Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Serial Kedaulatan Digital dan Sistem Pembayaran Nasional (Bagian 2)

24 April 2025   07:33 Diperbarui: 24 April 2025   07:33 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Ilustrasi,  Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal 

Bagian 2: Ketegangan Global -- Perdagangan Bebas, Proteksionisme, dan Kekuatan Besar

Dunia yang Tak Lagi Bebas?

Bayangkan dunia sebagai pasar besar tempat semua negara berdagang. Dahulu, banyak negara percaya bahwa perdagangan bebas adalah jalan terbaik menuju kemakmuran bersama. Tak ada sekat tarif, tak ada hambatan masuk, semua produk bersaing secara adil di pasar global.

Namun, seperti dalam pasar sungguhan, pemain besar tak selalu bermain fair. Ada yang mendominasi rak terbaik, menetapkan harga, bahkan menentukan aturan main. Dan kini, satu pemain besar sedang mengubah arah pasar: Amerika Serikat.

Sejak Presiden Donald Trump kembali menjabat pada 2025, AS kembali mengibarkan bendera proteksionisme. Pada 2 April 2025, ia mengumumkan kenaikan besar-besaran Bea Masuk Impor (BMI) terhadap produk dari hampir semua mitra dagangnya---mulai dari Tiongkok, Jerman, Jepang, hingga Indonesia.

Banyak pihak menilai ini sebagai perang dagang jilid baru. Tapi bagi Trump dan penasihat ekonominya, Peter Navarro, ini adalah koreksi atas "perdagangan bebas yang terlalu bebas."

Perdagangan Bebas: Teori Indah, Praktik Tak Selalu Adil

Sejak akhir Perang Dunia II, perdagangan bebas memang menjadi landasan tatanan ekonomi global. GATT lalu WTO menjadi rumah bagi aturan main itu. Tapi, seperti halnya demokrasi yang bisa dimanipulasi, perdagangan bebas juga bisa timpang.

Navarro dalam dokumen Project 2025 menulis dengan gamblang:

"Ketidakseimbangan perdagangan yang masif tidak hanya menjadi ancaman ekonomi, tetapi juga risiko bagi keamanan nasional."

Dalam logika Navarro, ketika AS terlalu banyak mengimpor, maka industrinya melemah. Ketika industrinya melemah, maka ketahanan ekonominya pun ikut goyah. Maka, solusi satu-satunya: kurangi impor, dorong produksi dalam negeri.

Proteksionisme Baru: Neo-Merkantilisme ala Amerika

Inilah mengapa Trump menaikkan tarif. Ia menyasar sektor-sektor strategis seperti baja, otomotif, teknologi, bahkan produk pertanian dan tekstil.

Indonesia pun tak luput. Produk alas kaki, tekstil, komponen elektronik, hingga makanan olahan terkena imbas. 

Industri yang selama ini bergantung pada ekspor ke AS harus putar otak mencari pasar baru---atau menaikkan harga untuk menutup biaya tambahan dari tarif impor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun