Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Berpengalaman di dunia perbankan sejak tahun 1990. Mendalami change management dan cultural transformation. Menjadi konsultan di beberapa perusahaan. Siap membantu dan mendampingi penyusunan Rancang Bangun Master Program Transformasi Corporate Culture dan mendampingi pelaksanaan internalisasi shared values dan implementasi culture.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Manajemen Risiko dan Kemampuan Beradaptasi pada Lingkungan Kerja Hybrid

23 Agustus 2021   07:13 Diperbarui: 23 Agustus 2021   21:15 849
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Krisis Covid-19 memaksa banyak perusahaan, terutama yang sebagian besar terdiri dari pekerja berpengetahuan, untuk beralih dari bekerja di kantor menjadi model jarak jauh. 

Meskipun ada banyak kegembiraan untuk memulihkan beberapa tingkat interaksi langsung di tempat kerja, 68 persen perusahaan, yang disurvei McKinsey Global, belum memiliki visi atau rencana yang diartikulasikan dengan jelas. 

Ketika perusahaan mengadopsi pekerjaan hybrid, ada tiga area risiko yang patut mendapat perhatian cermat para ekskeutif perusahaan, yaitu:.

1. Erosi budaya organisasi dan kohesi sosial.

Penelitian terbaru McKinsey Global menunjukkan bahwa insan perusahaan yang mengalami ketidakjelasan visi masa depan model operasi hampir tiga kali lebih mungkin merasakan gejala kelelahan tingkat sedang hingga tinggi. Namun, tidak cukup hanya mengomunikasikan visi yang jelas. 

Alasan pendukungnya juga harus solid. Salah satu pertanyaan kunci yang harus dihadapi oleh perusahaan adalah proses di mana mereka mengembalikan tenaga kerja mereka. 

Hampir 30 persen insan perusahaan mengatakan bahwa mereka cenderung beralih pekerjaan jika diminta untuk sepenuhnya kembali ke pekerjaan di tempat (kantor). 

Oleh karena itu, perusahaan perlu mempertimbangakan bahwa kesejahteraan dan preferensi insan perusahaan sebelum memutuskan untuk meminta mereka kembali bekerja fulltime ke kantor. Perusahaan harus memikirkan bagaimana, kapan, dan untuk alasan apa mereka meminta insan perusahaan untuk kembali ke kantor.

Pemimpin perusahaan, terutama manajer, bertanggung jawab untuk mengidentifikasi siapa yang perlu datang ke kantor dan untuk alasan apa. Misalnya, manajer harus memprioritaskan kehadiran langsung untuk orientasi dan proyek berbasis tim yang membutuhkan kolaborasi ekstensif. 

Kehadiran fisik untuk acara-acara tersebut meningkatkan kemungkinan insan perusahaan mempelajari budaya perusahaan, menetapkan ritual pribadi yang dikaitkan dengan kohesi sosial yang lebih besar, dan mendorong kreativitas berbasis tim. 

Untuk anggota tim yang tidak dapat hadir secara langsung, manajer harus menemukan peluang untuk secara asinkron melibatkan individu-individu tersebut untuk inovasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun