Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Berpengalaman di dunia perbankan sejak tahun 1990. Mendalami change management dan cultural transformation. Menjadi konsultan di beberapa perusahaan. Siap membantu dan mendampingi penyusunan Rancang Bangun Master Program Transformasi Corporate Culture dan mendampingi pelaksanaan internalisasi shared values dan implementasi culture.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Ketahanan Psikologis Mencegah Sindrom Burnout Insan Perusahaan

27 Januari 2022   08:22 Diperbarui: 5 Februari 2022   02:15 899
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi burnout kerja. (sumber: UNSPLASH/TIM GOUW via kompas.com)

Selama dua tahun terakhir, di masa pandemi Covid-19, insan perusahaan berulang kali menunda rencana liburan. Para insan yang kelelahan (burnout) tidak hanya buruk bagi moral perusahaan tetapi juga bagi profit bisnis. 

Para eksekutif menyadari hal tersebut, dan sekarang mengharuskan staf mereka untuk mengambil liburan. 

Misalnya, CEO salah satu perusahaan teknologi meluncurkan kebijakan yang disebut "Operasi Chillax," (The New York Time, 24 Desember 2021) yang memerintahkan pekerja untuk mengambil cuti selama seminggu.

Sementara itu, pemimpin perusahaan lain telah meminta insan perusahaan untuk beristirahat secara teratur sepanjang tahun. Untuk mencegah insan perusahaan yang kelelahan pergi, majikan mensponsori cuti panjang, yang mendorong peningkatan kreativitas dan loyalitas kepada perusahaan, kata mereka.

Pada 2019, hanya 5% pengusaha yang menawarkan cuti panjang. Namun baru-baru ini, beberapa bank terkemuka (bersama dengan perusahaan kecil) juga mulai menawarkannya. 

Seorang manajer mengatakan cuti panjang memungkinkan insan perusahaan yang mempertimbangkan peluang kerja lain untuk memastikan bahwa "jika mereka pergi, mereka pergi karena alasan yang benar." [The Wall Street Journal, 7 Januari 2022]

Menurut survei McKinsey, sejak awal pandemic Covid-19, hampir setengah dari insan perusahaan yang disurvei menyatakan mereka kelelahan (burnout).

WHO mendefinisikan "burnout" sebagai sindrom akibat stres kronis di tempat kerja yang ditandai dengan kelelahan atau kekurangan energi, perasaan negatif atau sinis terkait pekerjaan, dan penurunan efektivitas (WHO International Classification of Diseases, 2019). 

Saat dunia terus bergulat dengan krisis Covid-19, emosi dan respons psikologis terhadap periode ketidakpastian yang berkepanjangan dapat berdampak signifikan pada upaya pemulihan.

Namun dibalik itu, kabar baiknya adalah bahwa ketahanan psikologis dapat dipelajari, dan penelitian menunjukkan bahwa orang yang melaporkan ketahanan yang lebih tinggi secara fisik lebih sehat, lebih produktif, lebih bahagia, dan memiliki hubungan yang lebih dekat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun