Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Mitigasi Burnout Syndrome dengan Meningkatkan Kesetaraan dan Inklusi

12 Januari 2023   05:08 Diperbarui: 12 Januari 2023   05:14 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image: Mitigasi burnout dengan meningkatkan kesetaraan dan inklusi (by Merza Gamal)

Peningkatkan kesejahteraan insan perusahaan sangat bergantung dari sikap manajer. Manajer harus bisa memastikan bahwa semua insan perusahaan memiliki apa yang mereka perlukan untuk berkembang, termasuk dukungan dan dorongan, pengalaman utama dan peluang untuk bereksperimen, serta percakapan berkelanjutan tentang tujuan dan kemajuan.

Ketika insan perusahaan melihat manajer mereka memberikan pengalaman tersebut secara teratur, maka mereka memiliki keyakinan yang lebih besar bahwa atasan mereka bertindak dengan itikad baik dan dapat dipercaya untuk memberikan peluang yang adil di masa mendatang. Perasaan terhadap masa depan yang cerah mengilhami insan perusahaan untuk terus maju, merasa semangat melakukan pekerjaannya, bahkan saat dibutuhkan mau dan mampu bekerja keras untuk mencapainya.

Ketika insan perusahaan merasa dihargai, diterima, dan diperlakukan dengan adil yang menjadi budaya dalam perusahaan, maka mereka merasa lebih baik untuk tampil dan memberikan yang terbaik untuk bekerja setiap hari. Para eksekutif dan manajer tidak memerlukan program mewah atau investasi besar untuk melakukan hal tersebut.

Hal utama yang harus diingat oleh para manajer adalah menghindarkan tempat kerja memiliki 'Budaya Beracun'. Apa yang biasanya disebut "budaya kerja beracun" paling sering merupakan budaya yang membingungkan. Budaya menjadi membingungkan ketika berbagai aspek organisasi mengkomunikasikan pesan yang saling bertentangan. Pesan pemasaran tidak sesuai dengan insentif kinerja insan perusahaan. Informasi onboarding untuk insan perusahaan tidak sesuai dengan panduan yang diberikan dalam pelatihan manajemen. Perilaku pimpinan tidak sesuai dengan perilaku insan perusahaan yang diharapkan.

Transformasi budaya kerja akan gagal karena inisiatif baru seringkali hanya mengubah satu aspek budaya sementara membiarkan sistem lainnya tetap utuh. Organisasi seringkali tidak mengubah aturan keras dari budaya tempat kerja beracun, seperti struktur organisasi, insentif kinerja, atau ekspektasi manajemen saat menetapkan transformasi budaya. Oleh karena itu, ketika tim kepemimpinan gagal melihat budaya mereka secara holistik dan gagal mengidentifikasi pendorong utama dari budaya perusahaan ideal mereka, hasilnya adalah pendekatan tambal sulam yang tidak memiliki keselarasan budaya dan lebih merugikan perusahaan itu sendiri daripada menguntungkan.

Menghilangkan fenomena burnout syndrome di lingkungan perusahaan mungkin merupakan kasus bisnis terbaik untuk DEI (Diversity, Equity and Inclusion). Oleh karena itu, eksekutif dan manajer dapat mulai meningkatkan kesejahteraan insan perusahaan dengan mencontohkan rasa hormat, membasmi diskriminasi, mendorong inklusi, dan mempraktikkan kesetaraan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun