Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Apa Pun yang Terjadi, Indonesia Tanah Airku (Bagian ke-6)

26 November 2022   06:14 Diperbarui: 26 November 2022   06:17 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image: Apa Pun yang Terjadi, Indonesia Tanah Airku (bagian ke-6) - Dokpri

Ketika lift terbuka, tiba-tiba aku ingat sesuatu, dan berkata ke Gustav dan Vera, "aku tak bisa nginap di sini, pakaianku semua di hotel." Dengan santai, Vera berkata, "baju baru Papa masih banyak, Bang Morgan bisa memakainya." Dan, Gustav pun menggangguk, mengiyakan perkataan Vera, "Papa, selalu meninggalkan baju baru di sini, sehingga jika ke Frankfurt, ngak perlu repot bawa-bawa pakaian," timpal Gustav.

"Papa kalian sering ke sini?" tanyaku penasaran. "Ya, kadang-kadang ada tugas pekerjaannya. Dan Papa jarang mau menginap di Hotel yang disediakan Kantornya jika ke sini," terang Gustav. "Papa, orang yang selalu ingin dekat dengan anak-anaknya, makanya dia menghadiahkan apartment 2 kamar untuk Gustav. Padahal Gustav sudah pesan apartment sendiri yang satu kamar. Malah yang dipesan Papa yang 3 kamar. Andai saja, Gustav ngak ngotot bilang kebesaran karena dia sendiri yang tinggal di apartment itu, Papa pasti maksa untuk ambil yang 3 kamar," cerocos Vera menerangkan mengapa ada baju-baju baru Papa mereka di apartment Gustav.

Apa yang disampaikan Vera, menjawab rasa pensaranku sebelumnya, mengapa Gustav yang masih bujangan  tidak tinggal di apartment type studio seperti kebanyakan bujangan. Rupanya yang disebut Papa (ayah sambung Gustav) begitu sayang dan dekat dengan keluarganya, serta menyayangi Gustav seperti anak kandungnya. Papa menjadi Ayah sambung Gustav saat dia belum berumur dua tahun.

Sesampai di dalam ruang apartment Gustav, aku mau bersiap menjamak shalat isya dan maghrib, lagi-lagi aku teringat tidak membawa apa-apa dari hotel tadi. Sajadah kecilku yang dilengkapi dengan Kompas menunjuk kiblat yang biasa aku bawa dalam tas kecilku kemana-mana juga tertinggal di hotel. Saat itu belum ada smartphone yang memiliki berbagai fungsi seperti saat ini. Alat yang paling canggih adalah Kompas mini penunjuk kiblat.

Ketika aku menemani Ibu menunaikan ibadah haji tahun 1988, aku membeli sajadah mini yang dilengkapi dengan Kompas penunjuk kiblat di Mekkah. Sajadah itu selalu aku bawa kemana-mana, terutama jika keluar kota sebagai pedomanku saat mau shalat. Melhat aku seperti mencari sesuatu, Gustav bertanya, "Morgan, what are you looking for?" Aku menggeleng dan menjawab singkat, "Oh, it's okay."

Lalu kusampaikan ke Gustav, aku mau ke kamar mandi dan shalat. Gustav mempersilahkan aku untuk ke kamar mandi dan dia mencari sesuatu di dalam lemari. Ketika aku keluar dari kamar mandi, Gustav menyerahkan sepotong kain, mungkin taplak meja, sebagai alas shalatku, serta menunjuk pojok yang legah untuk aku shalat di sana. Aku terharu dengan perhatiannya. Gustav, rupanya, selalu memperhatikan apa yang aku lakukan selama dia bersamaku di Singapore.

Oleh karena aku tidak membawa Kompas penunjuk kiblat, akhirnya aku hanya kira-kira saja kemana arah shalatku.

Selesai aku shalat, Gustav dan Vera memanggilku untuk bergabung di sofa. Mereka berdua memang dua orang bersaudara yang sangat akrab dan saling banyak bercerita. Aku lebih banyak menjadi pendengar saja apa yang mereka perbincangkan. Mereka pun tak banyak bertanya hal-hal pribadi kepadaku. Mungkin juga Gustav sudah bercerita tentang aku kepada Vera, dan mungkin juga karena orang-orang Eropa berbeda dengan orang Indonesia yang tingkat keingintahuannya pada pribadi orang sangat tinggi. Sehingga, Vera pun tidak menanyakan tentang masalah pribadiku.

Hari semakin larut, dan terlihat semuanya sudah mengantuk. Aku bersiap tidur di sofa di ruang tamu, tapi Gustav berkata, "Morgan tidur saja di kamar seperti tadi siang. Biar aku yang di sofa."

"Gustav saja yang di kamar, aku di sini," elakku. "Jika kamu tidak keberatan, kita bedua tidur di kamar saja," kata Gustav. Vera pun menyela, "sudahlah kalian berdua tidur di kamar. Bukankah kalian berdua adalah saudara kembar yang selama 9 bulan tidur bersama dalam perut Mama."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun