Mohon tunggu...
Mery Indriana
Mery Indriana Mohon Tunggu... Administrasi - swasta

penyuka senja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ke Syria adalah Pelajaran Mahal bagi Pelaku

11 Februari 2020   05:38 Diperbarui: 11 Februari 2020   05:41 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat pasukan ISIS terpukul mundur di desa tempat mereka bertahan, jaringan mereka di wilayah itu tercerai berai. Beberapa berita mengungkapkan bahwa ternyata terdapat ribuan orang dari banyak bangsa yang sebagian warganya terbujuk rayu oleh ISIS untuk bergabung dengan mereka.

Kaum yang terbujuk itu tidak saja dari daerah Timur Tengah tapi juga Asia, Amerika bahkan Eropa. Mungkin kita pernah melihat tayangan seorang gadis Jerman yang termakan provokasi ala ISIS dan mengikuti mereka sampai Syria.

Di Syria dia bertemu dengan kenyataan yang berbeda dengan gambaran pihak-pihak yang mengajaknya. Selama beberapa bulan di sana akhirnya dia tidak tahan dan menyatakan ingin pulang. Dia mengontak keluarganya di Jerman.

Lalu ayahnya berangkat ke Turki, di kota yang paling dekat dengan Syria karena saat itu Syria sangat sulit dicapai karena perang belum berakhir. Rupanya perjuangan keluarga ini belum berhasil karena kepulangan sang anak dihalangi oleh anggota ISIS sehingga nyaris sebulan, sang ayah belum berhasil bertemu dengan anaknya apalagi membawa pulang.

Ketika ISIS dinyatakan kalah banyak orang yang semula bergabung dengan ISIS harus dipenjara tanpa kajelasan kapan dilepas. Keluarga mereka terutama istri dan anak-anak mendapat dampak mengenaskan karena sebagian dari mereka sudah tidak bisa lagi bersekolah sebagian dari mereka harus mengubur cita-cita mereka.

Tapi mereka bersikeras untuk kembali ke negaranya karena di Syria dan Turki ternyata mengaburkan cita-cita mereka. Mereka menyatakan menyesal berangkat ke Syria.

Radikalisme dan terorisme adalah musuh semua negara, bukan hanya Jerman, Inggris atau Indonesia. Banyak negara menolak kembalinya mereka ke tanah kelahirannya. Negara Seperti Jerman, AS, Inggris dan beberapa negara lain menolak karena ideology garis keras mereka nyata sekali berbeda dengan yang dianut oleh negara asal. 

Negara seperti Australia berusaha untuk membuat terobosan dengan menerima anak-anak mereka saja dan tetap menolak para orang tua mereka. Negara itu ingin mengajarkan ideology yang benar kepada anak-anak para kombatan itu.

Ini adalah sisi dilematis bagi Indonesia yang punya sekitar 660 eks ISIS yang kini berada di Syria. Sebagian dari mereka berada di pengungsian. Mengubah ideology tak semudah mengubah hobi berolahraga menjadi hobi menyanyi. Ideologi berkenaan dengan keyakinan dan sebuah keyakinan juga tidak mudah untuk diubah.

Aspek penyesalan mungkin banyak tersirat di benak 660 orang yang punya keyakinan garis keras yang sudah terlanjur ke Syria. Bagaimanapun mereka harus bisa mengubah prinsip dan keyakinan mereka. Mungkinkah mereka yang punya keyakinan radikal tersebut bisa menerima kembali Pancasila dan kebinekaan lingkungan dasar mereka, selain agama ?

Itu pelajaran penting bagi masyarakat dan bangsa kita. Ini sekaligus pelajaran mahal bagi yang terpapar radikalisme.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun