Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Berpengalaman di dunia perbankan sejak tahun 1990. Mendalami change management dan cultural transformation. Menjadi konsultan di beberapa perusahaan. Siap membantu dan mendampingi penyusunan Rancang Bangun Master Program Transformasi Corporate Culture dan mendampingi pelaksanaan internalisasi shared values dan implementasi culture.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Memahami Zakat, Sarana Distribusi Kesejahteraan

6 November 2021   07:16 Diperbarui: 9 November 2021   10:05 2024
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi zakat fitrah. (sumber: shutterstock via kompas.com)

Kecilnya penerimaan zakat oleh  Amil Zakat bukan hanya disebabkan oleh rendahnya pengetahuan agama masyarakat, tetapi juga disebabkan oleh rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tersebut. 

Hal itu mengakibatkan masyarakat condong menyalurkan zakat secara langsung kepada orang, yang menurut mereka, berhak menerimanya.

Dengan demikian, tujuan dari zakat sebagai dana pengembangan ekonomi tidak terwujud, tetapi tidak lebih hanya sebagai dana sumbangan konsumtif yang sifatnya sangat temporer. 

Sebagai contoh adalah pemberian zakat di bulan Ramadhan yang digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan konsumsi si miskin di hari Raya, dan setelah hari Raya mereka kembali tidak tahu bagaimana cara memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. 

Pembagian dana zakat, sebenarnya, harus memberikan keutamaan dengan tujuan yang memungkinkan si miskin dapat menjalankan usaha sehingga mampu berdikari, sebab merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim untuk dapat menghidupi dirinya.

Ajaran Islam sangat melarang seseorang menjadi pengemis untuk menghidupi dirinya. Dengan demikian dana zakat, juga infaq dan sadaqah, hanya dapat menjadi suplemen pendapatan permanen bagi orang-orang yang benar-benar tidak dapat menghidupi dirinya lewat usahanya sendiri karena ia seorang yang menderita cacat seumur hidup atau telah uzur. 

Sedangkan bagi yang lain, dana tersebut harus digunakan sebagai bantuan keringanan temporer disamping sumber-sumber daya esensial untuk memperoleh pelatihan, peralatan, dan materi sehingga memungkinkan mereka mendapatkan penghasilan yang mencukupi.

Dengan demikian, penggunaan dana zakat secara profesional akan memungkinkan si miskin berdikari dalam sebuah lingkungan sosio-ekonomi yang menggalakkan industri kecil-mikro dan kemudian akan berdampak mengurangi pengangguran, kemiskinan, dan kesenjangan sosial-ekonomi.

Zakat, sebenarnya, bukan monopoli ajaran Islam karena instrumen sejenis juga ditemui dalam ajaran lain. 

Dalam ajaran Hindu disebut "datria datrium", ajaran Budha menyebut "sutta nipata", sedangkan ajaran Kristiani mengenal "tithe" yang didefinisikan sebagai bagian dari pendapatan seseorang yang ditentukan oleh hukum untuk dibayar kepada gereja bagi pemeliharaan kelembagaan, dukungan untuk pendeta, promosi kegiatannya, dan membantu orang miskin. 

Menurut ajaran Islam, pembayaran zakat bukan merupakan suatu bentuk kepemihakan kepada si miskin. Karena, si kaya bukanlah pemilik riil kekayaan tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun