Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Apa yang Perlu Dipahami Pekerja Startup Saat Menerima Tawaran Opsi Saham?

12 Juni 2022   07:23 Diperbarui: 12 Juni 2022   07:26 1199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image: Daftar PHK Perusahaan Startup Indonesia sejak Pandemi Covid-19 hingga 10 Juni 2022 (File diolah dari https://layoffs.fyi/ oleh Merza Gamal)

Beberapa tahun belakangan sebelum pandemi Covid-19, bekerja di perusahaan startup menjadi dambaan bagi anak muda fresh graduate. Mereka melihat masa depan yang cerah bersama berkembangnya perusahaan startup. Apalagi iming-iming Opsi Saham membuat para anak-anak muda tersebut semangat untuk bekerja keras tak mengenal waktu, bermimpi bersama untuk membesarkan perusahaan.

Namun, keadaan berkata lain, banyak startup bertumbangan, apalagi diperparah oleh krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 yang bekepanjangan. Opsi Saham yang diharapkan pun sirna dengan turunnya harga saham startup, apalagi jika perusahaan startup tersebut mengakhiri bisnisnya atau gulung tikar.

Sebagaimana yang telah disampaikan dalam tulisan sebelumnya (https://www.kompasiana.com/merzagamal8924/62a3e181bb448604347bdc65/mimpi-indah-opsi-saham-pekerja-startup) bahwa kebanyakan pekerja startup memiliki pemahaman yang terbatas tentang Opsi Saham. Mereka seringkali tidak mengetahui bahwa Opsi Saham BUKAN ekuitas atau saham di perusahaan. Opsi hanyalah hak bagi insan perusahaan untuk membeli saham di perusahaan dengan harga yang telah ditentukan di masa depan. Nah, ketika masa depan itu tidak sesuai dengan bankrutnya perusahaan startup tersebut, maka saham yang diharapkan sebagai pundi-pundi masa depan pun sirna.

Menurut penelitian Steve Blank, seorang asisten profesor di Universitas Stanford, rekan senior di Universitas Columbia, dan dosen di Universitas California, Berkeley, perusahaan startup mengeluarkan Opsi Saham untuk semua pekerjanya memiliki beberapa tujuan, antara lain sebagai berikut:

  • Perusahaan startup tidak memiliki banyak uang sebagai modal dan tidak dapat bersaing dengan perusahaan besar dalam tawaran gaji, maka penawaran Opsi Saham dengan imbalan gaji yang rendah bagi para pekerja pemula  menjadi pemicu untuk kerja keras agar dapat dapat mengubah peluang, dan suatu hari nanti Opsi Saham yang mereka dapatkan mungkin membuat mereka menjadi miliarder di masa depan.
  • Dengan menawarkan Opsi Saham kepada calon pekerja saham untuk tumbuh bersama perusahaan di masa depan, investor bertaruh bahwa --dengan cakrawala waktu yang terlihat dari hasil-- para pekerja akan bertindak lebih seperti pemilik dan bekerja lebih keras, dan itu akan menyelaraskan kepentingan insan perusahaan dengan kepentingan investor. Dan taruhannya berhasil. Kondisi tersebut mendorong budaya "melakukan apa pun yang diperlukan" tanpa henti di Lembah Silikon Abad ke-20. Para pekerja startup rela tidur di bawah meja dan bekerja semalaman untuk mengirimkan produk dan menghasilkan pendapatan triwulanan, karena telah tertanam dalam jiwa mereka bahwa perusahaan adalah "kami".
  • Mekanis, Opsi Saham sesungguhnya adalah ide sederhana, yakni seorang pekerja menerima opsi (penawaran) untuk membeli share perusahaan melalui opsi saham biasa (disebut ISO atau NSO) dengan harga rendah. Jika perusahaan berhasil, maka insan perusahaan sebagai pekerja dapat menjual saham dengan harga yang jauh lebih tinggi ketika perusahaan mencatatkan sahamnya di bursa saham ("penawaran umum perdana") atau diakuisisi.

Berdasarkan pengalaman Ryan Gayman (Founder Recode America Govtech) saat masih menjadi pekerja di perusahaan startup, bahwa pekerja baru seringkali memiliki pemahaman yang terbatas tentang Opsi Saham, terutama mereka yang baru pertama kali bergabung dengan perusahaan startup.

Ryan mengingatkan bahwa Opsi Saham hanyalah hak bagi pekerja untuk membeli saham perusahaan dengan harga yang telah ditentukan di masa depan. Jika perusahaan mampu tumbuh dan sukses, maka Opsi Saham yang ditawarkan kepada pekerja startup tersebut bisa menjadi sangat berharga bagi mereka pada masa depan. Sebaliknya, jika perusahaan startup tidak berkembang atau bankrupt, maka akan menjadi bencana masa depan.

Oleh karena itu, para pekerja harus mengetahui dan memahami apa saja istilah umum yang berkaitan dengan Opsi Saham yang ditawarkan oleh perusahaan, yakni sebagai berikut:

  1. Opsi Saham: adalah hak hukum untuk membeli saham di suatu perusahaan dengan harga yang telah ditentukan di masa depan (strike price).
  2. Saham: merupakan kepemilikan dalam sepersekian persen dari keseluruhan saham atau ekuitas perusahaan setelah pekerja membeli opsi pribadi.
  3. Tanggal penerbitan: adalah tanggal opsi saham diberikan kepada pekerja.
  4. Strike price: adalah harga pembelian yang ditawarkan kepada pekerja untuk menggunakan setiap Opsi Saham sebagai harga dasar yang akan pekerja bayarkan untuk mengubah opsi menjadi saham. Harga pembelian yang ditawarkan dalam perjanjian opsi pekerja terkunci dan tidak boleh berubah, bahkan ketika nilai saham perusahaan meningkat.
  5. Vesting: merupakan jangka waktu dan aturan yang telah ditentukan sebelumnya kapan pekerja akan memiliki akses ke Opsi Saham penuh yang ditawarkan. Hal ini berarti bahwa pekerja tidak akan memiliki kemampuan untuk menggunakan semua atau sebagian dari Opsi Saham yang telah diterima sampai periode waktu tertentu telah berlalu.
  6. Exercise: merupakan saat pekerja membeli vested options pada Strike Price yang telah ditentukan sebelumnya. Setelah membeli Opsi Saham, kemudian dikonversi menjadi saham di perusahaan, pekerja tidak bisa langsung membeli Opsi mereka, tetapi harus melalui periode vesting.
  7. Vesting Cliff: merupakan periode waktu di mana pekerja tidak diizinkan untuk menggunakan Opsi Saham mereka, biasanya satu tahun. Perusahaan startup menggunakan vesting cliff untuk memastikan bahwa pekerjanya telah bekerja setidaknya satu tahun sebelum memiliki kemampuan untuk menggunakan Opsi Saham hingga mendapatkan saham.

Saat bekerja di startup yang berpotensi tinggi, Opsi Saham bisa menjadi jalur luar biasa bagi pekerja untuk membeli saham dengan harga terjangkau. Idealnya, ketika perusahaan menjadi lebih sukses, nilai saham perusahaan akan naik, sementara harga kesepakatan Opsi Saham tetap sama. Dengan kata lain, pekerja bisa mendapatkan kesepakatan tawar-menawar untuk saham yang semakin berharga.

Biasanya, perusahaan startup menyediakan Opsi Saham melalui Rencana Opsi Saham, yang merupakan dokumen hukum yang memerinci hak opsi saham pekerja.

Setiap perusahaan startup memiliki Rencana Opsi Saham versinya sendiri. Akan tetapi, rencana tersebut mengikuti terminologi dan proses yang sama seperti yang telah diuraikan di atas. Jika Anda sebagai pekerja startup ingin meninjau rencana tersebut dengan hati-hati,  jika memungkinkan, berkonsultasilah dengan penasihat hukum atau pendapat dari luar tentang masalah ini.  Jika ada masalah yang Anda lihat dengan Rencana Opsi Saham atau jika Anda hanya memiliki pertanyaan, pastikan untuk memberitahukannya kepada atasan Anda. Tentu saja, Anda percaya bahwa perusahaan telah menulis ketentuan Rencana Opsi Saham untuk mendukung pekerjanya, tetapi kenyataanya tidak selalu demikian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun