi: bagaimana sistem pembayaran digital bisa mengurangi ketimpangan, bukan malah memperluasnya.

3. Membangun Kepercayaan Publik dan Literasi Digital

Strategi paling krusial---dan sering kali paling menantang---adalah membangun kepercayaan publik terhadap sistem pembayaran nasional.

  • Masyarakat harus merasa aman dan nyaman menggunakan QRIS, GPN, atau Digital Rupiah.
  • Mereka harus paham bahwa data mereka tidak dijual, dilacak tanpa izin, atau disalahgunakan.
  • Dan mereka perlu tahu bahwa setiap transaksi digital mendukung ekonomi bangsa.

Untuk itu, edukasi digital harus menjadi gerakan nasional. Dari kampus, pesantren, komunitas UMKM, hingga sekolah dasar---semua harus paham pentingnya literasi keuangan digital.

Proyeksi ke Depan: Indonesia dalam Peta Global

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun