Mohon tunggu...
Mery Indriana
Mery Indriana Mohon Tunggu... Administrasi - swasta

penyuka senja

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pelaku dan Korban Terorisme Alami Titik Balik

7 Maret 2018   10:40 Diperbarui: 7 Maret 2018   10:42 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: www.beritasatu.com

Luka batin dan duka pasti lama pergi dari benak korban terorisme dan keluarga. Apalagi jika harus kehilangan nyawa, atau meninggalkan cacat dan karena kecacatan itu dia tidak bisa pulih dan bekerja seperti sedia kala.

Amarah sampai dendam, mungkin itu yang berkecamuk di sanubari para korban terorisme. Mereka adalah pihak yang karena keyakinan yang mungkin salah oleh pelaku sehingga aksi terorisme itu meninggalkan trauma mendalam dan seringkali menaruh para korban itu di titik terendah dalam hidup.

Beberapa pelaku yang masih hidup seperti Ali Fauzi dan Ali Imran, kini bertaubat dan menyadari kesalahannya. Ali Fauzi merupakan adik kandung Amrozi. Amrosi, Ali Ghufron, dan Ali Imran yang merupakan otak Bom Bali I. Ketika mulai terpapar paham radikal, Ali Fauzi belajar merakit bom hingga ke Mindanau, Filipina. Setelah kembaali ke Indonesia, ia menjadi Kepala Instruktur Perakitan Bom Jama'ah Islamiyah Wakalah Jawa Timur.

Setelah tahu ilmu merakit bom, dia sadar bahwa dia ingin berperang melawan Amerika Serikat yang sudah menyerang Afganistan dan beberapa negara Islam.Setiap ada gedung atau restoran atau club milik orang asing, dia ingin menghancurkan dengan bom rakitannya.

Lalu Ali tertangkap pada 2004. Dia menjadi narapidana terorisme. Saat itu, ia merasa polisi yang selama ini dimusuhi kalangan teroris karena dianggap menghalangi aksi mereka, ternyata memperlakukannya secara manusiawi di penjara. Ia termasuk beruntung karena kemudian mulai mendalami ilmu agama dan mengambil beasiswa dari Kementerian Agama. Ini adalah titik baliknya sebagai pelaku terorisme.

Para pelaku akhirnya sadar bahwa yang menjadi korban adalah alangan mereka juga yaitu rakyat sederhana yang sehari-hari berjuang demi sesuap nasi. Para korban itu adalah kasir , satpam, koki, pelayang club malam. Juga tamu dan pelayan hotel dan sebagainya. Belasan tahu berlalu para korban ini berjuang karena hidup harus berjalan terus. Penguat para korban agar selalu hidup itu adalah keluarga. Seiring waktu berlalu dan karena penguatan dari keluarga maka para korban ini mengalami titik balik . Mereka sudah memaafkan, melupakan dan mereka menerima pelaku dengan baik dan tak ada dendam.

Ali Fauzi memberanikan diri menemui para korban bom dan meminta maaf. Awalnya, ia pesimistis membayangkan bagaimana reaksi korban saat bertemu orang yang membuatnya luka, bahkan cacat permanen. Ali bertemu salah satu korban. Kondisi tubuhnya tak lagi utuh. Kedua kakinya terpaksa diamputasi karena hancur terkena bom. "Beliau katakan, 'Meski saya seperti ini, harus belajar berjalan dua setengah tahun dengan kaki palsu, saya memaafkan'.

Di situlah titik balik Ali Fausi dan sejak saat itu dia tidak mau memakai cara lama dalam melihat musuh. Malah Ali sebegai pelaku belajar banyak dari para korban bagaimana memanfaatkan kehidupan dengan hal-hal yang berguna. Dia sekarang adalah seorang teroris, menjadi orang yang maju di garis depan menyuarakan perdamaian.

Di acara BNPT yang bertajuk Silaturahmi Nasional BNPT yang diadakan di Jakarta, sejumlah pelaku dan korban bertemu . Mereka saling memaafkan, menerima, saling mengatkan dan menjadi teman satu sama lain.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun