Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Memprioritaskan Kesehatan Mental dan Kesejahteraan di Tempat Kerja

10 Oktober 2022   07:26 Diperbarui: 10 Oktober 2022   07:34 895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image: Memprioritaskan Kesehatan Mental dan Kesejahteraan di Tempat Kerja (by Merza Gamal)

Pandemi Covid-19 telah memudar dari sorotan, namun meninggalkan realitas baru bagi pengusaha dan eksekutif perusahaan yang berjuang untuk membendung gelombang kelelahan (burnout) insan perusahaan. 

Untuk itu, memprioritaskan kesehatan mental dan kesejahteraan di tempat kerja dapat menawarkan kerangka kerja yang provokatif untuk strategi bisnis yang direvisi berdasarkan rasa kasih sayang dan dukungan kepada para insan perusahaan.

Saat ini, kesehatan mental di tempat kerja adalah topik yang sangat tepat waktu dan penting. Sebelum pandemi, kebutuhan besar akan peningkatan fokus pada kesehatan mental berada di luar konteks sistem kesehatan kerja. Setelah pandemi terjadi peningkatan perjuangan kesehatan mental secara global (terutama di kalangan anak muda), tetapi akses ke layanan kesehatan mental kurang, dan kembalinya pekerjaan sebagian besar ke kantor, telah memperburuk tantangan.

Kesehatan mental secara global terkait dengan harapan dan ketakutan insan perusahaan dalam menghadapi kondisi pasca pandemi Covid-19 yang meliputi: harapan untuk masa depan, ketakutan dengan pekerjaan di kantor, dan ketakutan dengan pekerjaan jarak jauh.

Image:  Harapan dan ketakutan insan perusahaan dalam menghadapi kondisi pasca pandemi Covid-19 (File by Merza Gamal)
Image:  Harapan dan ketakutan insan perusahaan dalam menghadapi kondisi pasca pandemi Covid-19 (File by Merza Gamal)

Sebagai akibat dari faktor kumulatif ini, banyak orang, terutama wanita, meninggalkan pekerjaannya, yang dapat memengaruhi produktivitas. Untuk itu, para eksekutif perusahaan harus fokus menciptakan tempat kerjayang membuat insanya dapat berkembang.

Dalam dekade 10 tahun terakhir, banyak eksekutif perusahaan dari seluruh dunia mempertanyakan bagaimana menjadikan kesehatan mental sebagai tujuan bisnis dan memasukkannya ke dalam agenda ruang rapat. Namun, hanya sedikit dari mereka yang memiliki keberanian untuk menggerakkan strategi yang akan bertahan melampaui masa jabatan mereka.

Kesehatan mental bukanlah suatu masalah yang akan berakhir pada masa jabatan eksekutif perusahaan, sehingga iklim "jangka pendek" menjadi penghalang nyata. Dengan terjadinya pandemi telah memperluas kebutuhan, sekaligus meningkatkan keberanian para eksekutif perusahaan untuk bersandar pada agenda kesehatan mental sebagai bagian modal kesejahteraan di tempat kerja.

Modal kesejahteraan menjadi kerangka bisnis saat ini. Ketika eksekutif perusahaan menciptakan lingkungan keamanan dan kesejahteraan psikologis, hal itu berarti menciptakan modal kesejahteraan yang dapat meningkatkan kinerja dengan cara yang sehat dan meningkatkan keuntungan perusahaan. 

Kesehatan mental sebelumnya bergerak di luar domain kesehatan dan keselamatan untuk mencegah kecelakaan dan sejenisnya. Saat ini, modal kesejahteraan merupakan output bisnis. Modal kesejahteraan juga menentukan tingkat engagement insan perusahaan.

Image: Modal kesejahteraan juga menentukan tingkat engagement insan perusahaan. (File by Merza Gamal)
Image: Modal kesejahteraan juga menentukan tingkat engagement insan perusahaan. (File by Merza Gamal)

Perusahaan perlu bergerak ke hulu untuk menciptakan tempat kerja yang inklusif, adil, dan mendukung untuk meminimalkan kebutuhan kesehatan mental yang akut di antara insannya. Namun, sebelum pandemi seringkali pemberi kerja yang bermaksud baik berfokus pada penyediaan dukungan dan sumber daya kesehatan mental setelah terjadinya fakta di lapangan.

Untuk mewujudkan hal tersebut di atas, dibutuhkan pemimpin dengan kualitas dan keterampilan yang sama dengan yang mereka tunjukkan selama pandemi, termasuk kerentanan, ketenangan, kebaikan, dan kasih sayang. Apabila seorang manajer tidak memimpin dengan belas kasih, maka perusahaan berisiko kehilangan potential talent karena hal itulah yang diharapkan generasi berikutnya.

Para eksekutif perusahaan juga perlu mengubah desain pekerjaan karena kaum muda tidak mau bekerja dengan cara yang dimiliki generasi sebelumnya. Para pekerja yang meninggalkan pekerjaan mereka sebagai bagian dari "pengunduran diri massal" karena kelelahan luar biasa (burnout) yang meliputi stres kumulatif dan mendorong mereka ke titik di mana mereka memutuskan, "Sesuatu harus diberikan, dan itulah pekerjaan ini."

Selain itu, jangan meremehkan kekuatan kesadaran kesehatan mental dan kampanye kesehatan mental. Meskipun perubahan strategis dan struktural tingkat tinggi itu penting. Eksekutif perusahaan juga perlu mendidik tenaga kerja secara konsisten sehingga insan perusahaan dapat mengenali penyebab stres mereka sendiri dan mengambil tindakan.

Akhirnya, gagasan tentang mempertahankan potential talent adalah penting untuk ditangani oleh para eksekutif perusahaan. Banyak pekerja mungkin tidak merasa begitu putus asa, tertekan, atau lelah sehingga mereka berhenti, tetapi mereka tidak memiliki dorongan dan hanya berjalan idak tentu arah tujuan setiap hari. Mereka tidak memiliki kesehatan yang buruk, tetapi mereka juga tidak sehat.

Untuk itu, para eksekutif perusahaan perlu menyadar bahwa kelompok yang masih bertahan di perusahaan mereka bisa jadi adalah bagian tersembunyi dari gunung es. 

Jika para eksekutif perusahaan melakukan intervensi lebih awal untuk menciptakan tujuan, energi, inklusivitas, dan arah, maka mereka dapat menghindari kelompok yang masih bertahan tidak menjadi sakit parah.

Kondisi yang terjadi saat ini merupakan kesempatan bagi para eksekutif pemberani untuk memulai strategi aliansi yang akan bertahan lebih lama dari masa jabatan mereka. Aliansi perlu diartikulasikan, dibina, dan dikembangkan di setiap bisnis. Banyak insan yang ingin bersandar dan melakukan hal yang benar, tetapi terkadang mereka tidak tahu caranya. Merupakan hak istimewa yang luar biasa untuk menghilangkan hambatan yang belum pernah dialami secara pribadi.

Untuk menghasilkan aliansi yang baik, maka berikan atau dapatkan pendidikan, pahami hak istimewa setiap insan, dan kemudian cari cara untuk saling mendukung. 

Jika kita semua bekerja dalam diri kita sendiri dan komunitas, tempat kerja, dan keluarga kita untuk menghilangkan perasaan malu tentang kesehatan mental, kita dapat mengubah segalanya dalam waktu cepat.

Bahan bacaan:

  • McKinsey Daily Read via publishing@email.mckinsey.com, 8 Oktober 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun