Mohon tunggu...
Mery Indriana
Mery Indriana Mohon Tunggu... Administrasi - swasta

penyuka senja

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mari Membangun Bersama

23 Januari 2021   10:24 Diperbarui: 23 Januari 2021   10:29 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di ratusan wilayah di Indonesia telah berlalu. Pemilihan Presiden (Pilpres) apalagi, karena sudah lebih dari dua tahun berlalu. Sekarang waktunya masyarakat bersama pemerintah mengisinya dengan membangun dan belajar, melupakan kontestasi politik yang keras dan menimbulkan banyak dampak pada masyarakat.

Namun sepertinya tidak semua sadar bahwa waktu-waktu ini adalah waktu yang tepat untuk bersinergi dan bersamasama membangun dan membentuk sesuatu yang tepat. Ada sekelompok orang yang seakan mempertahankan keterbelahan yang telah terjadi selama ini. Kita tahu sejak sepuluhn tahun lalu kita dihadapkan pada keterbelahan yang menyakitkan dan itu semua karena politik. Jika ditarik lagi, keterbelahan itu juga menekankan pada perbedaan agama yang dipeluk oleh masyarakat. Perbedaan agama itu kemudian dipolitisasi sebagai alat untuk memikat suara rakyat sebanyak-banyaknya.

Upaya itu ternyata berhasil, karena banyak yang terbujuk dan akhirnya mereka menjadi pendukung fanatic yang benar-benar tidak bisa lentur terhadap kondisi sekitar. Kita ambil contoh saja ketika Prabowo diangkat menjadi Menteri Pertahanan dan beberapa orang dari partai Gerindra diangkat menjadi pejabat lainnya, ini artinya saat untuk membangun berama-sama dan melupakan persoalan kontestasi sebelumnya.

Nah tidak semua menerima hal itu. Sebagian masyarakat dengan 'mata buta' tetap menolak apapun program dan ajakan dari pemerintah. Padahal calon yang mereka dukung sudah masuk dalam pemerintahan tadi.

Ini menunjukkan bahwa sebagian dari masyarakat kita belum dewasa karena belum sepenuhnya bisa menerima  kenyataan itu. Mereka masih bergumul dengan perbedaan dan sering tanpa alasan. Kalaupun ada alasan , alasan itu bersifat dangkal. Ini kita bisa lihat dari narasi-narasi yang ada di media sosial. Kedangkalan narasi mereka ini bahkan cenderung menjurus pada hoax yang tidak berguna dan tidak membangun.

Ini menjadi pekerjaan rumah tersendiri karena seringkali bersifat massif dan cenderung negative. Banyak tokoh yang turut berbicara di media sosial malah cenderung dibully da dilecehkan. Masyarakat yang berfikir dangkal itu cenderung tidak bisa menerima nasihat dan menginkan sesuatu menurut mereka ideal (tetapi salah).

Karena itulah berhentilah berdebat untuk soal-soal yang tidak perlu dan bersama-sama mulai membangun. Tidak ada yang lebih baik dari bertekun dalam agama sembari bersinergi membangun bangsa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun